Fahri Hamzah Yakin MK Putuskan Sistem Pemilu Tetap Terbuka
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah meyakini Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan mengabulkan gugatan sistem pemilu proporsional tertutup dalam putusan yang akan dibacakan, Kamis (15/6/2023) hari ini. Menurut Fahri, sistem proporsional tertutup akan membawa banyak implikasi.
"Ada dugaan kayaknya MK tidak akan menyampaikan putusan sistem tertutup, karena implikasinya sangat banyak," kata mantan Wakil Ketua DPR ini dalam Gelora Talks dikutip, Kamis (15/6/2023).
Menurut Fahri, jika nantinya MK memutuskan sistem pemilu tertutup, kemungkinan diberlakukan pada Pemilu 2029. Fahri menyarankan, daripada sistem pemilu tertutup, lebih baik MK membuat putusan dalam ultra petitanya mengenai penyelenggaraan pemilu dengan sistem distrik di kabupaten/kota. Calon legislatif (caleg) yang diusung oleh parpol akan semakin dekat dengan rakyatnya, karena dipilih secara riil oleh rakyat dalam skala lebih kecil.
"Kalau sekarang jumlah anggota dewan ada 580, maka harus ada pemekaran kabupaten/kota menjadi 580, karena basisnya distrik. Tapi kalau DPD berbasis kepada provinsi dan jumlah provinsi sekarang ada 38 provinsi," ujarnya.
Fahri meyakini MK akan memutuskan sistem Pemilu 2024 tetap terbuka, karena masyarakat demokrasi adalah masyarakat yang terbuka. "Membuat sistem tertutup adalah langkah awal mengembalikan Indonesia kepada masa kelam. Segelitir elite percaya, bahwa komunisme yang ada contoh suksesnya di negara lain bisa diadopsi. Ini sangat berbahaya, dan menjadi alarm pengingat bagi kita semua untuk waspada di hari-hari ke depan," katanya.
Sementara itu, Ketua Bidang Hukum DPN Partai Gelora Amin Fahrudin mengatakan, Partai Gelora mendorong DPR untuk menggunakan Hak Angket apabila MK memutuskan Pemilu 2024 menjadi tertutup. "Sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPR menggunakan perangkat instrumen politik hukum untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja lembaga negara. Kita mendorong agar MK dibekukan, kalau membuat putusan tertutup," kata Amin.
Jika putusannya adalah pemilu tertutup, kata Amin, maka MK telah memberikan penafsiran tersendiri mengenai Living Constitution terhadap aturan perundang-undangan. "Sehingga DPR bisa menggunakan legislatif review seperti pada Perppu yang disampaikan. Putusannya bisa menyatakan menerima atau menolak terhadap putusan MK tersebut," katanya.
"Ada dugaan kayaknya MK tidak akan menyampaikan putusan sistem tertutup, karena implikasinya sangat banyak," kata mantan Wakil Ketua DPR ini dalam Gelora Talks dikutip, Kamis (15/6/2023).
Menurut Fahri, jika nantinya MK memutuskan sistem pemilu tertutup, kemungkinan diberlakukan pada Pemilu 2029. Fahri menyarankan, daripada sistem pemilu tertutup, lebih baik MK membuat putusan dalam ultra petitanya mengenai penyelenggaraan pemilu dengan sistem distrik di kabupaten/kota. Calon legislatif (caleg) yang diusung oleh parpol akan semakin dekat dengan rakyatnya, karena dipilih secara riil oleh rakyat dalam skala lebih kecil.
"Kalau sekarang jumlah anggota dewan ada 580, maka harus ada pemekaran kabupaten/kota menjadi 580, karena basisnya distrik. Tapi kalau DPD berbasis kepada provinsi dan jumlah provinsi sekarang ada 38 provinsi," ujarnya.
Fahri meyakini MK akan memutuskan sistem Pemilu 2024 tetap terbuka, karena masyarakat demokrasi adalah masyarakat yang terbuka. "Membuat sistem tertutup adalah langkah awal mengembalikan Indonesia kepada masa kelam. Segelitir elite percaya, bahwa komunisme yang ada contoh suksesnya di negara lain bisa diadopsi. Ini sangat berbahaya, dan menjadi alarm pengingat bagi kita semua untuk waspada di hari-hari ke depan," katanya.
Sementara itu, Ketua Bidang Hukum DPN Partai Gelora Amin Fahrudin mengatakan, Partai Gelora mendorong DPR untuk menggunakan Hak Angket apabila MK memutuskan Pemilu 2024 menjadi tertutup. "Sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPR menggunakan perangkat instrumen politik hukum untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja lembaga negara. Kita mendorong agar MK dibekukan, kalau membuat putusan tertutup," kata Amin.
Jika putusannya adalah pemilu tertutup, kata Amin, maka MK telah memberikan penafsiran tersendiri mengenai Living Constitution terhadap aturan perundang-undangan. "Sehingga DPR bisa menggunakan legislatif review seperti pada Perppu yang disampaikan. Putusannya bisa menyatakan menerima atau menolak terhadap putusan MK tersebut," katanya.
(abd)