131 Kali Karhutla Terjadi selama 3 Bulan Terakhir
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB ) mencatat sebanyak 131 kali kejadian bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selama 3 bulan terakhir. Intensitas karhutla semakin tinggi sebagai dampak awal musim kemarau di Indonesia.
“Karhutla dalam 2 bulan, 3 bulan terakhir kita sudah mengalami 131 kali, meskipun eskalasi dampaknya belum meluas yang kita harapkan memang kita siap semua di daerah sehingga eskalasi karhutla ini tidak meluas tapi nanti kita lihat potensi atau upaya-upaya yang harus kita lakukan,” ungkap Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dikutip dari Youtube BNPB, Selasa (13/6/2023).
Selain karhutla, Aam sapaan akrab Abdul Muhari mengatakan ada kejadian cuaca ekstrem, gempa bumi, kekeringan, dan tanah longsor yang melanda Indonesia selama sepekan terakhir. “Satu minggu terakhir, kalau minggu lalu dominan kebakaran hutan dan lahan, ternyata minggu ini cuaca ekstrem 7 kali, cuaca ekstrem 7 kali, kemudian ada gempa bumi, ada kekeringan ada banjir dan tanah longsor.”
Aam mengatakan secara umum secara spasial biasanya di bulan Januari sampai Maret seluruh Indonesia mengalami banjir. Namun, sekarang udah mulai berganti yang menjadi representasi dari kebakaran hutan dan lahan. “Dan kita lihat mulai mendominasi di mana-mana, Sumatera Bangka Belitung Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.”
Meski begitu, kata Aam, masih ada beberapa kejadian banjir di Kota Depok Jawa Barat, juga di Papua. “Ini yang mungkin perlu kita perhatikan nanti ada variabilitas-variabilitas dari cuaca lokal yang mungkin secara umum kita kemarau iya, tapi ada potensi potensi daerah-daerah yang masih memiliki potensi banjir hingga potensi menengah, ini juga harus diperhatikan oleh pemerintah daerah.”
Aam menjelaskan secara umum bisa terjadi fenomena kejadian bencana yang berlawanan di satu wilayah yang berdekatan, misalnya di Sumatera Utara, di Jawa Barat, maupun di Kalimantan. “Sumatera Utara kemudian di Jawa Barat itu yang menariknya begini, ini di Kabupaten Bogor ini dia mengalami kekeringan sedangkan Kota Depok nya banjir, yang sangat-sangat lokal, meskipun ini banjir dan kekeringan itu terjadi di Kecamatan dengan pola atau daerah aliran sungai yang berbeda.”
“Tetapi kita bisa lihat bahwa dalam satu kawasan yang tidak terlalu luas, belum satu provinsi pada kabupaten kota yang berdampingan itu bisa terjadi dua fenomena yang sangat berlawanan, satu kering yang sudah masyarakat yang sudah 3 minggu mengalami kekeringan, satu tempat malah banjir,” kata Aam.
“Kemudian di Kalimantan sekarang sudah mulai dominan ya karhutla, Kalimantan Barat Tengah dan Kalimantan Selatan. Kalau untuk Sulawesi itu tanah longsor dan cuaca ekstrem, ini masih berpengaruh, kalau misalkan Sulawesi dan Papua masih terpengaruh oleh adanya badai di dekat Filipina sehingga masih ada awan hujan yang berpengaruh pada kondisi hidrometeorologi basah di Sulawesi dan Papua,” paparnya.
Meski begitu, Aam mengatakan bahwa dengan adanya awan-awan hujan lokal ini akan membantu sebagian wilayah yang mengalami kekeringan atau bencana karhutla. Terutama, untuk mengisi embung-embung ataupun waduh sehingga meminimalkan potensi kekeringan atau karhutla dalam jangka panjang.
“Awan-awan hujan yang sangat tinggi, sekarang sudah sangat tipis, dan kita harapkan memang tidak terlalu apa tidak terlalu kering ya kita berharap masih ada awan hujan sehingga kalau ada eskalasi-eskalasi dari kekeringan dan karhutla. Kita masih bisa berharap awan hujan itu apakah itu karhutla bisa memadamkan karhutla atau setidaknya menjaga sumber-sumber air kita, embung, danau waduk itu tetap terisi,” tandasnya.
“Karhutla dalam 2 bulan, 3 bulan terakhir kita sudah mengalami 131 kali, meskipun eskalasi dampaknya belum meluas yang kita harapkan memang kita siap semua di daerah sehingga eskalasi karhutla ini tidak meluas tapi nanti kita lihat potensi atau upaya-upaya yang harus kita lakukan,” ungkap Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dikutip dari Youtube BNPB, Selasa (13/6/2023).
Selain karhutla, Aam sapaan akrab Abdul Muhari mengatakan ada kejadian cuaca ekstrem, gempa bumi, kekeringan, dan tanah longsor yang melanda Indonesia selama sepekan terakhir. “Satu minggu terakhir, kalau minggu lalu dominan kebakaran hutan dan lahan, ternyata minggu ini cuaca ekstrem 7 kali, cuaca ekstrem 7 kali, kemudian ada gempa bumi, ada kekeringan ada banjir dan tanah longsor.”
Aam mengatakan secara umum secara spasial biasanya di bulan Januari sampai Maret seluruh Indonesia mengalami banjir. Namun, sekarang udah mulai berganti yang menjadi representasi dari kebakaran hutan dan lahan. “Dan kita lihat mulai mendominasi di mana-mana, Sumatera Bangka Belitung Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.”
Meski begitu, kata Aam, masih ada beberapa kejadian banjir di Kota Depok Jawa Barat, juga di Papua. “Ini yang mungkin perlu kita perhatikan nanti ada variabilitas-variabilitas dari cuaca lokal yang mungkin secara umum kita kemarau iya, tapi ada potensi potensi daerah-daerah yang masih memiliki potensi banjir hingga potensi menengah, ini juga harus diperhatikan oleh pemerintah daerah.”
Aam menjelaskan secara umum bisa terjadi fenomena kejadian bencana yang berlawanan di satu wilayah yang berdekatan, misalnya di Sumatera Utara, di Jawa Barat, maupun di Kalimantan. “Sumatera Utara kemudian di Jawa Barat itu yang menariknya begini, ini di Kabupaten Bogor ini dia mengalami kekeringan sedangkan Kota Depok nya banjir, yang sangat-sangat lokal, meskipun ini banjir dan kekeringan itu terjadi di Kecamatan dengan pola atau daerah aliran sungai yang berbeda.”
“Tetapi kita bisa lihat bahwa dalam satu kawasan yang tidak terlalu luas, belum satu provinsi pada kabupaten kota yang berdampingan itu bisa terjadi dua fenomena yang sangat berlawanan, satu kering yang sudah masyarakat yang sudah 3 minggu mengalami kekeringan, satu tempat malah banjir,” kata Aam.
“Kemudian di Kalimantan sekarang sudah mulai dominan ya karhutla, Kalimantan Barat Tengah dan Kalimantan Selatan. Kalau untuk Sulawesi itu tanah longsor dan cuaca ekstrem, ini masih berpengaruh, kalau misalkan Sulawesi dan Papua masih terpengaruh oleh adanya badai di dekat Filipina sehingga masih ada awan hujan yang berpengaruh pada kondisi hidrometeorologi basah di Sulawesi dan Papua,” paparnya.
Meski begitu, Aam mengatakan bahwa dengan adanya awan-awan hujan lokal ini akan membantu sebagian wilayah yang mengalami kekeringan atau bencana karhutla. Terutama, untuk mengisi embung-embung ataupun waduh sehingga meminimalkan potensi kekeringan atau karhutla dalam jangka panjang.
“Awan-awan hujan yang sangat tinggi, sekarang sudah sangat tipis, dan kita harapkan memang tidak terlalu apa tidak terlalu kering ya kita berharap masih ada awan hujan sehingga kalau ada eskalasi-eskalasi dari kekeringan dan karhutla. Kita masih bisa berharap awan hujan itu apakah itu karhutla bisa memadamkan karhutla atau setidaknya menjaga sumber-sumber air kita, embung, danau waduk itu tetap terisi,” tandasnya.
(muh)