Deepfake dan Tantangan Jurnalisme Masa Depan

Senin, 12 Juni 2023 - 14:10 WIB
loading...
Deepfake dan Tantangan Jurnalisme Masa Depan
Ardiyansah, Digital Media Enthusiast Senior Business Analyst, BINUS Digital
A A A
Ardiyansah
Digital Media Enthusiast Senior Business Analyst, BINUS Digital

DEEPFAKE
merupakan lakuran dari istilah "deep learning" dan "fake". "Deep learning" mengacu pada teknologi berbasis komputasi neural yang berusaha meniru jaringan saraf manusia seperti AI (Artificial Intelligence). Sementara "fake" bisa langsung ditebak artinya berkaitan dengan sesuatu yang palsu atau gadungan.

Meskipun mencakup juga foto, istilah ini kemudian cenderung dipakai untuk menyebut video hyper-realistic hasil manipulasi digital yang menampilkan sosok tertentu (biasanya pesohor) sedang mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak pernah terjadi. Dengan kata lain, deepfake adalah video palsu.

Lalu, kenapa sekarang video palsu menjadi masalah? Bukankah teknologi ini lumrah dipakai dalam film-film arus utama? Tak terhitung film, iklan, dan media hiburan lain menggunakan teknologi ini untuk berbagai macam tujuan. David Beckham, mantan bintang tim sepak bola Inggris, pernah digambarkan mahir berbicara dalam 9 bahasa untuk sebuah kampanye anti malaria. "Video palsu" tersebut diproduksi menggunakan teknologi AI. Sampai di sini, kita belum melihat ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan.



Menurut sumber dari MIT (Massachusetts Institute of Technology), istilah "deepfake" pertama kali diperkenalkan pada tahun 2017 oleh seorang pengguna Reddit dengan nama samaran yang sama. Pengguna ini membuat dan membagikan serangkaian hasil manipulasi video yang menampilkan aktivitas pornografi dari beberapa selebritas dunia. Hal tersebut menarik perhatian dan memicu diskusi tentang potensi teknologi "tukar wajah" pada video palsu yang sangat realistis berbasis AI. Belakangan, tidak hanya wajah, namun gestur dan suara juga menjadi objek manipulasi dengan kemiripan yang mengagumkan. Hebatnya, manipulasi video ini dapat dilakukan secara "live" atau dalam siaran langsung.

Demokratisasi AI


Menurut Mika Westerlund dalam jurnalnya, "The Emergence of Deepfake Technology: A Review", setidaknya ada empat pihak utama yang memproduksi deepfake, yaitu: 1) Komunitas pehobi deepfake; 2) Pemain politik; 3) Pelaku kejahatan; dan 4) Pihak-pihak yang memang berhak (legitimate), seperti televisi, perusahaan film, dan lain sebagainya. Namun, kemudahan teknologi dan kecepatan penyebaran informasi yang tak terbendung membuat produksi deepfake menjadi semakin tak terduga dan bisa muncul dari mana saja.

Proses demokratisasi teknologi yang menjadi ciri masyarakat internet, tak urung terjadi juga pada AI yang mulai merangsek ke hampir semua sektor industri. Video palsu, yang tadinya hanya mungkin diproduksi oleh perusahaan besar dengan budget yang juga besar, kini bisa diproduksi menggunakan ponsel—yang dimiliki oleh hampir semua orang—dengan biaya nyaris nihil.

Aplikasi Reface misalnya, mampu menukar wajah aktor/aktris dalam adegan di film-film kondang dengan wajah kita atau wajah lain cukup dengan memasukkan foto sebagai umpan sehingga seolah-olah kitalah yang membintangi film-film tersebut. Aplikasi ini sangat populer dan menghibur. Reface telah diunduh satu juta kali dari Google Play Store saja.



Sementara produksi deepfake menjadi semakin mudah dan terjangkau, tidak demikian dengan teknologi untuk menanggulanginya. Model seperti CNN (Convolutional Neural Network) yang dapat digunakan untuk mendeteksi peta wajah, kedipan mata, kepadatan pixel, disparitas warna, dan beberapa elemen visual lainnya, sepertinya kalah cepat dan masih terbata-bata menghadapi perkembangan teknologi produksi video sintesis berbasi AI.

Deepfake sebagai ancaman jurnalisme


Kebanyakan deepfake yang tersebar di berbagai platform media sosial saat ini adalah foto/video artistik dan humor yang relatif tidak berbahaya dan bisa dikategorikan sebagai hiburan. Namun, seiring demokratisasi AI yang membuat akses terhadap teknologi ini menjadi semakin mudah dan murah, produksi deepfake menjadi semakin liar dan tak terkendali.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1468 seconds (0.1#10.140)