HUT ke-77 SPS, Transformasi Media untuk Bangkit Bersama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menyambut usia ke-77 tahun, Serikat Perusahaan Pers ( SPS ) akan menggelar beberapa kegiatan di Bali, 13-14 Juli 2023. Dibuka dengan dialog nasional bertajuk Transformasi Bisnis Media untuk Bangkit Bersama, dilanjutkan dengan kegiatan Rakernas.
Ditutup dengan pemberian penghargaan untuk rekan-rekan media yang dianggap berhasil mengelola brandnya di media sosial.
"8 Juni 1946, SPS didirikan oleh tokoh-tokoh, pendiri perusahaan-perusahaan pers nasional. Dirgahayu ke-77 SPS," kata Ketua Umum SPS, Januar P Ruswita, Kamis (8/6/2023).
"Terus mengawal industri media dengan entitas bisnis yang sehat dan entitas pers dengan produk jurnalistik berkualitas, bertanggung jawab, serta menjadi bagian pencerdas bangsa," tambahnya.
Diungkapkan Januar, selain apresiasi untuk media, pada perayaan HUT ke-77, SPS juga akan memberikan penghargaan ke beberapa pemangku kepentingan perusahaan pers atas sumbangsihnya dalam merawat ekosistem media.
"Tema besar yang diusung pada HUT ke-77 yakni Transformasi Industri Media untuk Bangkit Bersama, dalam konteks ini SPS menilai, transformasi dari media konvensional ke media digital ternyata tidak lagi cukup untuk bertahan apalagi bersaing," ucapnya.
Kehadiran media baru atau new media kata Januar, telah mengubah struktur kompetisi bisnis media, mulai dari perubahan bentuk, pola organisasi, hingga sampai pada cara produksi, distribusi, dan mengkonsumsi media.
Menurutnya, jurnalis sebagai profesi yang sangat dekat dengan media baru, harus meningkatkan kompetensi dan kreativitasnya untuk dapat bersaing di media baru sesuai dengan karakteristiknya.
"Secara internal, perusahaan media sebagai sebuah institusi bisnis, dipaksa bertransformasi dengan mengacu pada proses dan strategi penggunaan teknologi digital, untuk secara drastis mengubah cara bisnis beroperasi dan melayani audiens dan mitranya," jelasnya.
Suka atau tidak suka kata dia, inilah keniscayaan bagi semua institusi bisnis di era digitalisasi. Tak peduli seberapa besar ukuran atau industrinya, akan semakin bergantung pada data dan teknologi untuk beroperasi lebih efisien dan memberikan nilai kepada pelanggan (audiens), mitra, yang semakin efisien, efektif, terukur secara kuantitatif dan kualitatif.
"Sementara itu dalam menjawab lingkungan bisnis yang bergerak cepat, tak ada barrier to entry ke industri media, mengharuskan industri media memperkuat posisinya dalam berbagai situasi," ucapnya.
SPS dijelaskan Januar, sebagai organisasi bernaung perusahaan pers di Indonesia, konstituen Dewan Pers, sekaligus 'tulang punggung wibawa' industri media nasional, harus mampu mengambil posisi paling depan dalam degup persaingan industri.
"Perusahaan media sudah tidak bisa lagi menggunakan cara lama untuk bersaing hari ini apalagi di masa depan. Perusahaan media tidak boleh 'gagap' di ranah ekosistem digital, yang menekan kehidupan pers akibat penguasaan sistem distribusi konten oleh perusahaan global," ungkapnya.
Kemudian sambungnya, ditambah dengan regulasi pemerintah yang lambat laun menenggelamkan keberadaan bisnis media lokal. Untuk itu kita harus proaktif, penuh kesadaran turut memperbaikinya secara kolektif demi masa depan bisnis media yang menjanjikan.
SPS menurutnya, tidak akan pernah lupa terhadap esensi keberadaan pers sesungguhnya, dan juga tidak ingin tenggelam dalam kebesaran nama pada masa lalu. Sebagai organisasi pers, SPS hadir membawa misi suci ikut menegakkan pilar demokrasi.
"Pers juga bekerja atas nama kepentingan publik, memberikan panduan bagi publik dalam banyak isu, mulai dari isu politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, bahkan aspek pertahanan dan keamanan, Sehingga semua pihak memiliki kewajiban yang sama untuk turut menjaga dan merawat pilar demokrasi ini," kata Januar.
Diakuinya, kolaborasi dan transformasi menjadi jawaban penawar 'lara' bagi industri pilar demokrasi beberapa tahun terakhir ini. Kolaborasi multistakeholder sangat dibutuhkan untuk secara bersamaan mendorong kemajuan dan kebangkitan ekonomi Indonesia.
"Transformasi menjadi keniscayaan agar pers sebagai institusi bisnis dapat berdiri tegap di tengah gemuruh angin disrupsi perubahan teknologi yang begitu cepat," tegasnya.
Ulang Tahun ke-77 SPS yang akan diselenggarakan di Bali pada tahun 2023, menjadi momentum bagi SPS untuk duduk bersama dengan para pemangku kepentingan, berbagi masukan dan pengalaman serta membangun jalan masa depan bagi industri media, baik di daerah maupun nasional yang mensejahterakan.
"Membangun kolaborasi dengan berbagai stakeholder dan berkontribusi dalam degup jantung ekonomi Indonesia, menandakan eksistensi organisasi SPS masih ada dan tetap memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan ekosistem pers nasional dan pembangunan peradaban bangsa," tutupnya.
SPS didirakan pada 76 tahun silam, tepatnya 8 Juni 1946, tokoh-tokoh, pendiri perusahaan-perusahaan pers nasional berkumpul di Yogyakarta untuk mengikrarkan berdirinya Serikat Penerbit Suratkabar (SPS). Organisasi ini menjadi alat perjuangan dalam menjaga kedaulatan Republik Indonesia melalui pers.
Salah satu momentum terpenting SPS terjadi tahun 2011, saat Kongres XXIII di Bali. Di mana organisasi ini bertransformasi seiring perkembangan bisnis anggota-anggotanya. Menjadi bukan sekadar organisasi penerbit media cetak dan mengubah brand Serikat Penerbit Suratkabar menjadi Serikat Perusahaan Pers.
Saat ini SPS memiliki 30 cabang provinsi yang di seluruh Indonesia, dengan 600 anggota perusahaan pers. Mayoritas berasal dari media cetak arus utama yang sudah mengembangkan bisnis persnya ke berbagai platform.
Ditutup dengan pemberian penghargaan untuk rekan-rekan media yang dianggap berhasil mengelola brandnya di media sosial.
"8 Juni 1946, SPS didirikan oleh tokoh-tokoh, pendiri perusahaan-perusahaan pers nasional. Dirgahayu ke-77 SPS," kata Ketua Umum SPS, Januar P Ruswita, Kamis (8/6/2023).
"Terus mengawal industri media dengan entitas bisnis yang sehat dan entitas pers dengan produk jurnalistik berkualitas, bertanggung jawab, serta menjadi bagian pencerdas bangsa," tambahnya.
Baca Juga
Diungkapkan Januar, selain apresiasi untuk media, pada perayaan HUT ke-77, SPS juga akan memberikan penghargaan ke beberapa pemangku kepentingan perusahaan pers atas sumbangsihnya dalam merawat ekosistem media.
"Tema besar yang diusung pada HUT ke-77 yakni Transformasi Industri Media untuk Bangkit Bersama, dalam konteks ini SPS menilai, transformasi dari media konvensional ke media digital ternyata tidak lagi cukup untuk bertahan apalagi bersaing," ucapnya.
Kehadiran media baru atau new media kata Januar, telah mengubah struktur kompetisi bisnis media, mulai dari perubahan bentuk, pola organisasi, hingga sampai pada cara produksi, distribusi, dan mengkonsumsi media.
Menurutnya, jurnalis sebagai profesi yang sangat dekat dengan media baru, harus meningkatkan kompetensi dan kreativitasnya untuk dapat bersaing di media baru sesuai dengan karakteristiknya.
"Secara internal, perusahaan media sebagai sebuah institusi bisnis, dipaksa bertransformasi dengan mengacu pada proses dan strategi penggunaan teknologi digital, untuk secara drastis mengubah cara bisnis beroperasi dan melayani audiens dan mitranya," jelasnya.
Suka atau tidak suka kata dia, inilah keniscayaan bagi semua institusi bisnis di era digitalisasi. Tak peduli seberapa besar ukuran atau industrinya, akan semakin bergantung pada data dan teknologi untuk beroperasi lebih efisien dan memberikan nilai kepada pelanggan (audiens), mitra, yang semakin efisien, efektif, terukur secara kuantitatif dan kualitatif.
"Sementara itu dalam menjawab lingkungan bisnis yang bergerak cepat, tak ada barrier to entry ke industri media, mengharuskan industri media memperkuat posisinya dalam berbagai situasi," ucapnya.
SPS dijelaskan Januar, sebagai organisasi bernaung perusahaan pers di Indonesia, konstituen Dewan Pers, sekaligus 'tulang punggung wibawa' industri media nasional, harus mampu mengambil posisi paling depan dalam degup persaingan industri.
"Perusahaan media sudah tidak bisa lagi menggunakan cara lama untuk bersaing hari ini apalagi di masa depan. Perusahaan media tidak boleh 'gagap' di ranah ekosistem digital, yang menekan kehidupan pers akibat penguasaan sistem distribusi konten oleh perusahaan global," ungkapnya.
Kemudian sambungnya, ditambah dengan regulasi pemerintah yang lambat laun menenggelamkan keberadaan bisnis media lokal. Untuk itu kita harus proaktif, penuh kesadaran turut memperbaikinya secara kolektif demi masa depan bisnis media yang menjanjikan.
SPS menurutnya, tidak akan pernah lupa terhadap esensi keberadaan pers sesungguhnya, dan juga tidak ingin tenggelam dalam kebesaran nama pada masa lalu. Sebagai organisasi pers, SPS hadir membawa misi suci ikut menegakkan pilar demokrasi.
"Pers juga bekerja atas nama kepentingan publik, memberikan panduan bagi publik dalam banyak isu, mulai dari isu politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, bahkan aspek pertahanan dan keamanan, Sehingga semua pihak memiliki kewajiban yang sama untuk turut menjaga dan merawat pilar demokrasi ini," kata Januar.
Diakuinya, kolaborasi dan transformasi menjadi jawaban penawar 'lara' bagi industri pilar demokrasi beberapa tahun terakhir ini. Kolaborasi multistakeholder sangat dibutuhkan untuk secara bersamaan mendorong kemajuan dan kebangkitan ekonomi Indonesia.
"Transformasi menjadi keniscayaan agar pers sebagai institusi bisnis dapat berdiri tegap di tengah gemuruh angin disrupsi perubahan teknologi yang begitu cepat," tegasnya.
Ulang Tahun ke-77 SPS yang akan diselenggarakan di Bali pada tahun 2023, menjadi momentum bagi SPS untuk duduk bersama dengan para pemangku kepentingan, berbagi masukan dan pengalaman serta membangun jalan masa depan bagi industri media, baik di daerah maupun nasional yang mensejahterakan.
"Membangun kolaborasi dengan berbagai stakeholder dan berkontribusi dalam degup jantung ekonomi Indonesia, menandakan eksistensi organisasi SPS masih ada dan tetap memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan ekosistem pers nasional dan pembangunan peradaban bangsa," tutupnya.
SPS didirakan pada 76 tahun silam, tepatnya 8 Juni 1946, tokoh-tokoh, pendiri perusahaan-perusahaan pers nasional berkumpul di Yogyakarta untuk mengikrarkan berdirinya Serikat Penerbit Suratkabar (SPS). Organisasi ini menjadi alat perjuangan dalam menjaga kedaulatan Republik Indonesia melalui pers.
Salah satu momentum terpenting SPS terjadi tahun 2011, saat Kongres XXIII di Bali. Di mana organisasi ini bertransformasi seiring perkembangan bisnis anggota-anggotanya. Menjadi bukan sekadar organisasi penerbit media cetak dan mengubah brand Serikat Penerbit Suratkabar menjadi Serikat Perusahaan Pers.
Saat ini SPS memiliki 30 cabang provinsi yang di seluruh Indonesia, dengan 600 anggota perusahaan pers. Mayoritas berasal dari media cetak arus utama yang sudah mengembangkan bisnis persnya ke berbagai platform.
(maf)