Wamenkumham Sebut KUHP Baru Tak Lagi Jadi Sarana Balas Dendam
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan, keberadaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) yang baru disahkan pada akhir 2022, tak lagi menjadi sarana balas dendam. Menurutnya, KUHP baru ini berorientasi pada keadilan korektif.
"KUHP Nasional ini tak lagi berorientasi pada keadilan retributif yang gunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam," kata Eddy, sapaan akrab Edward Omar Sharif Hiariej, dalam acara Kumham Goes To Campus di Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, Kamis (8/6/2023).
Eddy berkata, sanksi yang tertera dalam KUHP dialternatifkan pada sanksi penjara atau denda. Pasalnya, kata Eddy, salah satu visi dari KUHP baru untuk mencegah penjatuhan pidana dalam waktu singkat.
"Jadi nanti hakim tidak lagi memutus orang 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun penjara. No way. Tidak ada. Kalau hakim mau menjatuhkan hukuman penjara di atas 5 tahun, karena kita tidak lagi gunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam," katanya.
Menurut Eddy, KUHP baru berorientasi pada hukum pidana modern. Dalam hukum pidana modern, sambungnya, akan mengedepankan keadilan korektif. "Pelaku dikenakan sanksi. Sanksi jangan ada benak kita bahwa sanksi itu harus penjara, penjara itu masih jauh di belakang. Sanksi di KUHP Nasional, bisa berarti pidana bisa berarti tindakan," ujarnya.
"Jadi kepada pelaku sebagai bentuk koreksi bahwa dia melakukan tindakan yang salah, diberi sanksi. Sanksi itu bisa pidana bisa tindakan, tergantung hakim," imbuhnya.
Tak hanya itu, Eddy berkata, orientasi hukum pidana modern juga mengedepankan aspek keadilan restoratif, misalnya pemulihan terhadap korban.
"Kalau keadilan korektif berorientasi pada pelaku, keadilan restoratif berorientasi pada korban, maka paradigma hukum pidana modern yang ketiga itu keadilan rehabilitatif," ucapnya.
"Apa itu? Pelaku kejahatan tidak hanya dikoreksi tetapi juga diperbaiki. Korban kejahatan, tidak hanya dipulihkan, tetapi juga diperbaiki. Ini visi yang kita pahami dulu," katanya.
"KUHP Nasional ini tak lagi berorientasi pada keadilan retributif yang gunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam," kata Eddy, sapaan akrab Edward Omar Sharif Hiariej, dalam acara Kumham Goes To Campus di Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, Kamis (8/6/2023).
Eddy berkata, sanksi yang tertera dalam KUHP dialternatifkan pada sanksi penjara atau denda. Pasalnya, kata Eddy, salah satu visi dari KUHP baru untuk mencegah penjatuhan pidana dalam waktu singkat.
"Jadi nanti hakim tidak lagi memutus orang 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun penjara. No way. Tidak ada. Kalau hakim mau menjatuhkan hukuman penjara di atas 5 tahun, karena kita tidak lagi gunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam," katanya.
Menurut Eddy, KUHP baru berorientasi pada hukum pidana modern. Dalam hukum pidana modern, sambungnya, akan mengedepankan keadilan korektif. "Pelaku dikenakan sanksi. Sanksi jangan ada benak kita bahwa sanksi itu harus penjara, penjara itu masih jauh di belakang. Sanksi di KUHP Nasional, bisa berarti pidana bisa berarti tindakan," ujarnya.
"Jadi kepada pelaku sebagai bentuk koreksi bahwa dia melakukan tindakan yang salah, diberi sanksi. Sanksi itu bisa pidana bisa tindakan, tergantung hakim," imbuhnya.
Tak hanya itu, Eddy berkata, orientasi hukum pidana modern juga mengedepankan aspek keadilan restoratif, misalnya pemulihan terhadap korban.
"Kalau keadilan korektif berorientasi pada pelaku, keadilan restoratif berorientasi pada korban, maka paradigma hukum pidana modern yang ketiga itu keadilan rehabilitatif," ucapnya.
"Apa itu? Pelaku kejahatan tidak hanya dikoreksi tetapi juga diperbaiki. Korban kejahatan, tidak hanya dipulihkan, tetapi juga diperbaiki. Ini visi yang kita pahami dulu," katanya.
(abd)