Mengukur Kewajaran Harga Telur
loading...
A
A
A
Tapi hakikatnya kita semua tidak punya kuasa untuk menahannya. Jika harga telur ini kian tak terkendali dan terus-menerus tak ada solusi konkret dari pemerintah maupun otoritas terkait, sangat mungkin akan meledak kapan pun. Sekali lagi, jika solusi masih setengah hati, jelas tak ada yang mampu menggaransi geger soal telur ini bisa benar-benar berhenti.
Potensi kekacauan pasar ini tentu sebisa mungkin dihindari. Pasti banyak cara untuk mencegahnya agar seolah tak menjadi bola liar yang bisa menghantam sana-sini. Pemerintah seharusnya bisa bekerja lebih taktis menghadapi fenomena harga telur ini. Sebab masalah telur sejatinya bukan problem hari ini.
Jika ditarik ke belakang, sejak pandemi Covid-19 mendahsyat, tepatnya pertengahan 2021 silam, harga telur telah menunjukkan tren naik. Banyak faktor pemicu saat itu, seperti naiknya harga jagung, proses impor bahan pakan yang terhambat dan lain sebagainya. Pada 2022, pemicunya tak jauh beda.
Hanya, saat itu sempat ada alasan kenaikan harga akibat permintaan (demand) yang tinggi untuk paket bantuan sosial yakni Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH) Tahap 3. Di mata pedagang, mereka punya pandangan tersendiri di balik kekisruhan harga telur ini.
Akhir Mei lalu, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri menyebut, tidak jelasnya harga telur lebih karena faktor alur distribusi yang semrawut. Penyaluran telur dari peternak tak lagi mayoritas lewat distributor lama namun lewat jalur lain. Bahkan banyak peternak yang langsung menjual ke pasar atau distributor anyar.
Abdullah mengungkap, beberapa program pemerintah seperti bantuan sosial Keluarga Rentan Stunting (KRS) Badan Pangan Nasional dan toko-toko yang digagas kementerian juga menyumbang penyebab tingginya harga telur belakangan ini.
Tren kenaikan itu masih terlihat hingga hari ini. Selain soal harga jagung, setahun terakhir kenaikan telur juga disebut-sebut efek dari perang Rusia-Ukraina yang meletus sejak Februari 2022. Ada juga yang berpandangan kenaikan lantaran cuaca ekstrem akhir-akhir ini yang memicu hasil produksi turun.
Ada juga yang menganalisis bahwa minimnya suplai saat ini membuat harga naik tidak keruan. Minim suplai itu akibat banyak peternak tak lagi memproduksi telur alias bangkrut lantaran pakan tinggi, cuaca dan lain sebagainya.
Di luar masalah itu, tentu kalau mau dibedah masih banyak sederet pemicu lain. Seperti analisis Presiden Peternak Layer Indonesia Musdar Mesdi yang menyebut kenaikan harga telur akibat permintaan telur meningkat menyusul banyaknya pesanan nasi bungkus saat pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg), Mei lalu. Ada-ada saja. Tapi semua bisa dihubungkan dan mungkin semua bisa saling memengaruhi.