Mengukur Kewajaran Harga Telur
loading...
A
A
A
Abdul Hakim
Jurnalis SINDOnews
SUNARTI tiba-tiba menahan napas begitu dalam. Ibu rumah tangga yang tinggal di Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten ini tampak setengah kaget. Dari rumahnya, Selasa (6/6/2023) siang itu, Sunarti tengah memesan telur ke pedagang kelontong langganannya.
"Ya sudah 34.000 rupiah nggak apa-apa, bagaimana lagi harus beli," balas Sunarti saat diberi tahu pedagang bahwa harga telur naik lagi hari itu.
Harga telur ayam ras akhir-akhir ini memang terus meluncur naik dan seolah sulit diatur. Produsen atau peternak, dengan dalih harga-harga pakan ternak telah melambung akhirnya mematok harga jual yang tinggi. Di pasar, harga pun menjadi sangat fluktuatif lantaran tak ada yang bisa mengendalikan secara pasti. Para pedagang pun pusing Kenaikan harga telur yang terus terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini adalah tercatat yang paling lama.
Di tengah situasi tak stabil tersebut, seperti yang dialami Sunarti, masyarakat atau konsumen dihadapkan pada pilihan pelik sekaligus sulit. Telur telah menjadi bahan pokok konsumsi harian. Maka, ketika tiba-tiba harga telur kian tak terkendali mereka pun hanya bisa pasrah meski sebenarnya harus membeli dengan berat hati.
Harga telur memang tengah tak wajar. Di pasar, harga per kilogram (kg) bahkan ada yang tembus hingga Rp38.000. Ini jauh di atas situasi sebelumnya yang berkisar Rp26.000 hingga Rp29.000/kg.
Peternak tentu punya alasan kuat sekaligus pembenar untuk menaikkan harga. Pakan ayam, baik jagung sebagai pakan utama maupun berbagai campuran seperti soyabean meal (SBM), meat bone meal (MBM) yang meroket membuat mereka berpikir realistis.
Baru-baru ini, Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) Rofi Yasifun mengungkap, harga keekonomian di level peternak saat ini sebenarnya antara Rp26.000 hingga Rp28.000 per kg. Harga ini sudah naik dari awalnya yang Rp23.000 per kg. Jika harga telur di pasaran kemudian rata-rata sudah di atas Rp30.000/kg, itu adalah realitas yang sulit dielakkan.
Masyarakat tentu menjerit. Namun beruntung, jeratan harga telur yang gila-gilaan ini belum sampai memunculkan riak kegaduhan yang lebih dalam. Memang seperti halnya yang terjadi pada Agustus 2022, kenaikan harga telur ini memicu inflasi yang sangat tinggi. Dan, tentu semua pihak tak mengharapkan adanya kekacauan yang lebih luas. Apalagi di tahun politik ini, masalah kecil saja bisa diolah menjadi 'bom isu'.
Jurnalis SINDOnews
SUNARTI tiba-tiba menahan napas begitu dalam. Ibu rumah tangga yang tinggal di Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten ini tampak setengah kaget. Dari rumahnya, Selasa (6/6/2023) siang itu, Sunarti tengah memesan telur ke pedagang kelontong langganannya.
"Ya sudah 34.000 rupiah nggak apa-apa, bagaimana lagi harus beli," balas Sunarti saat diberi tahu pedagang bahwa harga telur naik lagi hari itu.
Harga telur ayam ras akhir-akhir ini memang terus meluncur naik dan seolah sulit diatur. Produsen atau peternak, dengan dalih harga-harga pakan ternak telah melambung akhirnya mematok harga jual yang tinggi. Di pasar, harga pun menjadi sangat fluktuatif lantaran tak ada yang bisa mengendalikan secara pasti. Para pedagang pun pusing Kenaikan harga telur yang terus terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini adalah tercatat yang paling lama.
Di tengah situasi tak stabil tersebut, seperti yang dialami Sunarti, masyarakat atau konsumen dihadapkan pada pilihan pelik sekaligus sulit. Telur telah menjadi bahan pokok konsumsi harian. Maka, ketika tiba-tiba harga telur kian tak terkendali mereka pun hanya bisa pasrah meski sebenarnya harus membeli dengan berat hati.
Harga telur memang tengah tak wajar. Di pasar, harga per kilogram (kg) bahkan ada yang tembus hingga Rp38.000. Ini jauh di atas situasi sebelumnya yang berkisar Rp26.000 hingga Rp29.000/kg.
Peternak tentu punya alasan kuat sekaligus pembenar untuk menaikkan harga. Pakan ayam, baik jagung sebagai pakan utama maupun berbagai campuran seperti soyabean meal (SBM), meat bone meal (MBM) yang meroket membuat mereka berpikir realistis.
Baru-baru ini, Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) Rofi Yasifun mengungkap, harga keekonomian di level peternak saat ini sebenarnya antara Rp26.000 hingga Rp28.000 per kg. Harga ini sudah naik dari awalnya yang Rp23.000 per kg. Jika harga telur di pasaran kemudian rata-rata sudah di atas Rp30.000/kg, itu adalah realitas yang sulit dielakkan.
Masyarakat tentu menjerit. Namun beruntung, jeratan harga telur yang gila-gilaan ini belum sampai memunculkan riak kegaduhan yang lebih dalam. Memang seperti halnya yang terjadi pada Agustus 2022, kenaikan harga telur ini memicu inflasi yang sangat tinggi. Dan, tentu semua pihak tak mengharapkan adanya kekacauan yang lebih luas. Apalagi di tahun politik ini, masalah kecil saja bisa diolah menjadi 'bom isu'.