Fahira Idris Minta Pemerintah Bikin Cetak Biru tentang Perlindungan Anak

Jum'at, 24 Juli 2020 - 11:09 WIB
loading...
Fahira Idris Minta Pemerintah Bikin Cetak Biru tentang Perlindungan Anak
Anggota DPD Fahira Idris mengatakan, berbagai kasus kekerasan seksual terhadap anak terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kekerasan, terutama kejahatan seksual, terhadap anak masih menjadi ancaman bagi tumbuh kembang anak-anak Indonesia. Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) harus menjadi momentum bagi bangsa ini untuk memberikan peringatan kepada siapa saja bahwa tidak ada tempat bagi predator (pedofil).

(Baca juga: Lindungi dan Penuhi Hak Anak sebagai Aset Bangsa)

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris mengatakan, berbagai kasus kekerasan seksual terhadap anak terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Itu menunjukkan predator pedofil masih menjadi ancaman nyata bagi keselamatan anak-anak Indonesia.

Ada dua kasus besar yang menyedot perhatian, yakni predator anak asal Amerika Serikat Russ Albert Medlin dan Francois Abello Camile asal Perancis. Francois diduga telah mencabuli 305 anak di bawah umur. Dia memilih mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.

"Perlu ada peringatan keras baik yang digaungkan di dalam maupun luar negeri, bahwa hukum Indonesia tidak main-main terhadap pelaku kekerasan terhadap anak. Hukum Indonesia sudah menyatakan kekerasan terhadap anak adalah kejahatan luar biasa dan hukuman mati menanti," kata Fahira Idris, Jumat (24/7/2020).

(Baca juga: Angka Kekerasan Anak Tinggi di Masa Pandemi, Ini Arahan Dewan)

Fahira menerangkan, pemahaman kekerasan terhadap anak adalah kejahatan luar biasa masih rendah. Itu terjadi bukan hanya di tataran masyarakat, tapi di kalangan pemangku kepentingan perlindungan anak. Dugaan kejahatan seksual yang dilakukan petugas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur merupakan contoh nyata.

Masalah lain, pelayanan rehabilitasi korban kekerasan belum maksimal. Korban seharusnya mendapat pembinaan, pendampingan, serta pemulihan mulai dari konseling, terapi psikologi, advokasi sosial, termasuk penyediaan akses pelayanan kesehatan.

"Performa pelayanan rehabilitasi anak korban kekerasan ini belum sepenuhnya merata, terutama secara kualitas, di seluruh Indonesia. Kekerasan terhadap anak, terutama seksual, apalagi dalam jumlah masif harus ditangani secara serius," tutur senator asal DKI Jakarta itu.

Dia berharap, pemerintahan kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninggalkan policy perlindungan anak. Pemerintah harus membuat Cetak biru perlindungan anak Indonesia yang komprehensif.

"Blueprint itu penting. Selain sebagai strategi menihilkan kasus kekerasan terhadap anak, juga menjadi panduan bagi pemangku kepentingan anak untuk berkolaborasi menciptakan Indonesia yang ramah anak," pungkasnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1686 seconds (0.1#10.140)