Era Keterbukaan dan Transparansi, MA Jangan Kalah dengan Teknologi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keterbukaan dan transparansi Mahkamah Agung (MA) dalam menyelesaikan perkara ditingkat kasasi serta peninjauan kembali (PK) menjadi sorotan publik. Utamanya menyangkut pidana berlabel extra-ordinary crime dengan kualifikasi korupsi, narkotika maupun psikotropika serta perkara hak uji materiil, sengketa pajak, dan persaingan usaha.
Upaya perkara tersebut dinilai sangat lamban. Misalnya bagaimana proses minutasi, penyampaian salinan putusan ke para pihak dan pengadilan negeri asal, hingga publikasi dengan diunggah ke laman Direktori Putusan MA. Lambatnya proses unggahan jauh berbeda dan kalah cepat dengan perkara yang ditangani dan diputus oleh pengadilan tinggi.
Padahal dari segi informasi perkara dan salinan putusan, MA sudah memiliki tiga laman yang bisa diakses publik. Ketiganya yakni Kesekretariatan, Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) dan Direktori Putusan MA. Di sisi lain, layanan e-Court yang bisa diakses di website MA dengan empat fitur juga belum menunjukkan perkembangan signifikan. Karenanya pemanfaatan teknologi di level para hakim agung, para pegawai Kesekretariatan MA, dan petugas pengunggah salinan putusan harus lebih ditingkatkan. (Baca: Mafia Peradilan Diawali dari Hakim-Pengacara Main Golf Bersama)
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Abraham Todo Napitupulu menyatakan, pada awal Juli 2020, pihaknya bekerjasama dengan MA mengembangkan aplikasi Penghasil Informasi Hukum atau Legal Information Generator Application (LIGA) untuk perkara korupsi. Aplikasi ini berisi beberapa fitur dan merupakan pengembangan dari laman Direktori Putusan MA.
Erasmus mengungkapkan, Direktori Putusan MA berbasis website mencakup seluruh lembaga peradilan mulai tingkat pertama atau pengadilan negeri hingga MA. Tapi acap kali ada banyak salinan putusan dalam bentuk softcopy pdf pada tingkat pengadilan negeri tidak tersedia di laman tersebut.
Hal yang sama juga terjadi di laman Kepaniteraan MA maupun laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) pengadilan negeri, pengadilan tinggi, hingga MA. Dua laman ini hanya berisi informasi singkat.
Mestinya, kata dia, di laman SIPP tersedia semua dokumen seperti salinan putusan bahkan dakwaan, tuntutan, dan pleidoi. Untuk terpenuhinya seluruh dokumen, maka sangat perlu perbaikan koordinasi antara jaksa dengan pengadilan. (Baca juga: Rontoknya Tiga Jenderal Polisi Dalam Skandal Djoko Tjandra)
Jika semua dokumen itu ada, masyarakat akan mudah mengakses, mendapatkan informasi, mengetahui perkembangan perkara, memudahkan pengawasan, memudahkan unsur masyarakat yang akan melakukan penelitian, hingga mempermudah para jurnalis menulis berita.
"Tujuannya transparansi. Kemudian melakukan pengawasan terhadap lembaga peradilan. Jadi penyediaan semua informasi, data, dan dokumentasi sangat penting," ujar Erasmus.
Dia mengatakan, penggunaan dan pemanfaatan TIT sangat penting bagi MA termasuk untuk para hakim agung, jajaran kepaniteraan MA, hingga lembaga peradilan di bawahnya. Koordinasi antara jajaran Kepaniteraan MA dengan para hakim agung pun bisa diperkuat dengan pemanfaatan TIK. Pasalnya, jangan sampai terjadi berbagai dugaan penyimpangan hingga kesalahan terkecil seperti untuk pencantuman nama terdakwa atau terpidana.
"Ke depan, semua putusan sudah berbasis aplikasi. Supaya lebih cepat naik. Selama ini kan putusan diketik dulu jadi bentuk MS Word, kemudian dikasikan ke kepaniteraan baru dimasukkan di-upload," imbuhnya.
Dia menceritakan, ICJR pernah melakukan sejumlah penelitian atas berbagai perkara hingga berkekuatan hukum tetap (inkracht). Saat turun ke lapas, tim melakukan wawancara dengan narapidana sebagai narasumber bahwa saat salinan hardcopy putusan masuk atau diserahkan ke lapas, ternyata angka masa pidana penjara, pidana denda, dan subsidernya berubah drastis. “Misalnya dipidana 10 tahun, begitu masuk lapas angka pidananya berubah jadi 5 tahun. Itu karena apa? Karena mekanisme masih manual," paparnya.
Dia menggariskan, MA sebaiknya membuat atau mengkonversi berbagai layanan elektronik berbasis website yang dimiliki menjadi berbasis android dan iOS. Karena konversi itu berhubungan erat dengan transparansi, kemudahan akses, dan kemudahan pengawasan. "Kalau misalnya semua informasi dan data tersedia baik di website, android, ataupun iOS lebih bagus dan mudah," imbuhnya. (Baca juga: Kutip Hadis Nabi Muhammad, Biden Ingin Sekolah AS Ajarkan Islam)
Guru besar ilmu komunikasi Universitas Indonesia (UI) Ibnu Hamad menilai MA perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di level para hakim agung, pegawai Kesekretariatan MA, dan petugas pengunggah salinan putusan untuk pemanfaatan teknologi informasi komunikasi (TIK). "MA harus bisa beradaptasi dengan teknologi informasi. Apalagi layanan elektronik bukan sesuatu yang baru di MA," tegas Ibnu.
Dia berpandangan, penguasaan teknologi sangat penting bagi MA termasuk para hakim agung dan para pegawai MA. Pasalnya, sebelum ada pandemi Covid-19 pun, dunia teknologi sudah diramaikan dengan isu industri 4.0 berbasiskan internet atau internet of things. Dengan demikian, penggunaan TIK tidak bisa dihindarkan dalam interaksi sosial. "Baik di pemerintahan (layanan publik) maupun swasta (perdagangan, bisnis)," ujarnya.
Ibnu menggariskan, aplikasi yang digunakan MA termasuk aplikasi berbasis android dan iOS sebenarnya baik. Yang penting, kata dia aplikasi itu user friendly bagi masyarakat yang dilayani dan fitur-fiturnya selalu adaptif dengan kebutuhan khalayak. Berikut penekanannya pada kemampuan dan kegunaan teknologi atau aplikasi. "Sebaiknya dalam memilih teknologi dan/atau aplikasi bukanlah pada jenis dan mereknya belaka, tapi kemampuannya dan kegunaannya dalam melayani publik," ucapnya.
MA sendiri berkelit soal keterbukaan dan transparansi informasi. Hakim agung sekaligus Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengkalim pihaknya sudah sangat terbuka dalam penyampaian informasi terhadap penanganan perkara. Menurut dia, penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi di lingkungan MA sangat membantu dan mempercepat pelaksanaan tugas dan kewenangan MA termasuk para pejabat, hakim agung, dan jajaran kepaniteraan. (Baca juga: Gawat, Banyak Karyawan AJB Bumiputera Diteror Nasabahnya)
"Kami akan terus membangun dan mengembangkan berbagai aplikasi untuk manajemen perkara maupun manajemen umum. Untuk itu yang diperlukan bukan semata-mata aplikasi, tapi juga hardware, software, jaringan dan listrik yang memadai," ujar Andi.
Ketua Muda MA Bidang Pengawasan ini membeberkan, pengadilan berbasis teknologi informasi akan mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh informasi perkara maupun non perkara yang dikelola pengadilan hingga tingkat MA. Artinya, penggunaan teknologi informasi oleh MA dan badan peradilan di bawahnya sangat berdampak positif terhadap kemudahan akses masyarakat terhadap peradilan.
"Kini MA semakin transparan dan akuntababel. Dengan dukungan TI, prinsip peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan benar-benar dapat diwujudkan," paparnya.
Andi mencontohkan, MA dan lembaga peradilan di bawahnya memiliki aplikasi SIPP. Aplikasi ini berguna untuk internal peradilan maupun untuk publik. Bagi internal peradilan, SIPP berguna untuk mengadministrasikan perkara sejak didaftarkan, didistribusikan, disidangkan, diputus hingga diminutasi.
SIPP juga berguna untuk kontrol kinerja. Jumlah jenis dan sebaran perkara di seluruh Indonesia terpantau di situ. Demikian juga dengan kinerja penanganan perkara tiap-tiap pengadilan dapat dimonitor secara realtime. "Bagi publik, SIPP sangat berguna untuk menelusuri riwayat perkara, jadwal sidang hingga penggunaan biaya perkara," tuturnya.
Contoh lainnya, ujar Andi, adalah Direktori Putusan dan e-Court. Direktori Putusan terbukti sangat memudahkan masyarakat mencari putusan. Sedangkan e-Court terbukti membuat para pencari keadilan terbebas dari antrian panjang saat mendaftar perkara, membayar biaya perkara lebih murah dan tentu saja dapat bersidang secara online. Aplikasi e-Court sungguh sangat bermanfaat di era pandemi Covid 19 seperti saat ini. (Lihat videonya: Maling Kambing Jadi Bulan-bulanan Warga)
Berikutnya SIWAS yang merupakan aplikasi untuk melaporkan kinerja dan perilaku aparatatur peradilan. Siapapun boleh membuat pengaduan via aplikasi ini, baik publik maupun sesama aparatur peradilan. MA menyebutnya whistle blowing system. Pengaduan-pengaduan yang masuk via SIWAS kemudian ditangani oleh Badan Pengawasan MA .
"Mereka yang terbukti bersalah akan dijatuhi hukuman disiplin berat, sedang atau ringan. Setiap bulan kami mempublikasikan daftar aparatur peradilan yang terkena hukuman disiplin," imbuhnya.
Andi menggariskan, ada tiga strategi yang dipakai MA untuk meningkatkan kapasitas SDM hakim, kepaniteraan dan kesekretariatan agar mahir menjalankan berbagai aplikasi. Pertama, menyelenggarakan berbagai pelatihan, bimbingan teknis, dan workshop secara tatap muka. Kedua, pengadilan-pengadilan pada empat lingkungan peradilan menyelenggarakan diklat di tempat kerja masing-masing. Ketiga, mengadakan pelatihan, supervisi dan monitoring secara daring. (Sabir Laluhu)
Upaya perkara tersebut dinilai sangat lamban. Misalnya bagaimana proses minutasi, penyampaian salinan putusan ke para pihak dan pengadilan negeri asal, hingga publikasi dengan diunggah ke laman Direktori Putusan MA. Lambatnya proses unggahan jauh berbeda dan kalah cepat dengan perkara yang ditangani dan diputus oleh pengadilan tinggi.
Padahal dari segi informasi perkara dan salinan putusan, MA sudah memiliki tiga laman yang bisa diakses publik. Ketiganya yakni Kesekretariatan, Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) dan Direktori Putusan MA. Di sisi lain, layanan e-Court yang bisa diakses di website MA dengan empat fitur juga belum menunjukkan perkembangan signifikan. Karenanya pemanfaatan teknologi di level para hakim agung, para pegawai Kesekretariatan MA, dan petugas pengunggah salinan putusan harus lebih ditingkatkan. (Baca: Mafia Peradilan Diawali dari Hakim-Pengacara Main Golf Bersama)
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Abraham Todo Napitupulu menyatakan, pada awal Juli 2020, pihaknya bekerjasama dengan MA mengembangkan aplikasi Penghasil Informasi Hukum atau Legal Information Generator Application (LIGA) untuk perkara korupsi. Aplikasi ini berisi beberapa fitur dan merupakan pengembangan dari laman Direktori Putusan MA.
Erasmus mengungkapkan, Direktori Putusan MA berbasis website mencakup seluruh lembaga peradilan mulai tingkat pertama atau pengadilan negeri hingga MA. Tapi acap kali ada banyak salinan putusan dalam bentuk softcopy pdf pada tingkat pengadilan negeri tidak tersedia di laman tersebut.
Hal yang sama juga terjadi di laman Kepaniteraan MA maupun laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) pengadilan negeri, pengadilan tinggi, hingga MA. Dua laman ini hanya berisi informasi singkat.
Mestinya, kata dia, di laman SIPP tersedia semua dokumen seperti salinan putusan bahkan dakwaan, tuntutan, dan pleidoi. Untuk terpenuhinya seluruh dokumen, maka sangat perlu perbaikan koordinasi antara jaksa dengan pengadilan. (Baca juga: Rontoknya Tiga Jenderal Polisi Dalam Skandal Djoko Tjandra)
Jika semua dokumen itu ada, masyarakat akan mudah mengakses, mendapatkan informasi, mengetahui perkembangan perkara, memudahkan pengawasan, memudahkan unsur masyarakat yang akan melakukan penelitian, hingga mempermudah para jurnalis menulis berita.
"Tujuannya transparansi. Kemudian melakukan pengawasan terhadap lembaga peradilan. Jadi penyediaan semua informasi, data, dan dokumentasi sangat penting," ujar Erasmus.
Dia mengatakan, penggunaan dan pemanfaatan TIT sangat penting bagi MA termasuk untuk para hakim agung, jajaran kepaniteraan MA, hingga lembaga peradilan di bawahnya. Koordinasi antara jajaran Kepaniteraan MA dengan para hakim agung pun bisa diperkuat dengan pemanfaatan TIK. Pasalnya, jangan sampai terjadi berbagai dugaan penyimpangan hingga kesalahan terkecil seperti untuk pencantuman nama terdakwa atau terpidana.
"Ke depan, semua putusan sudah berbasis aplikasi. Supaya lebih cepat naik. Selama ini kan putusan diketik dulu jadi bentuk MS Word, kemudian dikasikan ke kepaniteraan baru dimasukkan di-upload," imbuhnya.
Dia menceritakan, ICJR pernah melakukan sejumlah penelitian atas berbagai perkara hingga berkekuatan hukum tetap (inkracht). Saat turun ke lapas, tim melakukan wawancara dengan narapidana sebagai narasumber bahwa saat salinan hardcopy putusan masuk atau diserahkan ke lapas, ternyata angka masa pidana penjara, pidana denda, dan subsidernya berubah drastis. “Misalnya dipidana 10 tahun, begitu masuk lapas angka pidananya berubah jadi 5 tahun. Itu karena apa? Karena mekanisme masih manual," paparnya.
Dia menggariskan, MA sebaiknya membuat atau mengkonversi berbagai layanan elektronik berbasis website yang dimiliki menjadi berbasis android dan iOS. Karena konversi itu berhubungan erat dengan transparansi, kemudahan akses, dan kemudahan pengawasan. "Kalau misalnya semua informasi dan data tersedia baik di website, android, ataupun iOS lebih bagus dan mudah," imbuhnya. (Baca juga: Kutip Hadis Nabi Muhammad, Biden Ingin Sekolah AS Ajarkan Islam)
Guru besar ilmu komunikasi Universitas Indonesia (UI) Ibnu Hamad menilai MA perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di level para hakim agung, pegawai Kesekretariatan MA, dan petugas pengunggah salinan putusan untuk pemanfaatan teknologi informasi komunikasi (TIK). "MA harus bisa beradaptasi dengan teknologi informasi. Apalagi layanan elektronik bukan sesuatu yang baru di MA," tegas Ibnu.
Dia berpandangan, penguasaan teknologi sangat penting bagi MA termasuk para hakim agung dan para pegawai MA. Pasalnya, sebelum ada pandemi Covid-19 pun, dunia teknologi sudah diramaikan dengan isu industri 4.0 berbasiskan internet atau internet of things. Dengan demikian, penggunaan TIK tidak bisa dihindarkan dalam interaksi sosial. "Baik di pemerintahan (layanan publik) maupun swasta (perdagangan, bisnis)," ujarnya.
Ibnu menggariskan, aplikasi yang digunakan MA termasuk aplikasi berbasis android dan iOS sebenarnya baik. Yang penting, kata dia aplikasi itu user friendly bagi masyarakat yang dilayani dan fitur-fiturnya selalu adaptif dengan kebutuhan khalayak. Berikut penekanannya pada kemampuan dan kegunaan teknologi atau aplikasi. "Sebaiknya dalam memilih teknologi dan/atau aplikasi bukanlah pada jenis dan mereknya belaka, tapi kemampuannya dan kegunaannya dalam melayani publik," ucapnya.
MA sendiri berkelit soal keterbukaan dan transparansi informasi. Hakim agung sekaligus Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengkalim pihaknya sudah sangat terbuka dalam penyampaian informasi terhadap penanganan perkara. Menurut dia, penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi di lingkungan MA sangat membantu dan mempercepat pelaksanaan tugas dan kewenangan MA termasuk para pejabat, hakim agung, dan jajaran kepaniteraan. (Baca juga: Gawat, Banyak Karyawan AJB Bumiputera Diteror Nasabahnya)
"Kami akan terus membangun dan mengembangkan berbagai aplikasi untuk manajemen perkara maupun manajemen umum. Untuk itu yang diperlukan bukan semata-mata aplikasi, tapi juga hardware, software, jaringan dan listrik yang memadai," ujar Andi.
Ketua Muda MA Bidang Pengawasan ini membeberkan, pengadilan berbasis teknologi informasi akan mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh informasi perkara maupun non perkara yang dikelola pengadilan hingga tingkat MA. Artinya, penggunaan teknologi informasi oleh MA dan badan peradilan di bawahnya sangat berdampak positif terhadap kemudahan akses masyarakat terhadap peradilan.
"Kini MA semakin transparan dan akuntababel. Dengan dukungan TI, prinsip peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan benar-benar dapat diwujudkan," paparnya.
Andi mencontohkan, MA dan lembaga peradilan di bawahnya memiliki aplikasi SIPP. Aplikasi ini berguna untuk internal peradilan maupun untuk publik. Bagi internal peradilan, SIPP berguna untuk mengadministrasikan perkara sejak didaftarkan, didistribusikan, disidangkan, diputus hingga diminutasi.
SIPP juga berguna untuk kontrol kinerja. Jumlah jenis dan sebaran perkara di seluruh Indonesia terpantau di situ. Demikian juga dengan kinerja penanganan perkara tiap-tiap pengadilan dapat dimonitor secara realtime. "Bagi publik, SIPP sangat berguna untuk menelusuri riwayat perkara, jadwal sidang hingga penggunaan biaya perkara," tuturnya.
Contoh lainnya, ujar Andi, adalah Direktori Putusan dan e-Court. Direktori Putusan terbukti sangat memudahkan masyarakat mencari putusan. Sedangkan e-Court terbukti membuat para pencari keadilan terbebas dari antrian panjang saat mendaftar perkara, membayar biaya perkara lebih murah dan tentu saja dapat bersidang secara online. Aplikasi e-Court sungguh sangat bermanfaat di era pandemi Covid 19 seperti saat ini. (Lihat videonya: Maling Kambing Jadi Bulan-bulanan Warga)
Berikutnya SIWAS yang merupakan aplikasi untuk melaporkan kinerja dan perilaku aparatatur peradilan. Siapapun boleh membuat pengaduan via aplikasi ini, baik publik maupun sesama aparatur peradilan. MA menyebutnya whistle blowing system. Pengaduan-pengaduan yang masuk via SIWAS kemudian ditangani oleh Badan Pengawasan MA .
"Mereka yang terbukti bersalah akan dijatuhi hukuman disiplin berat, sedang atau ringan. Setiap bulan kami mempublikasikan daftar aparatur peradilan yang terkena hukuman disiplin," imbuhnya.
Andi menggariskan, ada tiga strategi yang dipakai MA untuk meningkatkan kapasitas SDM hakim, kepaniteraan dan kesekretariatan agar mahir menjalankan berbagai aplikasi. Pertama, menyelenggarakan berbagai pelatihan, bimbingan teknis, dan workshop secara tatap muka. Kedua, pengadilan-pengadilan pada empat lingkungan peradilan menyelenggarakan diklat di tempat kerja masing-masing. Ketiga, mengadakan pelatihan, supervisi dan monitoring secara daring. (Sabir Laluhu)
(ysw)