HAN 2020, Anak Harus Jadi Prioritas Penjaminan JKN

Kamis, 23 Juli 2020 - 21:20 WIB
loading...
A A A
Namun demikian, lanjut dia, dispensasi tersebut hanya bagi bayi dari orang tua yang sudah menjadi peserta JKN. Bagi orang tua yang belum menjadi peserta maka pendaftaran bayi baru lahir harus mengikuti prosedur 14 hari setelah mendaftar.

"Saya menilai ketentuan Pasal 16 Ayat 1 dan Pasal 28 Ayat 6 Perpres No 82 Tahun 2018 adalah baik tetapi seharusnya tidak mendiskriminasi bayi baru lahir dari orang tua yang belum menjadi peserta JKN. Apakah “dosa” orang tua yang belum menjadi peserta JKN harus ditanggung si bayi sehingga si bayi harus menanti 14 hari untuk bisa dijamin JKN. Hukumlah orang tuanya, tapi jangan hukum si bayi yang baru lahir yang memang rentan sakit," tuturnya.

Dia menegaskan BPJS Watch terus mendesak agar Pasal 16 Ayat 1 dan Pasal 28 Ayat 6 diberikan kepada seluruh bayi baru lahir, sehingga tidak ada diskriminasi bagi seluruh bayi yang baru lahir.

"BPJS Watch juga mendorong agar seluruh regulasi operasional JKN menyelaraskan dengan regulasi yang ada lainnya, seperti Pasal 5 Ayat 3 UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya," tuturnya.

Dia menjelaskan, Ddalam Penjelasan Pasal 5 Ayat 3 disebutkan yang dimaksud dengan kelompok masyarakat yang rentan antara lain adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil, dan penyandang cacat.

Menurut Timboel, regulasi JKN memposisikan seluruh peserta dalam kondisi sama (ekonomi, fisik, akses, dsb) sehingga amanat Pasal 5 Ayat 3 tersebut tidak menjadi rujukan. Ketentuan 1 poli 1 hari sering kali dinyatakan pihak RS sehingga pasien JKN harus bolak balk ke RS ketika akan diperiksa di poli perawatan.

"Ini dialami anak berusia empat tahun dari orang tua miskin yang akan dioperasi, harus pergi pulang ke RS beberapa hari. Harusnnya kan bisa anak ini mengakses lebih dari 1 poli dalam 1 hari," tuturnya.

Dalam masa pandemi ini pun, kata dia, anak-anak dari pekerja/buruh yang terPHK rentan tidak bisa terlindungi lagi oleh JKN. Pasal 21 Ayat 1 UU SJSN yang mengamanatkan kepesertaan jaminan kesehatan tetap berlaku paling lama enam bulan sejak seorang peserta mengalami pemutusan hubungan kerja, sepertinya sulit diakses oleh pekerja/buruh yang terPHK sehingga anak-anaknya pun luput dari perlindungan JKN.

Dia memaparkan, Pasal 21 Ayat 1 hanya mengamanatkan pekerja/buruh yang terPHK, dan mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ada 15 jenis PHK. Seharusnya ketentuan mendapatkan jaminan maksimal enam bulan tersebut untuk semua jenis PHK termasuk pekerja/buruh yang mengundurkan diri. Faktanya banyak PHK yang diskenariokan sebagai pengunduran diri.

Menurut Timboel, peraturan BPJS Kesehatan mereduksi jenis PHK yang bisa dijamin oleh JKN, seperti mengundurkan diri tidak dijamin, sehingga pekerja yang ter-PHK dan keluarganya banyak yang tidak mendapatkan jaminan paling lama enam bulan paska terPHK.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1807 seconds (0.1#10.140)