HAN 2020, Anak Harus Jadi Prioritas Penjaminan JKN

Kamis, 23 Juli 2020 - 21:20 WIB
loading...
HAN 2020, Anak Harus Jadi Prioritas Penjaminan JKN
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Hari Anak Nasional (HAN) 2020 diperingati Kamis (23/7/2020. Pemerintah mengangkat tema Anak Terlindungi, Indonesia Maju dalam peringatan HAN tahun ini.

Memperingati HAN, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengungkap cerita tentang seorang bayi yang tidak bisa dijamin program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di sebuah rumah sakit karena berstatus terdaftar sebagai pasien umum.

"Teman saya menyampaikan laporan tentang seorang bayi baru lahir yang tidak bisa dijamin JKN karena Ibunya melahirkan di sebuah rumah sakit dengan status terdaftar sebagai pasien umum. Sang bayi harus ditangani khusus karena mengalami sesuatu ketika lahir. Si ibu boleh pulang namun si bayi harus tetap dirawat di rumah sakit," kata Timboel, Kamis (23/7/2020).

Ketika keluarga ingin agar pengobatan si bayi dibiayai oleh JKN, Timboel menginformasikan Pasal 16 Ayat 1 dan Pasal 28 ayat 6 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 yang mengamanatkan bayi baru lahir dari peserta JKN wajib didaftarkan kepada BPJS Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan, dan iurannya dibayarkan pada saat mendaftar, tanpa lagi harus menunggu 14 hari seperti pendaftar peserta mandiri ke Program JKN. Si bayi sudah bisa dijamin JKN.

Namun ketika keluarga meminta agar perawatan si bayi dijamin JKN, kata dia, pihak RS dan BPJS Kesehatan setempat tidak membolehkan dengan alasan si ibu ketika melahirkan di RS tersebut statusnya pasien umum, artinya bayar sendiri tanpa jaminan JKN. Dengan status Ibu tersebut maka pembiayaan si bayi harus bayar sendiri.

"Ketika RS dan BPJS Kesehatan menolak, saya edukasi keluarga via teman BPJS Watch yang membantu yaitu saudara Agus, bahwa bayi yang baru lahir merupakan subyek hukum tersendiri yang terpisah dari sang ibu sehingga tidak bisa penjaminan JKN si bayi dikaitkan dengan si ibu. Faktanya si bayi adalah peserta JKN yang sudah mendaftar dan membayar iuran, dan oleh karenanya si bayi sudah memiliki HAK untuk dijamin JKN. Lagi pula status kepesertaan si bayi tersebut tidak melebihi 3 x 24 jam sejak bayi lahir dan dirawat di RS tersebut sehingga surat penjaminan harus dikeluarkan," tuturnya.

Untuk memperkuat argumentasinya, Timboel menyampaikan tentang subyek hukum perdata menurut Prof Subekti, dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal 19-21) bahwa dalam hukum, orang (persoon) berarti pembawa hak atau subyek di dalam hukum. Seseorang dikatakan sebagai subjek hukum (pembawa hak), dimulai dari ia dilahirkan dan berakhir saat ia meninggal.

"Setelah berdebat lama, akhirnya si bayi mendapat penjaminan JKN, dan seluruh biaya ditanggung JKN. Saat ini bayi sudah pulang ke rumah," tuturnya.

Menurut dia, tentunya kasus di atas bukan kasus pertama yang kami tangani. Ini kasus yang kesekian kami advokasi pasca hadirnya Pasal 16 Ayat 1 dan Pasal 28 Ayat 6 tersebut. Ketentuan hukum sudah sangat jelas dan oleh karenanya janganlah BPJS Kesehatan dan RS memposisikan hak bayi baru lahir “setali tiga uang” dengan status si Ibu, sehingga hak perlindungan bayi diabaikan.

"Sejak lahirnya Perpres Nomor 82 Tahun 2018 memang Pemerintah memberikan dispensasi khusus kepada bayi baru lahir dari orang tua peserta JKN, sehingga kepesertaan JKN bagi bayi baru lahir bisa didapat pada saat mendaftar dan membayar iuran pada hari yang sama, tanpa menunggu 14 hari," tuturnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1192 seconds (0.1#10.140)