Banyak Anak Muda Cemerlang, Pengamat: Gugatan Usia Capres Masuk Akal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Judicial review terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) tengah dilakukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Gugatan ini khususnya pada Pasal 169 huruf q tentang batas minimal usia capres dan cawapres.
Gugatan tersebut dinilai sebagai langkah membuka jalan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi kandidat cawapres. Seiring dengan itu, muncul wacana Gibran disandingkan dengan Prabowo.
Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad menilai, gugatan PSI mengenai batas usia minimal capres dan cawapres adalah masuk akal. Sebab, saat ini banyak tokoh muda cemerlang yang perlu diberi kesempatan untuk bisa menjadi pemimpin nasional.
"Pada dasarnya gugatan atau JR untuk mengubah ketentuan usia calon presiden itu masuk akal. Sekarang ini banyak sekali anak-anak muda yang inovatif dan cemerlang," Kata Saidiman, Rabu (31/5/2023).
"Mereka perlu diberi peluang untuk juga bisa bersaing dalam kepemimpinan nasional," sambungnya.
Namun Saidiman berpendapat, apakah tujuan Judicial review itu dalam rangka menduetkan Prabowo dengan Gibran, peluangnya masih kecil.
Penyebabnya, partai utama pendukung Prabowo Subianto atau Gerindra, butuh tambahan dukungan partai lain untuk menggenapi suara agar memenuhi ambang batas 20 persen pencalonan presiden.
"Sementara saat ini Gibran adalah anggota partai PDIP yang telah memiliki calon presiden sendiri," ucap Saidiman.
Sebelumnya, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PSI Francine Widjojo mengatakan, PSI memperjuangkan hal tersebut dengan mengajukan permohonan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke MK yang pada Senin (3/4/2023) telah disidangkan dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.
"Jangan kubur hak konstitusional 21,2 juta anak muda Indonesia usia 35-39 tahun untuk menjadi capres dan cawapres," katanya diJakarta, Selasa (4/4/2023).
Saat ini, Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengatur batas usia minimal sebagai capres dan cawapres adalah 40 tahun, padahal dalam kedua aturan UU Pemilu sebelumnya, yakni Pasal 5 huruf o UU Nomor 42 Tahun 2008 dan Pasal 6 huruf q UU Nomor 23 Tahun 2003 persyaratan usia minimal capres dan cawapres adalah 35 tahun.
Lebih lanjut, Francine selaku kuasa hukum dari pemohon yang merupakan kader-kader muda PSI, yaitu Anthony Winza, Danik Eka Rahmaningtyas, Dedek Prayudi, dan Mikhail Gorbachev Dom itu menyampaikan PSI menilai ketentuan dalam UU Pemilu saat ini melanggar Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28D Ayat (1) UUD NRI 1945.
Kedua pasal tersebut lanjut dia, mengamanatkan adanya persamaan kedudukan dan perlakuan bagi setiap warga negara Indonesia di mata hukum, sedangkan ketiadaan batas usia minimal bagi seseorang untuk menjadi menteri menunjukkan tidak adanya persamaan kedudukan dan perlakuan itu bagi mereka yang hendak menjadi capres-cawapres.
"Untuk menjadi menteri, tidak ada batas usia minimal. Menteri dapat melaksanakan tugas kepresidenan, seketika presiden dan wakil presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya secara bersamaan dalam masa jabatannya yang diatur dalam Pasal 8 Ayat (3) UUD NRI 1945. Dengan demikian, ada potensi menteri yang belum berusia 40 tahun bisa melaksanakan tugas kepresidenan," jelas Francine.
Berdasarkan hal itu, PSI lantas berpendapat ketentuan batas usia minimal capres dan cawapres 40 tahun harus dinyatakan inkonstitusional.
Sejauh ini, PSI menyakini banyak anak muda Indonesia yang memiliki kompetensi dan prestasi untuk menjadi capres-cawapres. Francine mencontohkan anak muda Indonesia yang telah menunjukkan kompetensi dan prestasi sebagai pemimpin, di antaranya, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elistianto Dardak dan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka.
"Banyak anak muda Indonesia yang sudah menunjukkan kompetensi dan prestasinya sebagai pemimpin daerah Indonesia seperti Emil Dardak dan Gibran Rakabuming Raka," tutup Francine.
Gugatan tersebut dinilai sebagai langkah membuka jalan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi kandidat cawapres. Seiring dengan itu, muncul wacana Gibran disandingkan dengan Prabowo.
Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad menilai, gugatan PSI mengenai batas usia minimal capres dan cawapres adalah masuk akal. Sebab, saat ini banyak tokoh muda cemerlang yang perlu diberi kesempatan untuk bisa menjadi pemimpin nasional.
"Pada dasarnya gugatan atau JR untuk mengubah ketentuan usia calon presiden itu masuk akal. Sekarang ini banyak sekali anak-anak muda yang inovatif dan cemerlang," Kata Saidiman, Rabu (31/5/2023).
"Mereka perlu diberi peluang untuk juga bisa bersaing dalam kepemimpinan nasional," sambungnya.
Namun Saidiman berpendapat, apakah tujuan Judicial review itu dalam rangka menduetkan Prabowo dengan Gibran, peluangnya masih kecil.
Penyebabnya, partai utama pendukung Prabowo Subianto atau Gerindra, butuh tambahan dukungan partai lain untuk menggenapi suara agar memenuhi ambang batas 20 persen pencalonan presiden.
"Sementara saat ini Gibran adalah anggota partai PDIP yang telah memiliki calon presiden sendiri," ucap Saidiman.
Sebelumnya, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PSI Francine Widjojo mengatakan, PSI memperjuangkan hal tersebut dengan mengajukan permohonan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke MK yang pada Senin (3/4/2023) telah disidangkan dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.
"Jangan kubur hak konstitusional 21,2 juta anak muda Indonesia usia 35-39 tahun untuk menjadi capres dan cawapres," katanya diJakarta, Selasa (4/4/2023).
Saat ini, Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengatur batas usia minimal sebagai capres dan cawapres adalah 40 tahun, padahal dalam kedua aturan UU Pemilu sebelumnya, yakni Pasal 5 huruf o UU Nomor 42 Tahun 2008 dan Pasal 6 huruf q UU Nomor 23 Tahun 2003 persyaratan usia minimal capres dan cawapres adalah 35 tahun.
Lebih lanjut, Francine selaku kuasa hukum dari pemohon yang merupakan kader-kader muda PSI, yaitu Anthony Winza, Danik Eka Rahmaningtyas, Dedek Prayudi, dan Mikhail Gorbachev Dom itu menyampaikan PSI menilai ketentuan dalam UU Pemilu saat ini melanggar Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28D Ayat (1) UUD NRI 1945.
Kedua pasal tersebut lanjut dia, mengamanatkan adanya persamaan kedudukan dan perlakuan bagi setiap warga negara Indonesia di mata hukum, sedangkan ketiadaan batas usia minimal bagi seseorang untuk menjadi menteri menunjukkan tidak adanya persamaan kedudukan dan perlakuan itu bagi mereka yang hendak menjadi capres-cawapres.
"Untuk menjadi menteri, tidak ada batas usia minimal. Menteri dapat melaksanakan tugas kepresidenan, seketika presiden dan wakil presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya secara bersamaan dalam masa jabatannya yang diatur dalam Pasal 8 Ayat (3) UUD NRI 1945. Dengan demikian, ada potensi menteri yang belum berusia 40 tahun bisa melaksanakan tugas kepresidenan," jelas Francine.
Berdasarkan hal itu, PSI lantas berpendapat ketentuan batas usia minimal capres dan cawapres 40 tahun harus dinyatakan inkonstitusional.
Sejauh ini, PSI menyakini banyak anak muda Indonesia yang memiliki kompetensi dan prestasi untuk menjadi capres-cawapres. Francine mencontohkan anak muda Indonesia yang telah menunjukkan kompetensi dan prestasi sebagai pemimpin, di antaranya, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elistianto Dardak dan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka.
"Banyak anak muda Indonesia yang sudah menunjukkan kompetensi dan prestasinya sebagai pemimpin daerah Indonesia seperti Emil Dardak dan Gibran Rakabuming Raka," tutup Francine.
(maf)