RUU (OBL) Kesehatan Berpihak kepada Siapa?

Jum'at, 19 Mei 2023 - 14:25 WIB
loading...
A A A
Prof Moeloek mengibaratkannya dengan sebuah restoran, di mana kolegium bertindak sebagai pembuat menu, universitas sebagai koki dan rumah sakit pendidikan sebagai dapurnya. Setelah masakan itu selesai maka pembuat menu akan memintanya untuk mencicipi guna memastikan apakah masakan tersebut telah sesuai dengan menu yang dipesannya.

Menggeser pendidikan dokter spesialis dari berbasis univesitas menjadi berbasis rumah sakit tanpa memedulikan akreditasi rumah sakitnya ditengarai dapat menurunkan mutu lulusan dokter spesialis. Dan lagi pula, dapat ditelusuri rumah sakit mana yang akreditas terbaik di Indonesia yang tidak menjadi jejaring rumah sakit pendidikan dokter yang berbasis univesitas.

Kelima, karena tidak didesain untuk kepentingan rakyat. Tidak menjadikan masalah dan kebutuhan kesehatan rakyat Indonesia sebagai dasar utama dalam penyusunannya. Tidak terdengar wacana penyelesaiaan “beban tiga kali lipat penyakit” dan “beban tiga kali lipat masalah gizi”, serta masalah kesehatan lainya. Yang terdengar hanya kebijakan Menkes tentang “enam transformasi kesehatan” yang menjadi landasan utamanya, yang boleh jadi kebijakan tersebut terganti dengan bergantinya pemerintahan satu tahun mendatang.

Alasan keenam, karena terjadinya kemuduran. Setidaknya ada enam kemunduran bila RUU (OBL) Kesehatan ini disahkan menjadi UU, yakni: (1) Menggusur sembilan UU produk reformasi yang sudah memiliki peraturan pelaksanaan. (2) Tidak memberdayakan masyarakat dan organisasi profesi.

(3) Terjadi pemusatan kekuasaan kepada menteri kesehatan. (4) Tidak berani mencantumkan besaran anggaran kesehatan di APBN dan APBD, namun dipenuhi harapan dan janji manis. (5) Terjadi pemborosan anggaran negara. (6) Proses penyusunannya mencederai dan bahkan mengarah kepada penghancuran (desroying) demokrasi

Berpihak kepada Siapa?
Lalu, pertanyaanya, RUU (OBL) Kesehatan in berpihak kepada siapa? Sudah menjadi pengetahuan umum bagi lima organisasi profesi kesehatan yang menduga bahwa RUU (OBL) Kesehatan ini lebih berpihak kepada investor. Berpihak kepada tenaga kesehatan asing, perawat, bidan, apoteker, dokter dan dokter gigi asing sebagai imbalan dari investasi mereka di Indonesia.

Dugaan di atas didukung keluarnya Permenkes No.6 Tahun 2023 tentang Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Asing yang disinyalir memberi kemudahan bekerjanya tenaga kesehatan asing di Indonesia. Dugaan ini kembali dikuatkan oleh pernyataan Sarwi, FT ITB 80 dari Kadin Indonesia, dalam diskusi publik online IA-ITB, 16 Mei 2023.

Sarwi membenarkan bahwa RUU (OBL) Kesehatan mem-beri “karpet merah" bagi investasi dan tenaga kesehatan asing. Sebab secara umum kata beliau perekonomian kita amat tergantung dengan hadirnya investasi sesuai formu-la GDP.

Semula alasan investasi dan tenaga kesehatan asing ini disembunyikan, namun belakangan, sedikit demi sedikit terbuka. Mungkin itu pula sebabnya mengapa sejak awal pemerintah tidak mengajak organisasi profesi untuk membahasnya. Dan tampaknya ini pula alasan utamanya mengapa prosesnya terkesan sangat terburu-buru (dipaksakan).

Catatan Akhir
Organisasi profesi kesehatan yang menolak RUU (OBL) Kesehatan ini tentu sangat memahami perlunya investasi dalam memajukan pelayanan kesehatan di Tanah Air. Namun jangan pula karena alasan investasi apalagi investasi asing yang bermahzab libelalisme kemudian menjadikan sektor kesehatan negeri ini tergadai.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1591 seconds (0.1#10.140)