SK DPD Mencopot Fadel Muhammad Dilindungi Undang-undang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dinilai telah melampaui kewenangannya karena mengabulkan gugatan Fadel Muhammad atas Surat Keputusan (SK) pimpinan DPD tentang pencopotan dirinya sebagai Wakil Ketua MPR. Sebab, SK DPD tersebut didasarkan atas pendapat lisan dan tertulis anggota DPD yang dilindungi Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
Kuasa hukum DPD Fahmi Bachmid menjelaskan, berdasarkan UU MD3, pernyataan lisan dan tertulis anggota DPD di dalam menjalankan tugas dan kewenangan menjalankan tugasnya, termasuk sidang paripurna, tidak bisa diadili dan diperiksa keputusannya oleh lembaga peradilan.
"Itu UU MD3 yang bicara. Tidak perlu saya mengajari orang-orang yang mengaku mengerti hukum tata negara. Mungkin mereka lupa kalau ada UU MD3, lupa kalau ada UU Administrasi Pemerintah," ujar Fahmi, Selasa (16/5/2023).
PTUN telah mengabulkan gugatan Fadel Muhammad atas SK Pimpinan DPD terkait penggantian dirinya sebagai Wakil Ketua MPR. Atas putusan PTUN ini, DPD secara resmi mengajukan banding.
Menurut Fahmi, putusan PTUN telah melampaui kewenangannya. Sebab, SK DPD tentang penggantian wakil ketua MPR adalah produk sidang paripurna.
"Sedang sidang paripurna adalah sidang terkait dengan keputusan-keputusan politik. Jadi keputusan politik tidak bisa dibawa ke ranah hukum. Itu juga ada yurispudensinya," kata Fahmi.
Salah satu yurisprudensinya adalah PTUN menolak gugatan Ratu Hemas terhadap Ketua DPD saat itu Oeman Sapta Odang (OSO). "PTUN tidak bisa mencampuri urusan politik DPD RI," kata Fahmi.
Dengan melakukan banding atas putusan PTUN, menurut Fahmi, maka SK DPD tentang penggantian Fadel Muhammad masih berlaku. Artinya, secara administrasi penggantian Fadel tetap harus dilakukan oleh MPR.
"MPR tidak boleh masuk dengan alasan karena ini masih ada sengketa, karena hal itu bukan urusan MPR. Ini adalah rumah tangga DPD terhadap anggotanya," kata Fahmi.
Kuasa hukum DPD Fahmi Bachmid menjelaskan, berdasarkan UU MD3, pernyataan lisan dan tertulis anggota DPD di dalam menjalankan tugas dan kewenangan menjalankan tugasnya, termasuk sidang paripurna, tidak bisa diadili dan diperiksa keputusannya oleh lembaga peradilan.
"Itu UU MD3 yang bicara. Tidak perlu saya mengajari orang-orang yang mengaku mengerti hukum tata negara. Mungkin mereka lupa kalau ada UU MD3, lupa kalau ada UU Administrasi Pemerintah," ujar Fahmi, Selasa (16/5/2023).
PTUN telah mengabulkan gugatan Fadel Muhammad atas SK Pimpinan DPD terkait penggantian dirinya sebagai Wakil Ketua MPR. Atas putusan PTUN ini, DPD secara resmi mengajukan banding.
Menurut Fahmi, putusan PTUN telah melampaui kewenangannya. Sebab, SK DPD tentang penggantian wakil ketua MPR adalah produk sidang paripurna.
"Sedang sidang paripurna adalah sidang terkait dengan keputusan-keputusan politik. Jadi keputusan politik tidak bisa dibawa ke ranah hukum. Itu juga ada yurispudensinya," kata Fahmi.
Salah satu yurisprudensinya adalah PTUN menolak gugatan Ratu Hemas terhadap Ketua DPD saat itu Oeman Sapta Odang (OSO). "PTUN tidak bisa mencampuri urusan politik DPD RI," kata Fahmi.
Dengan melakukan banding atas putusan PTUN, menurut Fahmi, maka SK DPD tentang penggantian Fadel Muhammad masih berlaku. Artinya, secara administrasi penggantian Fadel tetap harus dilakukan oleh MPR.
"MPR tidak boleh masuk dengan alasan karena ini masih ada sengketa, karena hal itu bukan urusan MPR. Ini adalah rumah tangga DPD terhadap anggotanya," kata Fahmi.