Waspada, Media Sosial Dapat Memicu Perilaku Menyimpang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Media digital telah menjadi sarana untuk berkomunikasi dan mengenal dunia lebih luas. Meski demikian, penggunaan media sosial juga dapat menjadi sarana munculnya perilaku menyimpang, salah satunya keinginan melukai diri sendiri atau self-harm.
Berdasarkan kajian yang dilakukan Wilkinson pada 2012 diperkirakan 20% remaja di seluruh dunia pernah melukai dirinya sendiri dengan sengaja. Sedangkan salah satu alasan perilaku self-harm adalah upaya untuk mengalihkan rasa sakit batin, dengan cara melukai diri sendiri.
Hal itu terungkap dalam Obral Obrol Literasi Digital (OOTD) yang mengangkat topik ”Tren Self Harm di Media Sosial" yang diselenggarakan Kominfo bersama GNLD Siberkreasi.
Menurut Psikolog, Anastasia Satrio jika dalam pikiran muncul keinginan untuk melukai diri sendiri maka seseorang harus belajar mengenali emosi dalam diri sehingga emosi dapat dikelola dengan lebih sehat.
“Ada beragam cara untuk kita bisa menenangkan emosi. Misalnya, dengan Magic finger. Jadi kalau kita ngerasa cemas, kita pegang tangan yang misalnya salah satu tangan ini untuk tarik nafas 10 menit atau 2 menit gitu,” ungkap Anastasia, Jumat (12/5/2023).
Sedangkan Into The Light Indonesia Yosafat Kevin sebagi komunitas pencegahan bunuh diri, jika perilaku menyakiti diri ini dipamerkan di media sosial, maka dapat mengakibatkan efek domino, karena ada kecenderungan mengajak orang lain juga mengikuti perilaku self-harm. Saat ini, perilaku self harm atau self injuri ini, marak dilakukan oleh anak usia muda yang merasa harus mengikuti tren tertentu karena takut dianggap ketinggalan zaman atau fear of missing out.
Usia remaja menjadi rentan, karena usia remaja mulai masuk fase memiliki emosi yang lebih kompleks. Bahkan, terkadang emosi yang dirasakan juga cepat sekali berubah. Karena itu, menggunakan media sosial dengan bijak, dan mampu mengontrol penggunaan media sosial, dengan cara mengikuti sosial media dengan konten-konten yang positif.
“Memberikan edukasi kepada orang lain memang harus diawali dari diri kita sendiri. Apakah kita sudah siap secara energi, emosional, dan pengetahuan kita untuk memberikan satu intervensi kepada orang lain. Supaya kita tidak terpengaruh,” ucapnya.
Tak hanya itu, melakukan terapi diri dengan menyaring informasi yang dibaca di media sosial juga harus dilakukan. Karena itu, ketika menemukan suatu konten yang tidak bertanggung jawab di media sosial, maka mengatur respons terhadap konten yang dibaca atau ditontong juga harus dilakukan.
Mental Health Content Creator Irwantja mengatakan, perlu ketahanan diri yang baik di era media sosial ini. “Belajar tentang batasanku sendiri jadi penting untuk tahu kapan kita berani untuk bisa atau punya kapasitas merespons ketika ada konten atau mungkin orang lain yang approach kita terkait masalah dia yang mungkin pastinya nggak menyenangkan dan apalagi dalam konteks self-harm” ujar Irwan.
Menurut Irwan, jika dirasa tidak mampu membaca atau merespons konten negatif maka sebaiknya dihindari, salah satunya dengan cara mengenali fungsi-fungsi pengamanan di akun sosial media yang digunakan. “Dan memahami seberapa rentan kita terhadap konten-konten yang berseliweran di media sosial,” katanya.
Berdasarkan kajian yang dilakukan Wilkinson pada 2012 diperkirakan 20% remaja di seluruh dunia pernah melukai dirinya sendiri dengan sengaja. Sedangkan salah satu alasan perilaku self-harm adalah upaya untuk mengalihkan rasa sakit batin, dengan cara melukai diri sendiri.
Hal itu terungkap dalam Obral Obrol Literasi Digital (OOTD) yang mengangkat topik ”Tren Self Harm di Media Sosial" yang diselenggarakan Kominfo bersama GNLD Siberkreasi.
Menurut Psikolog, Anastasia Satrio jika dalam pikiran muncul keinginan untuk melukai diri sendiri maka seseorang harus belajar mengenali emosi dalam diri sehingga emosi dapat dikelola dengan lebih sehat.
“Ada beragam cara untuk kita bisa menenangkan emosi. Misalnya, dengan Magic finger. Jadi kalau kita ngerasa cemas, kita pegang tangan yang misalnya salah satu tangan ini untuk tarik nafas 10 menit atau 2 menit gitu,” ungkap Anastasia, Jumat (12/5/2023).
Sedangkan Into The Light Indonesia Yosafat Kevin sebagi komunitas pencegahan bunuh diri, jika perilaku menyakiti diri ini dipamerkan di media sosial, maka dapat mengakibatkan efek domino, karena ada kecenderungan mengajak orang lain juga mengikuti perilaku self-harm. Saat ini, perilaku self harm atau self injuri ini, marak dilakukan oleh anak usia muda yang merasa harus mengikuti tren tertentu karena takut dianggap ketinggalan zaman atau fear of missing out.
Usia remaja menjadi rentan, karena usia remaja mulai masuk fase memiliki emosi yang lebih kompleks. Bahkan, terkadang emosi yang dirasakan juga cepat sekali berubah. Karena itu, menggunakan media sosial dengan bijak, dan mampu mengontrol penggunaan media sosial, dengan cara mengikuti sosial media dengan konten-konten yang positif.
“Memberikan edukasi kepada orang lain memang harus diawali dari diri kita sendiri. Apakah kita sudah siap secara energi, emosional, dan pengetahuan kita untuk memberikan satu intervensi kepada orang lain. Supaya kita tidak terpengaruh,” ucapnya.
Tak hanya itu, melakukan terapi diri dengan menyaring informasi yang dibaca di media sosial juga harus dilakukan. Karena itu, ketika menemukan suatu konten yang tidak bertanggung jawab di media sosial, maka mengatur respons terhadap konten yang dibaca atau ditontong juga harus dilakukan.
Mental Health Content Creator Irwantja mengatakan, perlu ketahanan diri yang baik di era media sosial ini. “Belajar tentang batasanku sendiri jadi penting untuk tahu kapan kita berani untuk bisa atau punya kapasitas merespons ketika ada konten atau mungkin orang lain yang approach kita terkait masalah dia yang mungkin pastinya nggak menyenangkan dan apalagi dalam konteks self-harm” ujar Irwan.
Menurut Irwan, jika dirasa tidak mampu membaca atau merespons konten negatif maka sebaiknya dihindari, salah satunya dengan cara mengenali fungsi-fungsi pengamanan di akun sosial media yang digunakan. “Dan memahami seberapa rentan kita terhadap konten-konten yang berseliweran di media sosial,” katanya.
(cip)