Darah Mendidih karena Dihina, Jenderal Soemitro Nyaris Sobek Mulut Perempuan Gerwani
loading...
A
A
A
Masih sebagai Asisten II, pada Juni 1966 dia diminta rangkap jabatan sebagai Pangdam Brawijaya. Seiring waktu, kariernya terus meroket. Mantan Wakil Komandan Sub-Wehkreise di Malang saat zaman penjajahan Belanda itu juga kian lengket dengan Pak Harto.
Mitro mendapat tiga bintang emas di pundak (Letnan Jenderal) kala ditunjuk sebagai Kashankam. Soeharto langsung yang memintanya. Meski Mitro telah mengusulkan beberapa nama, namun penguasa Cendana itu tetap bersikukuh menunjuknya.
Setelah itu dia dipercaya sebagai Wakil Kepala Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Untuk diketahui, Kopkamtib dibentuk Soeharto pada 10 Oktober 1965. Mula-mula lembaga ini dibentuk untuk memulihkan situasi keamanan setelah kudeta yang gagal oleh PKI.
Karier militer Mitro mencapai puncak dengan menjadi jenderal penuh (bintang empat) pada 1970 saat dipercaya sebagai Pangkopkamtib. Itu artinya dia menggantikan ‘bos’-nya langsung selama ini, yaitu Soeharto.
Selama beberapa tahun, Soemitro dapat disebut tangan kanan penguasa Orde Baru itu. Namun peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari) mengakhiri kariernya. Malari istilah untuk menggambarkan demonstrasi besar-besaran mahasiswa yang berujung kerusuhan.
Aksi unjuk rasa meletus jelang kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka ke Jakarta pada 14-17 Januari 1974. Ribuan mahasiswa dari berbagai kampus turun ke jalan memprotes kebijakan Soeharto yang dianggap sangat berpihak pada investasi asing.
Kerusuhan itu sungguh mengerikan. Setidaknya 11 orang tewas dan 137 orang terluka dalam aksi demo ini. Ratusan toko hancur dan lebih dari 600 mobil hangus dibakar. Mahasiswa berhadapan dengan tentara yang mengamankan Ibu Kota. Mahasiswa menepis mereka yang berbuat kerusuhan.
Soemitro menuding aksi demonstrasi itu didalangi Ali Moertopo, wakil kepala Bakin yang juga pemimpin Operasi Khusus (Opsus) bentukan Soeharto, di balik amuk massa yang menunggangi aksi mahasiswa. Ali, kata Soemitro, menggerakkan jaringan Opsus yang dipimpinnya.
“Soemitro merasa hendak disingkirkan, bersama Kepala Bakin Sutopo Juwono,” tulis Arif Zulkifli dalam ‘Massa Misterius Malari: Rusuh Politik Pertama dalam Sejarah Orde Baru’.
Di sisi lain, nama Soemitro juga dituding sebagai biang kerusuhan tersebut. Ini setelah beredar Dokumen Ramadi yang menyebut adanya jenderal ‘S’ yang bakal mendongkel kekuasaan Soeharto. Jenderal S dimaksud mengarah pada Soemitro.
Mitro mendapat tiga bintang emas di pundak (Letnan Jenderal) kala ditunjuk sebagai Kashankam. Soeharto langsung yang memintanya. Meski Mitro telah mengusulkan beberapa nama, namun penguasa Cendana itu tetap bersikukuh menunjuknya.
Setelah itu dia dipercaya sebagai Wakil Kepala Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Untuk diketahui, Kopkamtib dibentuk Soeharto pada 10 Oktober 1965. Mula-mula lembaga ini dibentuk untuk memulihkan situasi keamanan setelah kudeta yang gagal oleh PKI.
Karier militer Mitro mencapai puncak dengan menjadi jenderal penuh (bintang empat) pada 1970 saat dipercaya sebagai Pangkopkamtib. Itu artinya dia menggantikan ‘bos’-nya langsung selama ini, yaitu Soeharto.
Peristiwa Malari
Selama beberapa tahun, Soemitro dapat disebut tangan kanan penguasa Orde Baru itu. Namun peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari) mengakhiri kariernya. Malari istilah untuk menggambarkan demonstrasi besar-besaran mahasiswa yang berujung kerusuhan.
Aksi unjuk rasa meletus jelang kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka ke Jakarta pada 14-17 Januari 1974. Ribuan mahasiswa dari berbagai kampus turun ke jalan memprotes kebijakan Soeharto yang dianggap sangat berpihak pada investasi asing.
Kerusuhan itu sungguh mengerikan. Setidaknya 11 orang tewas dan 137 orang terluka dalam aksi demo ini. Ratusan toko hancur dan lebih dari 600 mobil hangus dibakar. Mahasiswa berhadapan dengan tentara yang mengamankan Ibu Kota. Mahasiswa menepis mereka yang berbuat kerusuhan.
Soemitro menuding aksi demonstrasi itu didalangi Ali Moertopo, wakil kepala Bakin yang juga pemimpin Operasi Khusus (Opsus) bentukan Soeharto, di balik amuk massa yang menunggangi aksi mahasiswa. Ali, kata Soemitro, menggerakkan jaringan Opsus yang dipimpinnya.
Baca Juga
“Soemitro merasa hendak disingkirkan, bersama Kepala Bakin Sutopo Juwono,” tulis Arif Zulkifli dalam ‘Massa Misterius Malari: Rusuh Politik Pertama dalam Sejarah Orde Baru’.
Di sisi lain, nama Soemitro juga dituding sebagai biang kerusuhan tersebut. Ini setelah beredar Dokumen Ramadi yang menyebut adanya jenderal ‘S’ yang bakal mendongkel kekuasaan Soeharto. Jenderal S dimaksud mengarah pada Soemitro.