Darah Mendidih karena Dihina, Jenderal Soemitro Nyaris Sobek Mulut Perempuan Gerwani
loading...
A
A
A
Ramadi adalah ketua Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Islam (GUPPI). Belakangan dia diketahui bekas kolonel korps hukum dan dekat dengan Ali Moertopo.
Tak dimungkiri, tragedi Malari telah memunculkan catatan sejarah tentang rivalitas Soemitro dan Ali Moertopo, dua jenderal di ring 1 Soeharto. Ali, sang jenderal intelijen itu, jelas lebih dekat dengan Soeharto. Sejak Soeharto meraih kekuasaan pada pertengahan 1960-an, dia menyandarkan diri pada kelompok kecil penasihat dari AD.
Menurut David Jenkins, pada Agustus 1966 Soeharto membentuk Staf Pribadi (Spri) yang terdiri atas enam orang perwira tinggi AD dan dua tim sipil spesialis bidang ekonomi. Mereka secara luas dipandang sebagai ‘pemerintah bayangan’ yang punya kekuasaan lebih besar dibanding kabinet.
Koordinator Spri yakni Mayjen Alamsjah Ratu Perwiranegara. Dua orang lainnya yakni Ali Moertopo dan Yoga Sugama. Meskipun Spri akhirnya dibubarkan pada 1968 karena kritik keras mahasiswa, lingkaran dalam Soeharto itu tak benar-benar hilang.
“Ali Moertopo diangkat jadi Asisten Pribadi (Aspri) Soeharto. Opsus di bawah Ali terus menjalankan ‘operasi khusus’ atas nama presiden meskipun terdapat oposisi dari sejumlah perwira senior (terutama Soemitro),” kata Jenkins dalam ‘Soeharto & Barisan Jenderal Orba: Rezim Militer Indonesia 1975-1983’ (hal 28).
Pada akhirnya, gara-gara peristiwa Malari, Soemitro mengundurkan diri dari jabatannya. Itu sekaligus mengakhiri karier militernya. Dia mengutarakan langsung pengunduran diri itu ke Soeharto di Istana, tak lama setelah PM Tanaka kembali ke Jepang.
“Pak saya minta maaf. Saya sudah berbuat apa yang bisa saya lakukan. Semua ini tanggung jawab saya. Karena itu, izinkan saya mengundurkan diri,” tutur Mitro.
Tak dimungkiri, tragedi Malari telah memunculkan catatan sejarah tentang rivalitas Soemitro dan Ali Moertopo, dua jenderal di ring 1 Soeharto. Ali, sang jenderal intelijen itu, jelas lebih dekat dengan Soeharto. Sejak Soeharto meraih kekuasaan pada pertengahan 1960-an, dia menyandarkan diri pada kelompok kecil penasihat dari AD.
Menurut David Jenkins, pada Agustus 1966 Soeharto membentuk Staf Pribadi (Spri) yang terdiri atas enam orang perwira tinggi AD dan dua tim sipil spesialis bidang ekonomi. Mereka secara luas dipandang sebagai ‘pemerintah bayangan’ yang punya kekuasaan lebih besar dibanding kabinet.
Koordinator Spri yakni Mayjen Alamsjah Ratu Perwiranegara. Dua orang lainnya yakni Ali Moertopo dan Yoga Sugama. Meskipun Spri akhirnya dibubarkan pada 1968 karena kritik keras mahasiswa, lingkaran dalam Soeharto itu tak benar-benar hilang.
“Ali Moertopo diangkat jadi Asisten Pribadi (Aspri) Soeharto. Opsus di bawah Ali terus menjalankan ‘operasi khusus’ atas nama presiden meskipun terdapat oposisi dari sejumlah perwira senior (terutama Soemitro),” kata Jenkins dalam ‘Soeharto & Barisan Jenderal Orba: Rezim Militer Indonesia 1975-1983’ (hal 28).
Pada akhirnya, gara-gara peristiwa Malari, Soemitro mengundurkan diri dari jabatannya. Itu sekaligus mengakhiri karier militernya. Dia mengutarakan langsung pengunduran diri itu ke Soeharto di Istana, tak lama setelah PM Tanaka kembali ke Jepang.
“Pak saya minta maaf. Saya sudah berbuat apa yang bisa saya lakukan. Semua ini tanggung jawab saya. Karena itu, izinkan saya mengundurkan diri,” tutur Mitro.
(rca)