Darah Mendidih karena Dihina, Jenderal Soemitro Nyaris Sobek Mulut Perempuan Gerwani
loading...
A
A
A
Hari-hari pertama di Balikpapan tidak mudah bagi Mitro. Ada saja omongan buruk tentang dirinya, terutama dari kalangan PKI. Seorang ketua partai komunis di kota itu menyebutnya jenderal kanan yang tak tahu revolusi.
Ucapan itulah yang kemudian diulang lagi oleh perempuan pembaca sajak di Hari Kartini, beberapa pekan setelahnya. Mendengar sebutan itu, Mitro merasa terhina. Ketua PKI Balikpapan itu pun dipanggilnya.
“Jangan dikira saya tidak mendengar ucapanmu ya. Kalau sekali lagi kamu mengucapkan begitu, kamu tahu akibatnya. Saya jebloskan kamu ke bui,” hardik jenderal yang pernah mencecap pendidikan Fuhrung’s Akademider Bundeswehr atau setingkat Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI di Hamburg, Jerman Barat itu.
Sayangnya, hinaan terhadap Mitro belum berhenti. Pada 1 Mei saat Hari Buruh, berlangsung rapat raksasa di Balikpapan. Massa berkumpul. Ketika ketua Sobsi (organisasi buruh sayap PKI) berpidato, lagi-lagi telinga Mitro merah dibuatnya.
Ketua Sobsi yang bicara berapi-api itu mengulangi kalimat yang membuat Mitro murka. Disebutnya, “Jenderal kanan. Jenderal kanan enggak mengerti revolusi.”
Amarahnya kembali meledak. Usai acara Hari Buruh itu, Mitro mengumpulkan semua perwiranya. Hari itu juga mereka diperintahkan menangkap semua pengurus PKI dan underbow-nya mulai Gerwani, Sobsi, Perbum, hingga Pemuda Rakyat. Tak hanya pengurus di provinsi, tetapi hingga kabupaten. Wilayah pelabuhan dan bandara ditutup saat pembersihan orang-orang PKI itu.
Pada 1953 Soemitro diangkat menjadi Kepala Staf Resimen XVII, TT V/Brawijaya. Tahun berikutnya dia naik pangkat menjadi mayor. Jabatan baru kembali dipercayakan padanya yakni sebagai Pejabat sementara Komandan Resimen 18.
Karier Mitro terus menanjak. Anak dari pasangan Sastrodiharjo-Meilaeni itu ditugasi sebagai Komandan Sektor Operasi Brawijaya pada 1956 dan dikirim ke Kabupaten Luwu serta Toraja, Sulawesi Selatan. Dua tahun setelahnya, Mitro dikirim ke Amerika Serikat untuk belajar Sekolah Lanjutan Perwira II (regular oficer’s advance course) di Fort Benning.
Pada November 1965, dia ditarik dari Balikpapan ke Jakarta. Kali ini ditunjuk sebagai Asisten II Menteri Panglima Angkatan Darat atau Menpangad (Sebelumnya disebut KSAD). Adapun Menpangad dijabat Soeharto. Dengan demikian, dia kini masuk lingkaran satu jenderal dari Kemusuk, Yogyakarta itu.
Ucapan itulah yang kemudian diulang lagi oleh perempuan pembaca sajak di Hari Kartini, beberapa pekan setelahnya. Mendengar sebutan itu, Mitro merasa terhina. Ketua PKI Balikpapan itu pun dipanggilnya.
“Jangan dikira saya tidak mendengar ucapanmu ya. Kalau sekali lagi kamu mengucapkan begitu, kamu tahu akibatnya. Saya jebloskan kamu ke bui,” hardik jenderal yang pernah mencecap pendidikan Fuhrung’s Akademider Bundeswehr atau setingkat Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI di Hamburg, Jerman Barat itu.
Sayangnya, hinaan terhadap Mitro belum berhenti. Pada 1 Mei saat Hari Buruh, berlangsung rapat raksasa di Balikpapan. Massa berkumpul. Ketika ketua Sobsi (organisasi buruh sayap PKI) berpidato, lagi-lagi telinga Mitro merah dibuatnya.
Ketua Sobsi yang bicara berapi-api itu mengulangi kalimat yang membuat Mitro murka. Disebutnya, “Jenderal kanan. Jenderal kanan enggak mengerti revolusi.”
Amarahnya kembali meledak. Usai acara Hari Buruh itu, Mitro mengumpulkan semua perwiranya. Hari itu juga mereka diperintahkan menangkap semua pengurus PKI dan underbow-nya mulai Gerwani, Sobsi, Perbum, hingga Pemuda Rakyat. Tak hanya pengurus di provinsi, tetapi hingga kabupaten. Wilayah pelabuhan dan bandara ditutup saat pembersihan orang-orang PKI itu.
Kepercayaan Soeharto
Pada 1953 Soemitro diangkat menjadi Kepala Staf Resimen XVII, TT V/Brawijaya. Tahun berikutnya dia naik pangkat menjadi mayor. Jabatan baru kembali dipercayakan padanya yakni sebagai Pejabat sementara Komandan Resimen 18.
Karier Mitro terus menanjak. Anak dari pasangan Sastrodiharjo-Meilaeni itu ditugasi sebagai Komandan Sektor Operasi Brawijaya pada 1956 dan dikirim ke Kabupaten Luwu serta Toraja, Sulawesi Selatan. Dua tahun setelahnya, Mitro dikirim ke Amerika Serikat untuk belajar Sekolah Lanjutan Perwira II (regular oficer’s advance course) di Fort Benning.
Pada November 1965, dia ditarik dari Balikpapan ke Jakarta. Kali ini ditunjuk sebagai Asisten II Menteri Panglima Angkatan Darat atau Menpangad (Sebelumnya disebut KSAD). Adapun Menpangad dijabat Soeharto. Dengan demikian, dia kini masuk lingkaran satu jenderal dari Kemusuk, Yogyakarta itu.