Menentukan Merek Terkenal

Selasa, 09 Mei 2023 - 17:54 WIB
loading...
Menentukan Merek Terkenal
Kemala Atmojo - Pemerhati Masalah Filsafat, Hukum, dan Seni. Foto/Dok Pribadi
A A A
Kemala Atmojo
Peminat Filsafat, Hukum, dan Seni

Dalam banyak sengketa merek dagang di pengadilan, salah satu pihak kerap mengajukan permintaan dalam petitumnya agar merek miliknya diakui sebagai “merek terkenal”. Dengan demikian, jika dikabulkan hakim, dia akan mendapat perlindungan khusus dan lebih luas. Salah satu contoh adalah sengketa antara Starbucks Corporation dan PT Sumatera Tobacco Trading Company.

Dalam sengketa di pengadilan Jakarta Pusat, Starbucks Corporation meminta agar merek miliknya diakui sebagai merek terkenal.
Tetapi, bagaimana cara menentukan sebuah merek layak diakui sebagai merek terkenal atau tidak? Sebelum lebih jauh, kita mengerti dulu apa itu merek menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG), sebagaimana diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan kemudian Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Bunyi lengkapnya: ”Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.“

Secara common sense, merek terkenal adalah merek yang segera terhubung di benak konsumen dengan produk atau layanan tertentu, juga dengan sumber dari produk atau layanan tersebut. Merek terkenal memiliki reputasi tinggi. Bahkan sering calon konsumen dengan mengandalkan atau melihat simbolnya saja dapat segera mengidentifikasi sumber produk atau layanan yang berkualitas. Merek itu langsung menimbulkan sentuhan keakraban (familiar) dan ikatan mitos (mythical context) kepada konsumen. Maka, dengan mudah kita bisa menyebut merek Herrmes, Apple, Coca-Cola, McDonalds, Nike, Samsung, Google, Honda, dan lain-lain, sebagai merek terkenal.

Lalu bagaimana secara hukum, khususnya hukum indonesia? Frasa “merek terkenal” muncul dalam UU MIG No. 20 Tahun 2016 Pasal 21 ayat (1) huruf (b) dan (c) dalam hal permohonan pendaftaran merek yang ditolak. Bunyi lengkapnya:
Permohonan (pendaftaran) ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:
a. Merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
b. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
c. Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau
d. Indikasi Geografis terdaftar.

Jadi, mestinya Anda tidak bisa mendaftarkan merek Honda, Yamaha, atau Google, misalnya, ke Direktorat Merek dan Indikiasi Geografis Kemenkumham. Kalau toh Anda mendaftarkan dengan kelas atau golongan yang berbeda dengan pendaftar sebelumnya, harusnya tetap ditolak. Namun, dalam kenyataan, tidak seideal itu. Beberapa merek ternyata tetap dicatat atau diterima pendaftaraannya meskipun sudah ada pemilik lain dengan golongan yang berbeda. Inilah, antara lain, yang sering memancing timbulnya sengketa di pengadilan.

Semoga saja janji Direktorat Jenderal Kekayaayn Intelektual (Ditjen KI) untuk melakukan evaluasi kinerja menyambut “Tahun Merek 2023” benar-benar dilakukan. Hal itu penting, antara lain agar tidak terjadi tumpang tindih merek; penolakan atau persetujuan pendaftaran merek yang tidak masuk akal. Jangan sampai sudah melakukan berbagai kegiatan yang menghabiskan biaya – bahkan sampai kie Batu Malang – tapi hasilnya tidak ada..

Dalam penjelasan Pasal 21 ayat (1) huruf b, dikatakan bahwa penolakan permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan.

Di samping itu, diperhatikan pula reputasi Merek tersebut yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran Merek dimaksud di beberapa negara.

Jika hal tersebut belum dianggap cukup, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya Merek yang menjadi dasar penolakan.

Pengaturan “merek terkenal” ini muncul lagi dalan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) No. 67 Tahun 2026 tentang Pendaftaran Merek. yang telah diubah dengan Permenkumham No. 12 Tahun 2021. Dalam Pasal 18 tentang dinyatakan sebagai berikut:
1. Kriteria penentuan Merek terkenal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b dan huruf c dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan.
2. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan masyarakat konsumen atau masyarakat pada umumnya yang memiliki hubungan baik pada tingkat produksi, promosi, distribusi, maupun penjualan terhadap barang dan/atau jasa yang dilindungi oleh Merek terkenal dimaksud.
3. Dalam menentukan kriteria Merek sebagai Merek terkenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. tingkat pengetahuan atau pengakuan masyarakat terhadap Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan sebagai Merek terkenal;
b. volume penjualan barang dan/atau jasa dan keuntungan yang diperoleh dari penggunaan merek tersebut oleh pemiliknya;
c. pangsa pasar yang dikuasai oleh Merek tersebut dalam hubungannya dengan peredaran barang dan/atau jasa di masyarakat;
d. jangkauan daerah penggunaan Merek;
e. jangka waktu penggunaan Merek;
f. intensitas dan promosi Merek, termasuk nilai investasi yang dipergunakan untuk promosi tersebut;
g. pendaftaran Merek atau permohonan pendaftaran Merek di negara lain;
h. tingkat keberhasilan penegakan hukum di bidang Merek, khususnya mengenai pengakuan Merek tersebut sebagai Merek terkenal oleh lembaga yang berwenang; atau
i. nilai yang melekat pada Merek yang diperoleh karena reputasi dan jaminan kualitas barang dan/atau jasa yang dilindungi oleh Merek tersebut.

Adakah perbedaan antara “merek terkenal” dan “merek biasa”? Merek biasa tentunya adalah merek pada umumnya, yang tidak atau belum mempunyai reputasi tinggi. Merek biasa ini biasanya kurang merepresentasikan simbol gaya hidup maupun kecanggihan teknologi. Konsumen memandang merek tersebut berkualitas rata-rata saja.

Demikianlah sekilas tentang “merek terkenal” menurut hukum atau peraturan di Indonesia. Selain itu, beberapa perjanjian internasional juga mendorong setiap negara anggota untuk melindungi merek terkenal. Paris Convention, misalnya, mendorong negara-negara anggota untuk melindungi Merek terkenal meskipun Merek tersebut tidak terdaftar atau digunakan di negara itu, dengan syarat-syarat tertentu.

Apakah merek milik Anda sudah layak disebut sebagai merek terkenal? Jika belum, jangan pernah berhenti untuk terus mempromosikannya.
(wur)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1493 seconds (0.1#10.140)