Gugus Tugas COVID-19 Diganti, Anggota Tim Pakar Beberkan Lemahnya Koordinasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 telah resmi berganti menjadi Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Perubahan itu berlaku setelah terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 tahun 2020, Senin (20/7) lalu.
Menanggapi pergantian itu, Anggota Tim Pakar Gugus Tugas COVID-19 Ascobat Gani menyadari masih ada masalah penanganan kasus COVID-19 dan ekonomi selama pandemi. Menurutnya, selama ini masih lemahnya penerapan satu komando atau unity of command. (Baca juga: Maung Pakai Mesin Hilux, Toyota Pastikan Pindad Tak Kantongi Izin)
“Sejak awal saya sudah menekankan pentingnya ini (satu komando) yang mutlak perlu dalam situasi emergency (darurat). COVID-19 ini kan pandemi, bencana nasional, mestinya satu komando,” papar Gani dalam diskusi daring, Selasa (21/7/2020).
Kelemahan itu tampak jelas dari kurangnya koordinasi antar lembaga. Misalnya saja, komunikasi risiko (risk communication) yang berbeda-beda. Ada lembaga yang mengatakan bisa pakai minyak kayu putih dan sebagainya.
Selanjutnya, terjadi fragmentasi penanganan COVID-19 antar lembaga, baik kementerian maupun non kementerian. Bahkan, sampai akhirnya banyak lembaga non kementerian yang berujung dibubarkan karena dinilai tumpang tindih dengan kementerian/lembaga utama. Bahkan, lembaganya seakan lebih dominan, sedangkan kementerian justru tersingkirkan.
“Mereka bekerja dalam silo masing-masing. Peran kementerian tenggelam oleh lembaga non kementerian. Padahal, itu semestinya adalah lembaga yang utama,” jelas dia.
Masalah berikutnya mencakup kemampuan daerah merencanakan dan melaksanakan strategi penanganan Corona. Menurut Gani, potensi itu nantinya juga bisa terjadi dalam pemulihan ekonomi.
Sejumlah masalah itu diduga membuat masyarakat mulai lelah karena 3-4 bulan penanganan COVID-19 dan harus menjalani pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kondisi itu mendorong disiplin masyarakat mengikuti protokol kesehatan cenderung rendah.
“Ini menyebabkan angka kasus yang ditemukan melonjak naik. Proyeksi kita yang seharusnya April kemarin terjadi peak (puncak) meleset semua. Kita belum tahu puncaknya di mana ini,” paparnya.
Persoalan lainnya, sebut Gani, masih lemahnya peran aparat dalam mendukung pelaksanaan atau enforcement protokol kesehatan. Saat PSBB berlangsung, dalam pengamatan Gani, masih banyak petugas hanya duduk di pos tanpa mengawasi lalu lintas orang. (Baca juga: Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Didesak Prioritaskan Sektor Kesehatan)
Ia berharap adanya komite yang membawahi satuan tugas (Satgas) penanganan COVID-19 dan satgas pemulihan dan transformasi ekonomi nasional, bisa bekerja lebih baik dalam melakukan tugas dan fungsinya sesuai Perpres 82/2020.
Menanggapi pergantian itu, Anggota Tim Pakar Gugus Tugas COVID-19 Ascobat Gani menyadari masih ada masalah penanganan kasus COVID-19 dan ekonomi selama pandemi. Menurutnya, selama ini masih lemahnya penerapan satu komando atau unity of command. (Baca juga: Maung Pakai Mesin Hilux, Toyota Pastikan Pindad Tak Kantongi Izin)
“Sejak awal saya sudah menekankan pentingnya ini (satu komando) yang mutlak perlu dalam situasi emergency (darurat). COVID-19 ini kan pandemi, bencana nasional, mestinya satu komando,” papar Gani dalam diskusi daring, Selasa (21/7/2020).
Kelemahan itu tampak jelas dari kurangnya koordinasi antar lembaga. Misalnya saja, komunikasi risiko (risk communication) yang berbeda-beda. Ada lembaga yang mengatakan bisa pakai minyak kayu putih dan sebagainya.
Selanjutnya, terjadi fragmentasi penanganan COVID-19 antar lembaga, baik kementerian maupun non kementerian. Bahkan, sampai akhirnya banyak lembaga non kementerian yang berujung dibubarkan karena dinilai tumpang tindih dengan kementerian/lembaga utama. Bahkan, lembaganya seakan lebih dominan, sedangkan kementerian justru tersingkirkan.
“Mereka bekerja dalam silo masing-masing. Peran kementerian tenggelam oleh lembaga non kementerian. Padahal, itu semestinya adalah lembaga yang utama,” jelas dia.
Masalah berikutnya mencakup kemampuan daerah merencanakan dan melaksanakan strategi penanganan Corona. Menurut Gani, potensi itu nantinya juga bisa terjadi dalam pemulihan ekonomi.
Sejumlah masalah itu diduga membuat masyarakat mulai lelah karena 3-4 bulan penanganan COVID-19 dan harus menjalani pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kondisi itu mendorong disiplin masyarakat mengikuti protokol kesehatan cenderung rendah.
“Ini menyebabkan angka kasus yang ditemukan melonjak naik. Proyeksi kita yang seharusnya April kemarin terjadi peak (puncak) meleset semua. Kita belum tahu puncaknya di mana ini,” paparnya.
Persoalan lainnya, sebut Gani, masih lemahnya peran aparat dalam mendukung pelaksanaan atau enforcement protokol kesehatan. Saat PSBB berlangsung, dalam pengamatan Gani, masih banyak petugas hanya duduk di pos tanpa mengawasi lalu lintas orang. (Baca juga: Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Didesak Prioritaskan Sektor Kesehatan)
Ia berharap adanya komite yang membawahi satuan tugas (Satgas) penanganan COVID-19 dan satgas pemulihan dan transformasi ekonomi nasional, bisa bekerja lebih baik dalam melakukan tugas dan fungsinya sesuai Perpres 82/2020.
(kri)