Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Didesak Prioritaskan Sektor Kesehatan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hadirnya Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional diharapkan mempercepat penanggulangan COVID-19 yang sudah mencengkram Indonesia selama empat bulan terakhir. Komite diminta tetap memprioritaskan penanganan kesehatan.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Fahira Idris mengatakan rakyat menunggu strategi baru penanggulangan pandemi COVID-19. Pasalnya, target pemerintah untuk menurunkan kurva kasus positif COVID-19 pada Mei lalu tidak tercapai. (Baca juga: Duel Dahsyat Kelas Berat, Bernard Hopkins: Joshua Pukul KO Fury)
“Malah saat ini jumlah kasus COVID-19 di Indonesia telah menembus lebih dari 88 ribu orang. Bahkan, pada Juli ini sempat tercatat penambahan korban jiwa dalam sehari yang mencapai rekor tertinggi,” ujarnya dalam keterangan resminya kepada SINDOnews, Rabu (22/7/2020).
Pandemi COVID-19 telah membawa Indonesia ke depan pintu krisis ekonomi. Situasi ini harus secepatnya dicegah. Oleh karena itu, Komite yang baru dibentuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini harus segera memformulasikan kebijakan dan strategi penanggulangan pandemi yang baru.
“Memang kita sudah bekerja keras menanggulangi pandemi COVID-19 ini. Namun, kerja keras selama empat bulan ini belum mampu mengalahkan atau setidaknya mengimbangan kecepatan virus ini,” tutur senator asal DKI Jakarta itu.
Fahira menyatakan perlu ada evaluasi menyeluruh terkait strategi, kebijakan dan tindakan untuk meredam pandemi COVID-19 dan dampaknya. Semakin cepat COVID-19 dikendalikan, Indonesia bisa cepat pula dalam menata perekonomian.
Masalah yang harus segera dipecahkan oleh Komite ini adalah peningkatan kapasitas tes polymerase chain reaction (PCR). kapasitas tes PCR Indonesia masih jauh di bawah standar World Health Organization (WHO) dan tertinggal dari negara-negara lain.
Padahal tes PCR dan kesiapan layanan kesehatan merupakan cara yang paling tepat, cepat, efektif, dan efisien untuk menahan laju penyebaran virus Sars Cov-II. Jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang sudah mencapai 3,8 juta dan Indonesia 1,1 juta orang positif, Indonesia masih jauh lebih rendah. (Baca juga: Vaksin China Tiba di Indonesia, Ahli Epidemiologi: Banyak Orang Ingin Keajaiban)
Namun, besarnya temuan kasus positif itu karena banyaknya jumlah tes PCR yang dilakukan. “Pangkal persoalan yang saat ini dihadapi Indonesia dan dunia adalah krisis kesehatan yang melahirkan ancaman krisis ekonomi. Itulah kenapa pangkal persoalannya, yaitu kesehatan yang harus diselesaikan terlebih dahulu,” pungkasnya.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Fahira Idris mengatakan rakyat menunggu strategi baru penanggulangan pandemi COVID-19. Pasalnya, target pemerintah untuk menurunkan kurva kasus positif COVID-19 pada Mei lalu tidak tercapai. (Baca juga: Duel Dahsyat Kelas Berat, Bernard Hopkins: Joshua Pukul KO Fury)
“Malah saat ini jumlah kasus COVID-19 di Indonesia telah menembus lebih dari 88 ribu orang. Bahkan, pada Juli ini sempat tercatat penambahan korban jiwa dalam sehari yang mencapai rekor tertinggi,” ujarnya dalam keterangan resminya kepada SINDOnews, Rabu (22/7/2020).
Pandemi COVID-19 telah membawa Indonesia ke depan pintu krisis ekonomi. Situasi ini harus secepatnya dicegah. Oleh karena itu, Komite yang baru dibentuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini harus segera memformulasikan kebijakan dan strategi penanggulangan pandemi yang baru.
“Memang kita sudah bekerja keras menanggulangi pandemi COVID-19 ini. Namun, kerja keras selama empat bulan ini belum mampu mengalahkan atau setidaknya mengimbangan kecepatan virus ini,” tutur senator asal DKI Jakarta itu.
Fahira menyatakan perlu ada evaluasi menyeluruh terkait strategi, kebijakan dan tindakan untuk meredam pandemi COVID-19 dan dampaknya. Semakin cepat COVID-19 dikendalikan, Indonesia bisa cepat pula dalam menata perekonomian.
Masalah yang harus segera dipecahkan oleh Komite ini adalah peningkatan kapasitas tes polymerase chain reaction (PCR). kapasitas tes PCR Indonesia masih jauh di bawah standar World Health Organization (WHO) dan tertinggal dari negara-negara lain.
Padahal tes PCR dan kesiapan layanan kesehatan merupakan cara yang paling tepat, cepat, efektif, dan efisien untuk menahan laju penyebaran virus Sars Cov-II. Jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang sudah mencapai 3,8 juta dan Indonesia 1,1 juta orang positif, Indonesia masih jauh lebih rendah. (Baca juga: Vaksin China Tiba di Indonesia, Ahli Epidemiologi: Banyak Orang Ingin Keajaiban)
Namun, besarnya temuan kasus positif itu karena banyaknya jumlah tes PCR yang dilakukan. “Pangkal persoalan yang saat ini dihadapi Indonesia dan dunia adalah krisis kesehatan yang melahirkan ancaman krisis ekonomi. Itulah kenapa pangkal persoalannya, yaitu kesehatan yang harus diselesaikan terlebih dahulu,” pungkasnya.
(kri)