Logika Ekonomi Versus Kesadaran Ekologi

Sabtu, 15 April 2023 - 17:33 WIB
loading...
Logika Ekonomi Versus Kesadaran Ekologi
Foto/dok.pribadi
A A A
Galih Prasetyo
Peneliti Bening Institute
Penulis buku Ekonomi Akar Rumput: Potret Indonesia di Masa Pagebluk

KAMPANYE Earth Hour merupakan sinyal bahwa pengabaian keberlangsungan ekologi masih menjadi kekhawatiran yang belum terjawab. Jutaan orang di berbagai negara rutin merayakan Earth Hour tiap tahunnya sejak 2007. Pada 25 Maret 2023, pemadaman lampu, listrik dan perangkat elektronik selama 1 jam serentak dilakukan, sebagai simbol perjuangan menyelamatkan bumi.

Penyebab mendasar yang paling sering dipersalahkan berpangkal dari logika ekonomi yang dianggap berorientasi pada pengejaran keuntungan dan uang semata. Watak ini tak kunjung berubah dalam beberapa dekade terakhir. Tak peduli lingkungan hidup hancur lebur asal membawa keuntungan ekonomi.

Selama ekonomi dan etika diposisikan terpisah, kerugian secara sosial akan makin meningkat. Karena pada dasarnya ekonomi tak bisa dianggap netral, dan tidak punya kredibilitas dalam menentukan keabsahan nilai tertentu.

Risiko

Membabat hutan mungkin saja mendatangkan keuntungan ekonomi secara cepat, namun mengandung risiko jangka panjang yang sering terlupakan. Megaproyek atas nama pembangunan yang masif dikerjakan banyak negara di dunia terbukti meningkatkan suhu bumi 0,8 derajat celcius setidaknya dalam 10 dekade terakhir.

Perlahan tapi pasti, bumi ini bakal tenggelam apabila tidak diambil langkah penyelamatan nyata.

Contoh lainnya, bisa dilihat dari rencana pemerintah membangun IKN di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Begitu hutan ditebang, rancang tata kota dirumuskan dan beton-beton mulai ditancapkan, saat memasuki musim penghujan yang ada malah mengundang banjir.

Sebagian orang masih meraruh percaya pada rumus Pareto, tapi ternyata tak sepenuhnya benar. Ia menilai sebuah kebijakan akan berkontribusi positif terhadap kesejahteraan sosial sejauh ada (minimal) satu orang yang berubah jadi lebih baik, di samping tak ada yang terkena dampak lebih buruk.

Ahli ekonomi Vilfredo Pareto merasa ekuilibrium pasar bakal kompetitif apabila terjadi pertukaran pasar dalam alokasi sumber daya. Namun, untuk mencapai kondisi ini ada syaratnya, yakni sudah terpenuhinya ruang ”pilihan rasional”, kemudian didukung informasi yang lengkap, dan tiadanya gangguan eksternalitas.

Kendati demikian, tolak ukur ini lebih sering meleset. Ia lupa dalam tiap pilihan kebijakan mengandung kesenjangan di sana yang selalu mengintip, terlebih jika dihadapkan pada faktor lainnya, seperti kemungkinan adanya ketegangan konflik kepentingan yang terkadang menyebabkan suatu keputusan ekonomi gagal dalam mengantisipasi ekses dimensi sosial yang muncul belakangan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2091 seconds (0.1#10.140)