Logika Ekonomi Versus Kesadaran Ekologi

Sabtu, 15 April 2023 - 17:33 WIB
loading...
A A A
Di banyak belahan dunia, fakta terdegradasinya lingkungan mudah ditemukan di mana-mana, bahkan pemerintahan suatu negara ikut berdosa dalam soal ini. Berapa banyak ragam budaya dan masyarakat adat yang lenyap, polusi udara yang tak terkendali, maupun limbah beracun yang menghancurkan ekosistem hayati.



Tak sedikit kasus yang diakibatkan kecerobohan suatu pemerintahan, misalnya peristiwa chernobyl tahun 1986 di Ukraina, hingga sungai Yangtze di China yang tercemar parah. Dan masih banyak lagi contoh lainnya sebagai bukti lingkungan yang makin rusak akibat ulah pemerintahan yang sembrono.

Sebagian pihak berpendapat, masalah ini dimulai sejak kemunculan filsafat modern yang berusaha melangkah terlalu jauh dengan memisahkan manusia dan alam. Rene Descartes (1596-1650) disebut sebagai pionir revolusi ilmiah yang mempopulerkan filsafat subjek sebagai petanda masa kejayaan rasionalitas.

Filsafat Cartesian merasa manusia mampu bergerak matematis dan dapat memprediksi apapun berdasarkan pikiran analitis. Dunia seisinya dipandang sebatas sebagai kumpulan benda. Tradisi ini akhirnya menjadi cukup dominan dan manusia sibuk menyandarkan diri pada pengetahuan ilmiah yang justru mendegradasi alam, termasuk moral. Ujungnya, moralitas dan etika hanyut menuju pendangkalan.

Sepanjang dualisme Cartesian ini meruncing, yang memisahkan subjek manusia maka berimplikasi menjauhkan manusia modern dari alam. Apabila ditarik lebih jauh ke filsafat Yunani, Cartesian relatif lebih dekat kepada pemikiran Plato. Relasi antara jiwa dan tubuh, pikiran dan perasaan maupun manusia dan dunia dianggap sesuatu yang terpisah. Inilah sejatinya yang mempengaruhi cara pandang manusia terhadap alam hingga saat ini.

Manusia Subjek

Pembelahan tersebut membuat manusia menjadi subjek di mana menganggap sesuatu di luar dirinya sebagai yang lain dan diletakkan sebatas objek penglihatan. Akhirnya, manusia modern menilai alam dan dunia bukan bagian dari dirinya. Dosis kesombongannya pun bertambah, mati rasa dan acuh tak acuh terhadap kondisi lingkungan hidup.

Peneguhan "ke-aku-an" ini akhirnya menjalar ke ranah ekonomi, sehingga muncul istilah ‘homo economicus’. Ekonom termasyur Adam Smith (1723-1790) memiliki keyakinan bahwa: “mementingkan diri sendiri akan mendatangkan nasib baik bagi orang lain”.

Padahal yang terjadi sebaliknya, manusia cenderung eksploitatif terhadap apapun di luar dirinya. Dan sesungguhnya, manusia menjadi objek dan korban sekaligus. Begitu subjek mengambil peran dominan maka mendorong menguatnya homo economicus yang menjadikan manusia hanya sekedar makhluk ekonomi.

Maka, sudah saatnya tiap keputusan ekonomi mulai meninggalkan kerangka pemisahan tersebut yang mendikotomi antara subjek dan objek. Dan Jangan dinilai sebagai sesuatu yang bertolak belakang atau saling berhadap-hadapan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1964 seconds (0.1#10.140)