Aspek Hukum dan Pemerintahan di Kabupaten Meranti

Rabu, 12 April 2023 - 16:19 WIB
loading...
Aspek Hukum dan Pemerintahan di Kabupaten Meranti
Romli Atmasasmita (Foto: Sindonews)
A A A
Romli Atmasasmita
Guru Besar Emeritus Universitas Padjadjaran

PENANGKAPAN Bupati Meranti dan jajarannya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini, merupakan kejadian terbesar dalam sejarah lembaga tersebut dalam melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Selain bupati juga turut ditangkap sekda, kepala dinas dan badan, kepala bidang dan pejabat lain di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti. Bahkan, ikut ditangkap ajudan bupati dan pihak swasta.

Tangkapan KPK atas Bupati Meranti dan jajaran juga pihak swasta menunjukkan bukti bahwa KPK masih berjaya dan sukses dalam menjalakan tugas dan wewenangnya. Selain itu, di balik penangkapan ini perlu dipikirkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengenai kesinambungan jalannya pemerintahan di daerah tersebut akibat ditangkapnya jajaran pejabat yang merupakan tokoh kunci keberhasilan program pembangunan di sana.

Baca Juga: koran-sindo.com

Dampak dari OTT KPK tersebut pemerintahan di Kabupaten Meranti dipastikan mengalami kebuntuan alias berhenti sementara karena berdasarkan UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Adiministrasi Pemerintahan, mereka yang ditangkap termasuk jajaran kunci bagi berjalannya pemerintahan. Bagaimanapun ketentuan undang-undang aquo dapat dijabat oleh Plt Bupati Meranti namun tidak dapat diingkari dalam praktik akan mengalami kendala yang berarti sehingga sangat menghambat jalannya program pembangunan di daerah tersebut.

Merujuk uraian tersebut jelas bahwa keberhasilan penegakan hukum pemberantasan korupsi tidak serta merta juga keberhasilan jalannya pembangunan daerah yang terdampak.

Sebaiknya KPK lebih cepat lebih baik melakukan klarifikasi dan pemilahan ke 25 orang yang ditangkap. Sekiranya masih ada yang bisa dilepaskan untuk melanjutkan roda pemerintahan di Kabupaten Meranti, lebih baik dari menunggu sampai batas waktu penahanan berakhir, yang dinilai melampaui batas toleransi pemerintahan di Kabupaten Meranti untuk menunda seluruh kegiatannya.

Berkaca dari pengalaman di atas kiranya sudah tepat jika RUU Perampasan Aset Tindak Pidana (RUU PA TP) dengan tujuan pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara segera disahkan karena di dalam RUU PA TP telah diatur tata cara perampasan aset tanpa pemidanaan terhadap pelakunya atau disebut Civil-Based Forfeiture dengan metode pembuktian terbalik (reversal og burden of proof atau onus of proof).

Pemilik harta kekayaan yang di duga berasal dari kejahatan wajib membuktikan bahwa harta kekayaan tersebut bukan dari kejahatan. Jika tidak berhasil atau tidak mampu membuktikan maka jaksa penuntut umum atas perintah majelis hakim merampas harta kekayaan dimaksud.

Selain metode tersebut, RUU PA TP juga masih membolehkan tata cara perampasan dengan Criminal- Based Forfeiture atau sesuai dengan hukum acara KUHAP yaitu penyitaan jika terbukti ditindak lanjuti kejaksaan dengan perampasan.

Dengan dua tata cara pemeriksaan tersebut di atas maka negara melalui kejaksaan dapat memilih cara yang paling efisien dan efektif serta menguntungkan negara dengan tetap menjaga hak asasi setiap orang atas kepemilikan hartanya sesuai ketentuan Bab XA UUD 45.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1616 seconds (0.1#10.140)