Pembelajaran Berpusat pada Siswa atau Guru?
loading...
A
A
A
Demikian juga guru tidak bisa menjadi pusat pembelajaran karena guru memiliki kekurangan, kelemahan, dan keterbatasannya dalam mengajar. Guru dan siswa tidak akan pernah sempurna, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai pusat pembelajaran. Guru dan siswa memiliki kelabilan dan bisa berubah paradigma dan standar hidupnya. Untuk itu, harus ada dasar yang kokoh dan standar sebagai pusat pembelajaran.
Merujuk pada Undang-Undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan bahwa "pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran." Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan harus direncanakan dan disusun oleh pengajar untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam kurikulum.
Oleh karena itu, peran guru dalam undang-undang ini dipandang sebagai perancang untuk memfasilitasi agar pembelajaran bisa terjadi, terstruktur, dan sistematis dalam kelas. Dengan demikian, pembelajaran bukanlah berpusat pada guru, tetapi guru sebagai penuntun dalam pembelajaran.
Pada Undang-Undang yang sama juga ditekankan bahwa pendidikan nasional harus berlandaskan pada Pancasila. Sebagai dasar pendidikan nasional, seluruh proses pembelajaran harus dipusatkan pada Pancasila, khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan sebagai pusat pembelajaran, sebagai pijakan utama untuk membentuk karakter siswa yang berakhlak mulia, beriman, dan bertakwa.
Meskipun Pancasila menjadi dasar negara, nilai-nilainya tidak hanya berlaku pada sila pertama, tetapi juga saling mengikat dengan sila-sila lainnya dalam praktiknya. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia harus tidak hanya berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional, tetapi juga harus responsif terhadap perubahan zaman. Dalam hal ini, pendidikan Indonesia harus berorientasi pada Pancasila, bukan pada murid.
Pada Pasal 4 Ayat (3) Undang-Undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Proses ini menempatkan guru sebagai fasilitator dalam mengembangkan potensi dan keunikan setiap peserta didik agar dapat menjadi individu yang mandiri, kreatif, inovatif, dan mampu bersaing di era globalisasi.
Penting untuk dipahami bahwa dalam proses pembelajaran, orientasi pada murid(student-oriented)dan pusat pada murid(student-centered)bukanlah hal yang sama.
Orientasi pada murid berarti bahwa proses pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan, dan minat peserta didik sehingga mereka dapat mengembangkan potensi mereka secara maksimal. Sedangkan, pusat pada murid mengimplikasikan bahwa peserta didik harus menjadi pusat dari proses pembelajaran dan memiliki kontrol atas belajar mereka sendiri.
Dalam konteks pembelajaran yang efektif, orientasi pada murid memainkan peran yang sangat penting karena membantu peserta didik untuk belajar secara aktif dan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Namun, guru tetap berperan sebagai fasilitator, memandu, dan mendukung proses belajar peserta didik. Dengan demikian, proses pembelajaran yang efektif dapat dicapai melalui keseimbangan antara orientasi pada murid dan peran guru sebagai fasilitator.
Dengan demikian, pendidikan di Indonesia, idealnya harus berorientasi pada murid (student-oriented), bukan berpusat pada murid (student-centered). Guru juga bukan pusat dalam pembelajaran, melainkan berperan sebagai fasilitator, pengarah, dan pembimbing dalam pembelajaran atau bisa disebutteacher-directed.
Merujuk pada Undang-Undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan bahwa "pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran." Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan harus direncanakan dan disusun oleh pengajar untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam kurikulum.
Oleh karena itu, peran guru dalam undang-undang ini dipandang sebagai perancang untuk memfasilitasi agar pembelajaran bisa terjadi, terstruktur, dan sistematis dalam kelas. Dengan demikian, pembelajaran bukanlah berpusat pada guru, tetapi guru sebagai penuntun dalam pembelajaran.
Pada Undang-Undang yang sama juga ditekankan bahwa pendidikan nasional harus berlandaskan pada Pancasila. Sebagai dasar pendidikan nasional, seluruh proses pembelajaran harus dipusatkan pada Pancasila, khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan sebagai pusat pembelajaran, sebagai pijakan utama untuk membentuk karakter siswa yang berakhlak mulia, beriman, dan bertakwa.
Meskipun Pancasila menjadi dasar negara, nilai-nilainya tidak hanya berlaku pada sila pertama, tetapi juga saling mengikat dengan sila-sila lainnya dalam praktiknya. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia harus tidak hanya berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional, tetapi juga harus responsif terhadap perubahan zaman. Dalam hal ini, pendidikan Indonesia harus berorientasi pada Pancasila, bukan pada murid.
Pada Pasal 4 Ayat (3) Undang-Undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Proses ini menempatkan guru sebagai fasilitator dalam mengembangkan potensi dan keunikan setiap peserta didik agar dapat menjadi individu yang mandiri, kreatif, inovatif, dan mampu bersaing di era globalisasi.
Penting untuk dipahami bahwa dalam proses pembelajaran, orientasi pada murid(student-oriented)dan pusat pada murid(student-centered)bukanlah hal yang sama.
Orientasi pada murid berarti bahwa proses pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan, dan minat peserta didik sehingga mereka dapat mengembangkan potensi mereka secara maksimal. Sedangkan, pusat pada murid mengimplikasikan bahwa peserta didik harus menjadi pusat dari proses pembelajaran dan memiliki kontrol atas belajar mereka sendiri.
Dalam konteks pembelajaran yang efektif, orientasi pada murid memainkan peran yang sangat penting karena membantu peserta didik untuk belajar secara aktif dan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Namun, guru tetap berperan sebagai fasilitator, memandu, dan mendukung proses belajar peserta didik. Dengan demikian, proses pembelajaran yang efektif dapat dicapai melalui keseimbangan antara orientasi pada murid dan peran guru sebagai fasilitator.
Dengan demikian, pendidikan di Indonesia, idealnya harus berorientasi pada murid (student-oriented), bukan berpusat pada murid (student-centered). Guru juga bukan pusat dalam pembelajaran, melainkan berperan sebagai fasilitator, pengarah, dan pembimbing dalam pembelajaran atau bisa disebutteacher-directed.