6 Poin Banding KPU terhadap Bawaslu, Nomor 5 Singgung Putusan PN Jakpus
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi mengajukan banding terhadap putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atas gugatan pelanggaran administrasi proses verifikasi peserta Pemilu 2024 yang diajukan Partai Prima. Dalam memori banding yang diajukan Kuasa Hukum KPU Heru Widodo Law Office pada Selasa (21/3/2023) itu, ada 6 poin yang disampaikan.
Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan pada KPU Mochammad Afifudin mengatakan pada poin pertama dalam pertimbangan hukum Putusan PN Jakpus No 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst halaman 42 disebutkan:
“…Pengadilan telah mengupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menunjuk Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai Mediator. Berdasarkan Laporan Mediator tanggal 26 Oktober 2022, upaya perdamaian tidak berhasil.”
"Terhadap pertimbangan hukum putusan, seolah-olah telah mengupayakan perdamaian dan ada laporan Mediator tanggal 26 Oktober 2022, padahal tidak pernah ada," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (22/3/2023).
Lalu poin kedua, pemeriksaan perkara biasa yang dijalankan tanpa mediasi, melanggar kewajiban hukum hakim, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) Perma Nomor 1/2016. Sesuai Pasal 4 ayat (1) Perma 1/2016, semua sengketa perdata wajib lebih dahulu diupayakan mediasi kecuali ditentukan lain.
Menurut KPU, gugatan Partai Prima tidak termasuk perkara yang dikecualikan oleh Pasal 4 ayat (2) huruf a Perma 1/2016, bukan sengketa yang ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya. Bukti sebagai perkara perdata biasa adalah kode “PDT.G” dalam Register Perkara Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst;
Ketiga, Afifuddin mengatakan pemeriksaan gugatan Partai Prima cacat hukum. ”Akibat dari terjadinya pelanggaran tanpa mediasi, pemeriksaan perkara cacat yuridis, serta harus ditetapkan putusan sela untuk dilakukan mediasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (4) Perma 1/2016," jelas Afifuddin.
Keempat, KPU memohon penangguhan pelaksanaan putusan serta merta. Ini lantaran KPU juga meminta dijatuhkannya putusan sela sebagaimana poin ketiga. "Terdapat kepentingan negara yang wajib diutamakan dalam rangka menjalankan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, bahwa Pemilu dilaksanakan secara luber dan jurdil setiap lima tahun sekali, yang tidak dapat ditunda," katanya.
Kelima, KPU meminta koreksi atas pertimbangan hakim PN Jakpus tentang eksepsi kewenangan absolut. Tindakan KPU menetapkan PRIMA tidak memenuhi syarat administrasi parpol merupakan substansi yang diatur dalam UU Pemilu.
Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan pada KPU Mochammad Afifudin mengatakan pada poin pertama dalam pertimbangan hukum Putusan PN Jakpus No 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst halaman 42 disebutkan:
“…Pengadilan telah mengupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menunjuk Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai Mediator. Berdasarkan Laporan Mediator tanggal 26 Oktober 2022, upaya perdamaian tidak berhasil.”
"Terhadap pertimbangan hukum putusan, seolah-olah telah mengupayakan perdamaian dan ada laporan Mediator tanggal 26 Oktober 2022, padahal tidak pernah ada," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (22/3/2023).
Lalu poin kedua, pemeriksaan perkara biasa yang dijalankan tanpa mediasi, melanggar kewajiban hukum hakim, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) Perma Nomor 1/2016. Sesuai Pasal 4 ayat (1) Perma 1/2016, semua sengketa perdata wajib lebih dahulu diupayakan mediasi kecuali ditentukan lain.
Menurut KPU, gugatan Partai Prima tidak termasuk perkara yang dikecualikan oleh Pasal 4 ayat (2) huruf a Perma 1/2016, bukan sengketa yang ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya. Bukti sebagai perkara perdata biasa adalah kode “PDT.G” dalam Register Perkara Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst;
Ketiga, Afifuddin mengatakan pemeriksaan gugatan Partai Prima cacat hukum. ”Akibat dari terjadinya pelanggaran tanpa mediasi, pemeriksaan perkara cacat yuridis, serta harus ditetapkan putusan sela untuk dilakukan mediasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (4) Perma 1/2016," jelas Afifuddin.
Keempat, KPU memohon penangguhan pelaksanaan putusan serta merta. Ini lantaran KPU juga meminta dijatuhkannya putusan sela sebagaimana poin ketiga. "Terdapat kepentingan negara yang wajib diutamakan dalam rangka menjalankan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, bahwa Pemilu dilaksanakan secara luber dan jurdil setiap lima tahun sekali, yang tidak dapat ditunda," katanya.
Kelima, KPU meminta koreksi atas pertimbangan hakim PN Jakpus tentang eksepsi kewenangan absolut. Tindakan KPU menetapkan PRIMA tidak memenuhi syarat administrasi parpol merupakan substansi yang diatur dalam UU Pemilu.