Peringatan Kesehatan Bergambar di Bungkus Rokok Perlu Lebih Besar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi berpendapat bahwa peringatan kesehatan bergambar dalam bungkus rokok yang mulai diterapkan di Indonesia pada 2014 perlu diperluas lagi. YLKI menemukan fakta bahwa pesan kesehatan yang efektif langsung ke masyarakat itu menjadi kurang mengena lantaran tertutup pita cukai sehingga pesan kesehatan yang ada tidak muncul.
YLKI pernah melakukan survei mengenai penerapan peringatan kesehatan bergambar dan efektivitasnya di lapangan. Salah satu temuannya ada dugaan upaya mengaburkan pesan tersebut. Pertama, ada pita cukai yang menutup sebagian peringatan kesehatan tersebut dan kedua masih maraknya promosi rokok. (Baca juga: Fahri Hamzah Sebut Kebijakan Susi Larang Nelayan Tangkap Benur Salah Fatal)
“Survei yang kami lakukan, peringatan kesehatan bergambar itu tidak efektif karena tertutup pita cukai sehingga pesan kesehatan yang ada tidak muncul karena tertutup pita cukai, kita mempertanyakan apakah pita cukai memang harus didesain menutupi seperti itu atau sebenarnya ada cara lain,” ujar Tulus dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/7/2020).
Selain itu, tata cara penempatan pita cukai itu pada Direktorat Bea Cukai dipersoalkan dan YLKI meminta agar ketentuannya diperbaiki dengan mengubah desain sehingga pita cukai tidak menutup pesan kesehatan bergambar. Pasalnya, pita cukai yang dilekatkan di atas peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok membuat pesan dalam peringatan kesehatan bergambar menjadi tak sepenuhnya sampai.
Sehingga, ruang peringatan yang hanya 40% itu dinilai terlalu kecil dan kurang kuat karena di sisi lain industri rokok tetap leluasa mempromosikan produknya. Fakta itu menunjukkan regulasi tentang pengendalian tembakau di Indonesia masih sangat lemah, tidak sinkron antara lembaga satu dan lainnya, juga banyak tumpang tindih.
Kemudian, YLKI juga mendesak pemerintah menyinkronkan kebijakan dan gerak langkah instansi terkait agar agenda meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing sebagaimana tercantum dalam RPJMN IV 2020-2024 dapat tercapai. Jika dibandingkan dengan negara lain yang lebih berani dalam menerapkan kebijakan pengendalian tembakau, peringatan kesehatan bergambar 40% dari bungkus rokok menjadi sangat kecil.
Bahkan ada negara yang sudah menerapkan plain packaging seperti Australia dan Inggris. Adapun Plain packaging adalah bungkus rokok tidak mencantumkan logo dan slogan merek, tetapi penuh dengan peringatan kesehatan bergambar.
Suara-suara agar pemerintah memperluas peringatan kesehatan bergambar juga muncul di media sosial. Warganet mengusung hashtag atau tagar #LebihBesarBiarSadar mendorong pemerintah memperluas peringatan kesehatan bergambar di bungkus rokok.
“Sehingga kita minta pemerintah, untuk menurunkan prevalensi merokok, peringatan kesehatan bergambar harus diperluas menjadi di atas 70 persen agar lebih informatif pada konsumen. Semakin besar semakin baik karena memberikan pesan lebih kuat pada konsumen,” jelas Tulus.
Selain itu, perluasan peringatan kesehatan bergambar diyakini semakin mengefektifkan langkah utama pengendalian tembakau, yakni menaikkan cukai rokok. YLKI mendukung rencana pemerintah menaikkan cukai rokok tahun depan. ”Rencana tahun depan cukai rokok akan naik lagi, kita dukung untuk perlindungan konsumen. Kita minta Menkeu menaikkan langsung 57 persen,” terang Tulus.
Sebab, berdasarkan kajian YLKI, kenaikan cukai rokok tidak berdampak pada rakyat yang bekerja di sektor industri ini. Adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri rokok yang kerap dikaitkan dengan kebijakan pemerintah menaikkan cukai rokok dinilai tidak tepat. PHK di industri rokok lebih banyak disebabkan lantaran produsen rokok mengganti pekerja dengan mesin.
”PHK itu terjadi bukan karena aktivitas pengendalian tembakau tapi karena persaingan antara mereka sendiri dan mekanisasi, yaitu tenaga kerja diganti mesin. Satu mesin bisa menggantikan ratusan tenaga manusia dan tidak rewel. Ini yang justru merontokkan tenaga kerja dan itu yang dilakukan oleh semua industri besar,” papar Tulus.
Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau atau lebih populer dengan istilah cukai rokok dalam beberapa tahun ke depan. Rencana ini masuk dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024. (Baca: Ekspor Benih Lobster Dua Era, Konservatif Susi dan Menteri Edhy Liberal)
Peningkatan tarif cukai rokok sebagai salah satu arah kebijakan guna mengejar agenda pembangunan memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan. Pemerintah menyiapkan penyederhanaan struktur tarif cukai dan peningkatan tarif cukai hasil tembakau. Agenda ini diperkuat dengan mempercepat usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cukai untuk dibahas di DPR.
YLKI pernah melakukan survei mengenai penerapan peringatan kesehatan bergambar dan efektivitasnya di lapangan. Salah satu temuannya ada dugaan upaya mengaburkan pesan tersebut. Pertama, ada pita cukai yang menutup sebagian peringatan kesehatan tersebut dan kedua masih maraknya promosi rokok. (Baca juga: Fahri Hamzah Sebut Kebijakan Susi Larang Nelayan Tangkap Benur Salah Fatal)
“Survei yang kami lakukan, peringatan kesehatan bergambar itu tidak efektif karena tertutup pita cukai sehingga pesan kesehatan yang ada tidak muncul karena tertutup pita cukai, kita mempertanyakan apakah pita cukai memang harus didesain menutupi seperti itu atau sebenarnya ada cara lain,” ujar Tulus dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/7/2020).
Selain itu, tata cara penempatan pita cukai itu pada Direktorat Bea Cukai dipersoalkan dan YLKI meminta agar ketentuannya diperbaiki dengan mengubah desain sehingga pita cukai tidak menutup pesan kesehatan bergambar. Pasalnya, pita cukai yang dilekatkan di atas peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok membuat pesan dalam peringatan kesehatan bergambar menjadi tak sepenuhnya sampai.
Sehingga, ruang peringatan yang hanya 40% itu dinilai terlalu kecil dan kurang kuat karena di sisi lain industri rokok tetap leluasa mempromosikan produknya. Fakta itu menunjukkan regulasi tentang pengendalian tembakau di Indonesia masih sangat lemah, tidak sinkron antara lembaga satu dan lainnya, juga banyak tumpang tindih.
Kemudian, YLKI juga mendesak pemerintah menyinkronkan kebijakan dan gerak langkah instansi terkait agar agenda meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing sebagaimana tercantum dalam RPJMN IV 2020-2024 dapat tercapai. Jika dibandingkan dengan negara lain yang lebih berani dalam menerapkan kebijakan pengendalian tembakau, peringatan kesehatan bergambar 40% dari bungkus rokok menjadi sangat kecil.
Bahkan ada negara yang sudah menerapkan plain packaging seperti Australia dan Inggris. Adapun Plain packaging adalah bungkus rokok tidak mencantumkan logo dan slogan merek, tetapi penuh dengan peringatan kesehatan bergambar.
Suara-suara agar pemerintah memperluas peringatan kesehatan bergambar juga muncul di media sosial. Warganet mengusung hashtag atau tagar #LebihBesarBiarSadar mendorong pemerintah memperluas peringatan kesehatan bergambar di bungkus rokok.
“Sehingga kita minta pemerintah, untuk menurunkan prevalensi merokok, peringatan kesehatan bergambar harus diperluas menjadi di atas 70 persen agar lebih informatif pada konsumen. Semakin besar semakin baik karena memberikan pesan lebih kuat pada konsumen,” jelas Tulus.
Selain itu, perluasan peringatan kesehatan bergambar diyakini semakin mengefektifkan langkah utama pengendalian tembakau, yakni menaikkan cukai rokok. YLKI mendukung rencana pemerintah menaikkan cukai rokok tahun depan. ”Rencana tahun depan cukai rokok akan naik lagi, kita dukung untuk perlindungan konsumen. Kita minta Menkeu menaikkan langsung 57 persen,” terang Tulus.
Sebab, berdasarkan kajian YLKI, kenaikan cukai rokok tidak berdampak pada rakyat yang bekerja di sektor industri ini. Adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri rokok yang kerap dikaitkan dengan kebijakan pemerintah menaikkan cukai rokok dinilai tidak tepat. PHK di industri rokok lebih banyak disebabkan lantaran produsen rokok mengganti pekerja dengan mesin.
”PHK itu terjadi bukan karena aktivitas pengendalian tembakau tapi karena persaingan antara mereka sendiri dan mekanisasi, yaitu tenaga kerja diganti mesin. Satu mesin bisa menggantikan ratusan tenaga manusia dan tidak rewel. Ini yang justru merontokkan tenaga kerja dan itu yang dilakukan oleh semua industri besar,” papar Tulus.
Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau atau lebih populer dengan istilah cukai rokok dalam beberapa tahun ke depan. Rencana ini masuk dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024. (Baca: Ekspor Benih Lobster Dua Era, Konservatif Susi dan Menteri Edhy Liberal)
Peningkatan tarif cukai rokok sebagai salah satu arah kebijakan guna mengejar agenda pembangunan memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan. Pemerintah menyiapkan penyederhanaan struktur tarif cukai dan peningkatan tarif cukai hasil tembakau. Agenda ini diperkuat dengan mempercepat usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cukai untuk dibahas di DPR.
(kri)