Kemendagri Minta Pemda Perhatikan Kebijakan Adaptasi Perubahan Iklim
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri ( Kemendagri ) meminta pemerintah daerah (pemda) terutama kabupaten/kota di wilayah pesisir memperhatikan kebijakan terkait adaptasi perubahan iklim . Sebab, daerah itu dinilai punya potensi cukup tinggi terhadap terjadinya bencana banjir rob.
Sekretaris BSKDN Kemendagri Kurniasih menuturkan, banjir rob didefisinisikan sebagai pasang besar yang menyebabkan luapan air laut. Dia mengatakan, kondisi itu terjadi secara berulang pada daerah pesisir yang rendah atau rawa-rawa pantai.
Dia menjelaskan, bencana banjir rob disebabkan oleh banyak faktor meliputi faktor pasang surut, penurunan muka tanah, hingga faktor lainnya. Dia mengungkapkan, berdasarkan data Internasional Monetary Fund (IMF), per Mei 2022 permukaan air laut Indonesia telah meningkat 62,3 milimeter (mm).
"Adanya skenario kenaikan muka air laut karena pemanasan global ini dikhawatirkan akan memperbesar dampak bajir rob, bahkan akan semakin parah kondisinya karena adanya genangan air hujan atau banjir kiriman, hingga adanya banjir lokal akibat saluran drainase yang kurang terawat," katanya saat mewakili Kepala BSKDN Yusharto Huntoyungo memberi sambutan dalam acara Lokakarya Penguatan Kolaborasi Kebijakan Pemerintahan Daerah dalam Penanganan Banjir Rob yang berlangsung secara daring dan luring dari Gedung Gradhika Bhakti Praja Semarang, Rabu (15/3/2023).
Dia membeberkan, fenomena banjir rob di beberapa daerah juga disebabkan oleh penurunan tanah (land subsidence). Dia menambahkan, faktor tersebut paling berbahaya karena sering tidak disadari oleh masyarakat.
Lebih lanjut dia mengatakan, penurunan tanah disebabkan karena pengambilan air tanah yang berlebihan, sehingga mempengaruhi struktur lapisan tanah dan mempercepat penurunan tanah. "Hal itu sesuai dengan hasil riset yang dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terkait banjir rob yang melanda Pantura Jawa. Penurunan tanah di sana mencapai 11 sentimeter per tahun," kata Kurniasih.
Dia juga mengingatkan semua pemda yang hadir untuk terus melakukan kolaborasi dan sinkronisasi program penanganan banjir rob lintas stakeholder dari tingkat pusat hingga pemerintahan desa. Dia pun berharap, kebijakan penanganan banjir rob dapat menjadi agenda program prioritas nasional yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.
"Kolaborasi seluruh pihak menjadi syarat utama bagi keberhasilan penanganan banjir rob, sehingga harus terus diupayakan sehingga masing-masing dapat mengerti kontribusinya," pungkasnya.
Lokakarya itu dihadiri narasumber dari sejumlah pakar, di antaranya Analis Kebijakan Ahli Muda, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I, Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Dyah Sulistyaningsih, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kebencanaan BRIN Eko Yulianto, serta Kepala Bidang Pengembangan dan Pembinaan Teknis (PPT) Dinas Pekerjaan Umum, Sumber Daya Air dan Tata Ruang (PUSDATARU) Provinsi Jawa Tengah Sukamta.
Narasumber lainnya adalah Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana, Ditjen SDA-Kementerian PUPR Adek Rizaldi, Manager Program Pendanaan Perubahan Iklim (Adaptation Fund) Kemitraan Abimanyu Sasongko Aji, dan Ketua Umum Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI) Riant Nugroho.
Sekretaris BSKDN Kemendagri Kurniasih menuturkan, banjir rob didefisinisikan sebagai pasang besar yang menyebabkan luapan air laut. Dia mengatakan, kondisi itu terjadi secara berulang pada daerah pesisir yang rendah atau rawa-rawa pantai.
Dia menjelaskan, bencana banjir rob disebabkan oleh banyak faktor meliputi faktor pasang surut, penurunan muka tanah, hingga faktor lainnya. Dia mengungkapkan, berdasarkan data Internasional Monetary Fund (IMF), per Mei 2022 permukaan air laut Indonesia telah meningkat 62,3 milimeter (mm).
"Adanya skenario kenaikan muka air laut karena pemanasan global ini dikhawatirkan akan memperbesar dampak bajir rob, bahkan akan semakin parah kondisinya karena adanya genangan air hujan atau banjir kiriman, hingga adanya banjir lokal akibat saluran drainase yang kurang terawat," katanya saat mewakili Kepala BSKDN Yusharto Huntoyungo memberi sambutan dalam acara Lokakarya Penguatan Kolaborasi Kebijakan Pemerintahan Daerah dalam Penanganan Banjir Rob yang berlangsung secara daring dan luring dari Gedung Gradhika Bhakti Praja Semarang, Rabu (15/3/2023).
Dia membeberkan, fenomena banjir rob di beberapa daerah juga disebabkan oleh penurunan tanah (land subsidence). Dia menambahkan, faktor tersebut paling berbahaya karena sering tidak disadari oleh masyarakat.
Lebih lanjut dia mengatakan, penurunan tanah disebabkan karena pengambilan air tanah yang berlebihan, sehingga mempengaruhi struktur lapisan tanah dan mempercepat penurunan tanah. "Hal itu sesuai dengan hasil riset yang dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terkait banjir rob yang melanda Pantura Jawa. Penurunan tanah di sana mencapai 11 sentimeter per tahun," kata Kurniasih.
Dia juga mengingatkan semua pemda yang hadir untuk terus melakukan kolaborasi dan sinkronisasi program penanganan banjir rob lintas stakeholder dari tingkat pusat hingga pemerintahan desa. Dia pun berharap, kebijakan penanganan banjir rob dapat menjadi agenda program prioritas nasional yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.
"Kolaborasi seluruh pihak menjadi syarat utama bagi keberhasilan penanganan banjir rob, sehingga harus terus diupayakan sehingga masing-masing dapat mengerti kontribusinya," pungkasnya.
Lokakarya itu dihadiri narasumber dari sejumlah pakar, di antaranya Analis Kebijakan Ahli Muda, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I, Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Dyah Sulistyaningsih, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kebencanaan BRIN Eko Yulianto, serta Kepala Bidang Pengembangan dan Pembinaan Teknis (PPT) Dinas Pekerjaan Umum, Sumber Daya Air dan Tata Ruang (PUSDATARU) Provinsi Jawa Tengah Sukamta.
Narasumber lainnya adalah Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana, Ditjen SDA-Kementerian PUPR Adek Rizaldi, Manager Program Pendanaan Perubahan Iklim (Adaptation Fund) Kemitraan Abimanyu Sasongko Aji, dan Ketua Umum Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI) Riant Nugroho.
(rca)