Butuh Kematangan Politik untuk Mencapai Pemilu Aman dan Damai
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebagai negara majemuk dengan berbagai suku, agama, ras, dan golongan, Indonesia menghadapi tantangan besar di setiap penyelenggaraan pemilihan umum ( pemilu ). Karena itu, dibutuhkan kematangan berpolitik dari tingkat elite hingga akar rumput agar proses demokrasi lima tahunan itu berjalan lancar, aman, dan damai.
"Jika kontestasi politik tidak mampu dikelola dan diselenggarakan dengan baik, dikhawatirkan justru akan menimbulkan polarisasi sosial di tengah masyarakat. Kondisi itu tentu saja akan mengganggu stabilitas nasional," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar dalam Dialog Kebangsaan Bersama Partai Politik Dalam Rangka Persiapan Pemilu Tahun 2024 di Jakarta dikutip, Rabu (15/3/2023).
Menurutnya, ancaman polarisasi sosial akan semakin potensial ketika praktik politik identitas, politisasi SARA, ujaran kebencian, dan hoaks bertebaran di tengah masyarakat. Praktik semacam itu tidak hanya membahayakan demokrasi di Indonesia, tapi juga mengancam keutuhan dan kedaulatan bangsa.
Baca juga: Ma’ruf Amin: Masjid Jadi Tempat Kampanye Itu Gejala Polarisasi
Pemilu, kata Boy Rafli, merupakan pesta demokrasi lima tahunan yang bertujuan menyalurkan suara rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam memiliki calon pemimpin dan wakil rakyat. Pemilu 2024 akan menjadi tonggak sejarah baru bagi demokrasi di Indonesia dengan adanya penyelenggaraan Pemilu secara serentak.
Dalam sistem politik demokrasi, Pemilu merupakan salah satu instrumen penting dalam menilai capaian kesuksesan demokrasi di suatu negara. Salah satu indikatornya adalah terselenggaranya Pemilu yang jujur, aman, damai, dan berkualitas.
"Dari tahun ke tahun, pascareformasi indeks demokrasi kita terus mengalami kenaikan. Itu ditunjukkan dengan partisipasi politik rakyat yang semakin tinggi dan penyelenggaraan Pemilu yang berjalan demokratis. Tentu masih banyak tantangan dan kekurangan yang harus kita benahi dengan komitmen bersama mewujudkan tatanan demokrasi yang lebih berkualitas dan bermartabat," katanya.
Karena itu, BNPT bekerja sama dengan penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu, berinisiatif menyelenggarakan Dialog Bersama Partai Politik Peserta Pemilu 2024. Dialog ini untuk menyamakan visi dan komitmen bersama dalam penyelenggaraan Pemilu yang berkualitas, aman, damai, dan bebas dari praktik politik identitas.
Boy Rafli memaparkan kegiatan ini juga sebagai langkah mitigasi agar pengalaman masa lalu yaitu Pemilu 2019 tidak terulang kembali. Saat itu banyak terjadi upaya polarisasi sosial, politik identitas, yang berdampak negatif seperti terjadinya narasi-narasi ujaran kebencian propaganda penghinaan terhadap satu sama lainnya.
"Padahal narasi-narasi itu adalah bukan narasi yang berkepribadian kita sebagai bangsa Indonesia. Karena bangsa Indonesia begitu beruntung mendapatkan warisan narasi-narasi nasionalisme kebangsaan yang tentunya tidak bisa kita kesampingkan begitu saja," kata mantan Kapolda Papua ini.
Dalam dalam berbagai aspek kehidupan segenap elemen bangsa harus mempromosikan kesatuan dan menjauhkan dari segala isu-isu yang dapat mengakibatkan perpecahan. Hal itu penting karena berkaitan dengan aktivitas politik akhir-akhir ini dan menjelang Pemilu 2024, sikap, dan perilaku yang berpotensi mengarah terjadinya konflik sosial yang mengarah kekerasan.
"Kita tidak ingin pesta demokrasi Indonesia yang sudah semakin baik dari tahun ke tahun, indeks demokrasi kita menunjukkan angka yang baik, tetapi dengan catatan adanya berbagai masalah-masalah di masa lalu yang tentu harus kita upayakan ke depan tidak menjadi bagian yang terulang kembali. Ini adalah ikhtiar," katanya.
Menurutnya, yang terpenting saat ini adalah komitmen penanaman mindset cara berdemokrasi yang properdamaian. Hal ini penting karena bangsa Indonesia tentu saja tidak ingin karena demokrasi malah menjadi saling bermusuhan, saling melemparkan narasi-narasi pecah belah.
Sementara itu, Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mengimbau partai politik atau peserta Pemilu 2024 tidak menggunakan strategi politik identitas yang dapat menyebabkan polarisasi sosial yang tajam di tengah masyarakat. Sebab, kata dia, strategi polarisasi itu merusak negara.
"Strategi polarisasi mungkin saja dapat memenangkan suara, tapi hal itu sekaligus juga merusak negara. Oleh karena itu, strategi pemenangan pemilu wajib mengedepankan persatuan nasional meskipun peserta pemilu tengah bersaing untuk menang," kata Wapres saat memberikan Keynote Speech acara yang sama.
Wapres memberikan contoh pada Pemilu 2019 telah terjadi polarisasi sosial yang tajam di masyarakat. Menurutnya, sebagian pendukung parpol saling menjatuhkan dengan isu politik identitas, alih-alih beradu gagasan mengenai konsep berbangsa dan program untuk mengatasi tantangan strategis di tingkat lokal dan global.
Karena itu, Wapres meminta hal tersebut tidak terulang pada Pemilu 2024 karena sangat bertentangan dengan cita-cita negara dan demokrasi. Dia mengajak semua pihak untuk bulatkan tekad dan satukan langkah agar Pemilu 2024 menjadi pemilu yang aman, damai, dan berkualitas.
"Jika kontestasi politik tidak mampu dikelola dan diselenggarakan dengan baik, dikhawatirkan justru akan menimbulkan polarisasi sosial di tengah masyarakat. Kondisi itu tentu saja akan mengganggu stabilitas nasional," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar dalam Dialog Kebangsaan Bersama Partai Politik Dalam Rangka Persiapan Pemilu Tahun 2024 di Jakarta dikutip, Rabu (15/3/2023).
Menurutnya, ancaman polarisasi sosial akan semakin potensial ketika praktik politik identitas, politisasi SARA, ujaran kebencian, dan hoaks bertebaran di tengah masyarakat. Praktik semacam itu tidak hanya membahayakan demokrasi di Indonesia, tapi juga mengancam keutuhan dan kedaulatan bangsa.
Baca juga: Ma’ruf Amin: Masjid Jadi Tempat Kampanye Itu Gejala Polarisasi
Pemilu, kata Boy Rafli, merupakan pesta demokrasi lima tahunan yang bertujuan menyalurkan suara rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam memiliki calon pemimpin dan wakil rakyat. Pemilu 2024 akan menjadi tonggak sejarah baru bagi demokrasi di Indonesia dengan adanya penyelenggaraan Pemilu secara serentak.
Dalam sistem politik demokrasi, Pemilu merupakan salah satu instrumen penting dalam menilai capaian kesuksesan demokrasi di suatu negara. Salah satu indikatornya adalah terselenggaranya Pemilu yang jujur, aman, damai, dan berkualitas.
"Dari tahun ke tahun, pascareformasi indeks demokrasi kita terus mengalami kenaikan. Itu ditunjukkan dengan partisipasi politik rakyat yang semakin tinggi dan penyelenggaraan Pemilu yang berjalan demokratis. Tentu masih banyak tantangan dan kekurangan yang harus kita benahi dengan komitmen bersama mewujudkan tatanan demokrasi yang lebih berkualitas dan bermartabat," katanya.
Karena itu, BNPT bekerja sama dengan penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu, berinisiatif menyelenggarakan Dialog Bersama Partai Politik Peserta Pemilu 2024. Dialog ini untuk menyamakan visi dan komitmen bersama dalam penyelenggaraan Pemilu yang berkualitas, aman, damai, dan bebas dari praktik politik identitas.
Boy Rafli memaparkan kegiatan ini juga sebagai langkah mitigasi agar pengalaman masa lalu yaitu Pemilu 2019 tidak terulang kembali. Saat itu banyak terjadi upaya polarisasi sosial, politik identitas, yang berdampak negatif seperti terjadinya narasi-narasi ujaran kebencian propaganda penghinaan terhadap satu sama lainnya.
"Padahal narasi-narasi itu adalah bukan narasi yang berkepribadian kita sebagai bangsa Indonesia. Karena bangsa Indonesia begitu beruntung mendapatkan warisan narasi-narasi nasionalisme kebangsaan yang tentunya tidak bisa kita kesampingkan begitu saja," kata mantan Kapolda Papua ini.
Dalam dalam berbagai aspek kehidupan segenap elemen bangsa harus mempromosikan kesatuan dan menjauhkan dari segala isu-isu yang dapat mengakibatkan perpecahan. Hal itu penting karena berkaitan dengan aktivitas politik akhir-akhir ini dan menjelang Pemilu 2024, sikap, dan perilaku yang berpotensi mengarah terjadinya konflik sosial yang mengarah kekerasan.
"Kita tidak ingin pesta demokrasi Indonesia yang sudah semakin baik dari tahun ke tahun, indeks demokrasi kita menunjukkan angka yang baik, tetapi dengan catatan adanya berbagai masalah-masalah di masa lalu yang tentu harus kita upayakan ke depan tidak menjadi bagian yang terulang kembali. Ini adalah ikhtiar," katanya.
Menurutnya, yang terpenting saat ini adalah komitmen penanaman mindset cara berdemokrasi yang properdamaian. Hal ini penting karena bangsa Indonesia tentu saja tidak ingin karena demokrasi malah menjadi saling bermusuhan, saling melemparkan narasi-narasi pecah belah.
Sementara itu, Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mengimbau partai politik atau peserta Pemilu 2024 tidak menggunakan strategi politik identitas yang dapat menyebabkan polarisasi sosial yang tajam di tengah masyarakat. Sebab, kata dia, strategi polarisasi itu merusak negara.
"Strategi polarisasi mungkin saja dapat memenangkan suara, tapi hal itu sekaligus juga merusak negara. Oleh karena itu, strategi pemenangan pemilu wajib mengedepankan persatuan nasional meskipun peserta pemilu tengah bersaing untuk menang," kata Wapres saat memberikan Keynote Speech acara yang sama.
Wapres memberikan contoh pada Pemilu 2019 telah terjadi polarisasi sosial yang tajam di masyarakat. Menurutnya, sebagian pendukung parpol saling menjatuhkan dengan isu politik identitas, alih-alih beradu gagasan mengenai konsep berbangsa dan program untuk mengatasi tantangan strategis di tingkat lokal dan global.
Karena itu, Wapres meminta hal tersebut tidak terulang pada Pemilu 2024 karena sangat bertentangan dengan cita-cita negara dan demokrasi. Dia mengajak semua pihak untuk bulatkan tekad dan satukan langkah agar Pemilu 2024 menjadi pemilu yang aman, damai, dan berkualitas.
(abd)