Pengamat Khawatir Terjadi Huru-hara Politik jika Pemilu 2024 Ditunda
loading...
A
A
A
JAKARTA - Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang kabulkan gugatan perdata Partai Prima, salah satunya menunda Pemilu 2024 akan berimplikasi serius jika terjadi. Pandangan ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno.
Implikasi yang dimaksud yakni akan berakhirnya masa jabatan lembaga eksekutif dan legislatif pada Oktober 2024. Bila Pemilu 2024 ditunda, ia merasa tak elok akan ada jabatan Pelaksana tugas (Plt) di lembaga legislatif dan eksekutif.
"DPR itu akan berakhir 1 Oktober 2024. Presiden akan berakhir pada 20 Oktober 2024," tutur Adi dalam Talk Politic With Reinhard, Senin (6/3/2023).
"Kalau Pemilu 2025. Pertanyaannya adalah, siapa yang akan menjadi Presiden setelah tanggal 20 Oktober itu? Ini kan mengerikan. Saya kahwatir akan terjadi huru-hara politik," tambahnya.
Baca juga: Pemilu 2024 dan Potensi Konflik
Menurutnya, tak mungkin bila jabatan Presiden diisi oleh Plt. Begitu pun dengan jabatan DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Bagi Adi, putusan PN Jakpus itu merupakan mengerikan. Ia khawatir, akan banyak orang yang deklarasi diri sebagai Presiden maupun anggota legislator pada Oktober 2024.
"Oleh karena itu, ini sangat potensial terjadi chaos, karena akan muncul kelompok kepentingan politik yang bertarung mengklaim dirinya Presiden, mengklaim dirinya anggota dewan secara sah mengatasnamakan rakyat," terang Adi.
"Karena ada lagi orang yang secara definitif, sah secara konstitusional untuk menjadi Presiden. Jokowi itu, 20 Oktober berakhir, artinya tanggal 21 Oktober mesti ada Presiden yang baru," tandasnya.
Sebagai informasi, PN Jakpus sebelumnya telah menerima gugatan Partai Prima terhadap KPU. Alhasil, KPU diminta untuk menunda Pemilu sampai 2025.
"Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya," tulis putusan PN Jakarta Pusat yang dikutip, Kamis (2/3/2023).
Dalam gugatannya, Partai Prima menggugat KPU dikarenakan merasa dirugikan lantaran dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebagai calon peserta Pemilu.
Partai Prima dinyatakan TMS lantaran tak lolos tahap verifikasi administrasi partai politik yang kemudian ditetapkan dalam rekapitulasi hasil verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu.
Hal ini berakibat Partai Prima tidak bisa mengikuti tahapan Pemilu selanjutnya berupa verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Lihat Juga: Bawaslu Sudah Bersurat ke Mensesneg Terkait Endorse Prabowo ke Ahmad Lutfi-Taj Yasin, Apa Isinya?
Implikasi yang dimaksud yakni akan berakhirnya masa jabatan lembaga eksekutif dan legislatif pada Oktober 2024. Bila Pemilu 2024 ditunda, ia merasa tak elok akan ada jabatan Pelaksana tugas (Plt) di lembaga legislatif dan eksekutif.
"DPR itu akan berakhir 1 Oktober 2024. Presiden akan berakhir pada 20 Oktober 2024," tutur Adi dalam Talk Politic With Reinhard, Senin (6/3/2023).
"Kalau Pemilu 2025. Pertanyaannya adalah, siapa yang akan menjadi Presiden setelah tanggal 20 Oktober itu? Ini kan mengerikan. Saya kahwatir akan terjadi huru-hara politik," tambahnya.
Baca juga: Pemilu 2024 dan Potensi Konflik
Menurutnya, tak mungkin bila jabatan Presiden diisi oleh Plt. Begitu pun dengan jabatan DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Bagi Adi, putusan PN Jakpus itu merupakan mengerikan. Ia khawatir, akan banyak orang yang deklarasi diri sebagai Presiden maupun anggota legislator pada Oktober 2024.
"Oleh karena itu, ini sangat potensial terjadi chaos, karena akan muncul kelompok kepentingan politik yang bertarung mengklaim dirinya Presiden, mengklaim dirinya anggota dewan secara sah mengatasnamakan rakyat," terang Adi.
"Karena ada lagi orang yang secara definitif, sah secara konstitusional untuk menjadi Presiden. Jokowi itu, 20 Oktober berakhir, artinya tanggal 21 Oktober mesti ada Presiden yang baru," tandasnya.
Sebagai informasi, PN Jakpus sebelumnya telah menerima gugatan Partai Prima terhadap KPU. Alhasil, KPU diminta untuk menunda Pemilu sampai 2025.
"Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya," tulis putusan PN Jakarta Pusat yang dikutip, Kamis (2/3/2023).
Dalam gugatannya, Partai Prima menggugat KPU dikarenakan merasa dirugikan lantaran dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebagai calon peserta Pemilu.
Partai Prima dinyatakan TMS lantaran tak lolos tahap verifikasi administrasi partai politik yang kemudian ditetapkan dalam rekapitulasi hasil verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu.
Hal ini berakibat Partai Prima tidak bisa mengikuti tahapan Pemilu selanjutnya berupa verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Lihat Juga: Bawaslu Sudah Bersurat ke Mensesneg Terkait Endorse Prabowo ke Ahmad Lutfi-Taj Yasin, Apa Isinya?
(maf)