Wakil Ketua MPR: Pendidikan Berperan Penting Bangun Kerukunan dan Toleransi

Rabu, 01 Maret 2023 - 23:13 WIB
loading...
A A A
"Dengan empat keterampilan itu diharapkan peserta didik mampu memahami keberagaman yang ada dan membangun sikap toleransi dalam keseharian," paparnya.

Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Putu Elvina berpendapat membangun toleransi merupakan langkah untuk memperkaya kebinekaan. Apalagi, survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2010 tercatat Indonesia terdiri dari enam agama, 1.128 suku dan 633 kelompok suku besar, sehingga BPS menilai Indonesia sangat heterogen dari sisi etnis.

Berdasarkan catatan itu, kata Putu, negara dan masyarakat kita membutuhkan kemampuan yang baik untuk mengelola keberagaman. Karena, bila negara tidak mampu mengelola keberagaman yang ada akan berisiko besar muncul banyak friksi.

"Komnas HAM merekomendasikan adanya regulasi dan kurikulum yang konkret dan aplikatif. Selain itu, visi yang baik terkait pendidikan karakter sejak dini dan memperkuat edukasi diseminasi toleransi lewat kolaborasi," ujarnya.

Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan mengungkapkan benih-benih intoleransi sudah ada sejak di bangku sekolah. Berdasarkan riset Setara terhadap pelajar SMA negeri pada 2016 tercatat ada 35,7% pelajar terindikasi intoleran aktif dan 2,4% intoleran pasif.

"Temuan tersebut sangat mengkhawatirkan. Untuk itu Kemendikbud Ristek perlu melakukan diseminasi mahasiswa dan pelajar lewat revitalisasi forum akademik, perbanyak ruang perjumpaan dan pembudayaan tradisi dan kearifan lokal," tandasnya.

Selain itu, penting juga membangun sinergi kampus, orang tua, dan mahasiswa. Mencegah kampus dan sekolah menjadi enabling enviroment bagi berkembangnya paham dan gerakan keagamaan yang intoleran, eksklusif, ekstrem, dan kekerasan.

"Yang tidak kalah penting, mewujudkan tata kelola organisasi mahasiswa yang inkulsif dan menerapkan inklusivitas serta meritokrasi dalam rekrutmen guru," katanya.

Direktur Eksekutif Yayasan Sukma Bangsa Ahmad Baidhowi AR berpendapat catatan dari survei Setara Institute tersebut semakin menguatkan problem intoleransi bukanlah masalah yang sederhana.

"Benih-benih diskriminasi dan intoleransi sudah ada sejak anak duduk di bangku SD, bahkan PAUD, lewat perilaku para tenaga pengajar yang terbiasa memberi labeling pada siswa," ucapnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1229 seconds (0.1#10.140)