Gaya Hidup Pejabat Pajak Disorot, DPR Dorong Menkeu Benahi Institusi Perpajakan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gaya hidup mewah di lingkungan pegawai Ditjen Pajak menjadi sorotan masyarakat pascakasus penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy Satrio . Mario Dandy merupakan putra pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo yang kerap memamerkan harta kekayaannya di media sosial.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi menilai saat ini adalah momentum tepat bagi Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani melakukan pembenahan institusi perpajakan Indonesia. Hal ini penting dilakukan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat.
"Kami tentu sangat prihatin dengan gelombang pertanyaan dan sorotan publik akan gaya hidup mewah di kalangan pegawai dan pejabat di lingkungan Ditjen Pajak. Sudah saatnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan langkah kongkret untuk memulihkan kepercayaan publik," kata Fathan, Minggu (26/2/2023).
Baca juga: 13 Ribu Pegawai Kemenkeu Belum Lapor Harta, Sri Mulyani: Judulnya Picu Reaksi Netizen Penuh Marah
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini memandang wajar jika ada tuntutan tinggi terhadap integritas dari pegawai Ditjen Pajak. Sebab, sebagai aparatur sipil negara (ASN), pegawai Ditjen Pajak tercatat sebagai penerima terbesar tunjangan kinerja. Gaji dan tunjangan kinerja yang diterima sudah bisa membuat para pegawai pajak dengan layak.
Menurut Fathan, publik selama ini juga tidak mempermasalahkan tunjangan kinerja pegawai Ditjen Pajak lebih tinggi dibandingkan dengan ASN lain. Mereka memahami bahwa tunjangan yang tinggi untuk menjaga agar pegawai Ditjen Pajak tidak tergoda main mata dengan wajib pajak, sehingga pendapatan negara tetap terjaga.
"Tapi hal itu akan menjadi masalah jika tukin sudah tinggi tetapi mereka tetap main mata dengan wajib pajak untuk memperkaya diri sendiri," katanya.
Pajak merupakan pilar utama pendapatan negara. Namun ironisnya rasio pajak Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara dengan tingkat ekonomi setara. Rasio pajak di Indonesia masih di kisaran 10-12% dari PDB. Angka ini di bawah rasio pajak negara-negara dengan tingkat pendapatan rendah (low income) yang ada di kisara 14-15%.
Baca juga: Copot Pejabat Pajak RAT, Sri Mulyani: Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga
"Tentu akan sangat menyakitkan jika rasio pendapatan pajak yang relatif rendah ini ternyata dibuat main mata pegawai Ditjen Pajak dengan wajib pajak," katanya.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi menilai saat ini adalah momentum tepat bagi Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani melakukan pembenahan institusi perpajakan Indonesia. Hal ini penting dilakukan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat.
"Kami tentu sangat prihatin dengan gelombang pertanyaan dan sorotan publik akan gaya hidup mewah di kalangan pegawai dan pejabat di lingkungan Ditjen Pajak. Sudah saatnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan langkah kongkret untuk memulihkan kepercayaan publik," kata Fathan, Minggu (26/2/2023).
Baca juga: 13 Ribu Pegawai Kemenkeu Belum Lapor Harta, Sri Mulyani: Judulnya Picu Reaksi Netizen Penuh Marah
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini memandang wajar jika ada tuntutan tinggi terhadap integritas dari pegawai Ditjen Pajak. Sebab, sebagai aparatur sipil negara (ASN), pegawai Ditjen Pajak tercatat sebagai penerima terbesar tunjangan kinerja. Gaji dan tunjangan kinerja yang diterima sudah bisa membuat para pegawai pajak dengan layak.
Menurut Fathan, publik selama ini juga tidak mempermasalahkan tunjangan kinerja pegawai Ditjen Pajak lebih tinggi dibandingkan dengan ASN lain. Mereka memahami bahwa tunjangan yang tinggi untuk menjaga agar pegawai Ditjen Pajak tidak tergoda main mata dengan wajib pajak, sehingga pendapatan negara tetap terjaga.
"Tapi hal itu akan menjadi masalah jika tukin sudah tinggi tetapi mereka tetap main mata dengan wajib pajak untuk memperkaya diri sendiri," katanya.
Pajak merupakan pilar utama pendapatan negara. Namun ironisnya rasio pajak Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara dengan tingkat ekonomi setara. Rasio pajak di Indonesia masih di kisaran 10-12% dari PDB. Angka ini di bawah rasio pajak negara-negara dengan tingkat pendapatan rendah (low income) yang ada di kisara 14-15%.
Baca juga: Copot Pejabat Pajak RAT, Sri Mulyani: Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga
"Tentu akan sangat menyakitkan jika rasio pendapatan pajak yang relatif rendah ini ternyata dibuat main mata pegawai Ditjen Pajak dengan wajib pajak," katanya.