Sidang Gugatan UU Ciptaker, Ketua MK: Tidak Ada Kaitan dengan Politik

Senin, 20 Februari 2023 - 19:07 WIB
loading...
Sidang Gugatan UU Ciptaker,...
Ketua MK, Anwar Usman menegaskan, sidang UU Cipta Kerja (Ciptaker) jangan dikaitkan dengan politik. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman menegaskan, sidang tentang Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) jangan dikaitkan dengan politik. Hal ini ditegaskan Ketua MK saat memimpin sidang Nomor 5/PUU-XIX/2023 dan Nomor 6/PUU-XIX/2023 dalam perkara pengujian Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Ciptaker .

Mulanya Anwar menyampaikan, sidang dengan agenda mendengarkan keterangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu ditunda. Lantaran Presiden belum siap. Permintaan penundaan itu disampaikan lewat surat yang diberikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto melalui kuasa hukum Presiden.

"Sidang ini ditunda hari Kamis tanggal 9 Maret 2023 pukul 11.00 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan Presiden," ucapnya Anwar Usman dalam sidang, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (20/2/2023).

Baca juga: Menakar Perppu Cipta Kerja

Kuasa hukum para pemohon, Muhammad Hafidz mengatakan, Undang-Undang (UU) Ciptaker ini telah dibuat sejak akhir Desember 2023. Menurutnya, Pemerintah telah mengantisipasi terkait Perppu itu akan digugat ke MK.

Oleh sebab itu, dia meminta agar sidang selanjutnya juga diagendakan mendengar keterangan para ahli. "Mengingat pemeriksaan Perppu di MA ada batas waktu yang mulia, kami menganggap bahwa ini adalah upaya mengulur-ulur waktu dari pemerintah terhadap pemberian keterangan," ujarnya.

"Namun demikian, yang mulia kami bisa memahami, kami ingin mengusulkan yang mulai karena kami juga diberikan kesempatan untuk menghadirkan ahli harapan kami adalah pada persidangan yang tadi yang mulia sampai juga mengagendakan keterangan ahli dari pemohon," tambahnya.

Menanggapi permintaan itu, Anwar Usman menuturkan bahwa hal tersebut akan dibawa ke rapat permusyawaratan hakim. Namun, untuk saat ini agendanya masih seperti jadwal.

Pihak pemohon Nomor 6/PUU-XIX/2023 dari Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) mengatakan, putusan tersebut telah dinanti-nanti oleh masyarakat. Dia pun kecewa, apabila sidang tersebut ditunda.

"Ini agenda sebenarnya dinanti nanti oleh masyarakat Indonesia, ini sebenarnya sangat boleh dikatakan kecewa ya kecewa, sebenarnya Mahkamah Konstitusi itu lembaga yang memang proses persidangan yang jelas dan tegas itu harapan sebenarnya sampai penundaan seperti ini, jadi menurut kami itu enggak masuk akal hanya menunda seperti ini," ucapnya.

Dia pun berharap, sidang ini berjalan sampai putusan dan tidak dikalahkan oleh hal yang bersifat politis. "Jadi ya kami berpengharapan sebenarnya proses ini sampai ada pada putusan, jadi jangan jangan sampai dikarenakan sebuah proses persidangan dikalahkan dengan politis, di situ saja sebenarnya terima kasih," jelasnya.

Menanggapi pernyataan tersebut, Anwar Usman menegaskan, sidang di MK tidak boleh dikaitkan dengan politik. Dalam sidang kata Anwar pihaknya mengikut hukum acara berdasarkan Peraturan MK.

"Jadi sekali lagi ucapan sudara itu tidak boleh mengaitkan dengan politik. Di sini lembaga hukum, kekuasaan kehakiman diatur dalam Pasal 14 Ayat 1 dan 2, tidak ada kaitan dengan politik, walaupun perkaranya subtansinya berkaitan dengan politik tapi MK berbicara mengenai hukum acara," tegasnya.

Diketahui, permohonan Nomor 5/PUU-XIX/2023 diajukan oleh Hasrul Buamona (Dosen Hukum Kesehatan/Pemohon I), Siti Badriyah (Pengurus Migrant Care/Pemohon II), Harseto Setyadi Rajah (Konsultan Hukum/Pemohon III), Jati Puji Santoro (Wiraswasta/Pemohon IV), Syaloom Mega G. Matitaputty (Mahasiswa FH Usahid/Pemohon V), dan Ananda Luthfia Rahmadhani (Mahasiswa FH Usahid/Pemohon VI).

Sedangkan permohonan Perkara Nomor 6/PUU-XIX/2023, diajukan oleh Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). Para Pemohon Perkara Nomor 5/PUU-XIX/2023 menyatakan Perpu Cipker tersebut tertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3), Pasal 22 Ayat (1), dan Pasal 22A UUD 1945 serta Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 dan Nomor 91/PUU-XVII/2020.

Menurut para Pemohon, subjektivitas Presiden untuk menerbitkan Perpu harus didasarkan pada keadaan yang objektif. Apabila diukur dari tiga tolok ukur, keberadaan Perpu ini tidak memenuhi syarat karena selama ini Pemerintah menggunakan UU 11/2020 (UU Cipta Kerja) untuk melaksanakan kebutuhan mendesak dalam penyelesaian masalah hukum yang masuk dalam ruang lingkupnya, dan selama ini tidak terjadi kekosongan hukum.

Sementara itu Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XXI/2023 menyebutkan 55 Pasal yang terdapat pada Perpu 2/2022 bertentangan dengan UUD 1945. Menurutnya norma yang terdapat pada Perppu tersebut menghilangkan hak konstitusional para buruh yang telah dijamin dalam UUD 1945 dan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam bidang hukum ketenagakerjaan, Pemohon tidak melihat adanya kekosongan hukum.

Sebab hingga saat ini masih terdapat UU 13/2003 dan sejumlah peraturan perundang-undangan lainnya yang masih tetap berlaku di Indonesia. Untuk itu melalui Petitum dalam permohonan formil, Pemohon memohon kepada Mahkamah mengabulkan permohonan pengujian formil Pemohon; menyatakan pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memenuhi ketentuan UU berdasarkan UUD 1945.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Putusan MK Melarang...
Putusan MK Melarang Lembaga Pemerintah Adukan Pencemaran Nama Baik
Hasil PSU Pilkada Bengkulu...
Hasil PSU Pilkada Bengkulu Selatan Digugat Paslon Suryatati-Ii Sumirat ke MK
Purnawirawan TNI Minta...
Purnawirawan TNI Minta Wapres Diganti, Golkar: Hingga saat Ini Gibran Tak Ada Pelanggaran
8 Daerah Gelar Pemungutan...
8 Daerah Gelar Pemungutan Suara Ulang Pilkada 2024 pada 19 April, Ini Daftarnya
UU TNI yang Baru Disahkan...
UU TNI yang Baru Disahkan DPR Digugat ke MK, Puan: Tolong Baca Dahulu Isinya
Usulkan Reformasi RUU...
Usulkan Reformasi RUU Penyiaran, Fraksi Golkar: Cari Solusi yang Adaptif dan Inklusif
Jaga Iklim Investasi,...
Jaga Iklim Investasi, Pemerintah Harus Berikan Kepastian Hukum Industri Sawit
29 Penyanyi Gugat UU...
29 Penyanyi Gugat UU Hak Cipta ke MK, Raisa hingga Armand Maulana
Pengamat: Kekalahan...
Pengamat: Kekalahan Andika di Pilkada Serang karena Masyarakat Menolak Dinasti Politik
Rekomendasi
Pelantikan Pengurus...
Pelantikan Pengurus Jawa Barat Jadi Langkah Strategis Persatuan Pomparan Boltok Horbo Parsuratan Simanjuntak
Gambar AI Donald Trump...
Gambar AI Donald Trump Jadi Paus Picu Reaksi Keras
Kemacetan Terjadi saat...
Kemacetan Terjadi saat CFD Jalan Margonda, Wali Kota Depok Minta Maaf
Berita Terkini
Momen Prabowo Telepon...
Momen Prabowo Telepon Anthony Albanese yang Kembali Jadi Perdana Menteri Australia
UU Perampasan Aset:...
UU Perampasan Aset: Langkah Strategis Pemerintah dan KPK Pulihkan Kerugian Negara
Angka Keguguran dan...
Angka Keguguran dan Bayi Lahir Prematur di Gaza Tinggi
Ekraf Hunt 2025, Wadah...
Ekraf Hunt 2025, Wadah Promosi Karya IP Indonesia ke Kancah Global
RBPI Gandeng Sahabat...
RBPI Gandeng Sahabat Polisi Gelar Seminar Tingkatkan Keselamatan Berkendara
Mantan Jubir Gus Dur...
Mantan Jubir Gus Dur Bicara Lain Dulu Lain Sekarang, Sindir Siapa?
Infografis
5 Makanan yang Tidak...
5 Makanan yang Tidak Boleh Dikonsumsi dengan Singkong Rebus
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved