Mendeteksi Sinyal Pemulihan Ekonomi

Selasa, 14 Februari 2023 - 11:36 WIB
loading...
A A A
Di sini, bank sentral dipercaya hanya mampu mengatur suku bunga jangka pendek untuk mengakomodasi permintaan cadangan minimum perbankan saja. Selain itu, inflasi tidak dipercayai sebagai fenomena moneter, tetapi konflik antara majikan dengan buruh yang berujung pada markup harga.

Di satu sisi, majikan ingin laba yang setinggi-tingginya, sedangkan buruh ingin upah yang setinggi-tingginya.Alhasil, dinamika upah menjadi faktor yang seharusnya diperhatikan dalam pengendalian inflasi. Kenaikan suku bunga acuan, bila tidak hati-hati, akan menaikkan biaya produksi yang nantinya diterjemahkan menjadi kenaikan harga.

Alih-alih menaikkan suku bunga yang bisa menggerus permintaan dan berpotensi menimbulkan cost-push inflation.

BI sebaiknya mempertahankan suku bunga acuannya untuk saat ini. Bila suku bunga dikerek kembali, ada risiko kenaikan cost of fund dan disrupsi pada permintaan kredit yang nantinya dapat berimplikasi buruk pada permintaan agregat.

Dilansir dari survei perbankan Triwulan IV 2022, penyaluran kredit yang tercermin dari SBT kredit baru masih tumbuh positif sebesar 86,3% walau lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar 88,1%.

Dalam aras mitigasi resesi, lebih aman bila suku bunga tidak berubah atau dilonggarkan demi menjaga gairah ekonomi dalam negeri. Bisa jadi, kenaikan suku bunga yang terus berlanjut justru memberikan sinyalemen negatif pada kondisi ekonomi Indonesia ke depan dan menurunkan rangsangan investasi yang seyogianya mulai kembali digenjot oleh pemerintah.

Akhirnya menghela sinyal dan determinan besaran makro ekonomi dengan seksama bisa menuju pada sasaran pertumbuhan ekonomi meski dengan strategi yang konservatif.
(bmm)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2231 seconds (0.1#10.140)