Hakim Beberkan Fakta Hukum Pembunuhan Brigadir J di Sidang Vonis Ferdy Sambo
loading...
A
A
A
"Kemudian terdakwa mengubah posisi duduknya dan agak maju ke depan dan berkata pada saksi bahwa korban Nofriansyah harus mati, dan saksi diam saja," ucap Wahyu.
Bharada E kemudian diperintahkan Sambo untuk menjadi eksekutor pembunuhan terhadap Brigadir J. Sambo menjelaskan alasan tak ingin menjadi eksekutor pembunuh terhadap Brigadir J karena takut tidak ada yang melindungi para ajudannya yang lain.
"Menurut terdakwa kalau saksi yang membunuh terdakwa yang akan jaga saksi, tapi kalau terdakwa yang membunuh tidak ada yang menjaga kita semua," kata Wahyu.
Berdasarkan penilaian Hakim, Sambo juga sempat menjelaskan soal skenario adanya pemerkosaan di Rumah Dinas di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Sambo menguraikan skenario adanya peristiwa polisi tembak polisi yang dilatarbelakangi peristiwa pelecehan seksual.
"Kemudian terdakwa mengatakan kepada saksi lokasinya di 46, Putri Candrawathi dilecehkan oleh korban, kemudiam Putri Candrawathi teriak, kamu respons," papar Hakim Wahyu.
"Korban Nofriansyah ketahuan, korban Nofriansyah menembak, lalu kamu tembak balik korban Nofriansyah dan korban Nofriansyah yang meninggal," imbuhnya.
Diketahui sebelumnya, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut agar Ferdy Sambo dipidana dengan hukuman penjara seumur hidup. Jaksa menilai Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana turut serta merampas nyawa seseorang dengan perencanaan terlebih dahulu sebagai mana yang didakwakan.
Selain itu, Ferdy Sambo dianggap melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke (1) KUHP sebagai mana dakwaan primair. Tim jaksa menyatakan tidak menemukan adanya hal-hal yang meringankan dan hal pembenar serta pemaaf dalam diri terdakwa Ferdy Sambo. Oleh karenanya, jaksa meminta agar hakim menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup terhadap Ferdy Sambo.
Sementara itu, Ferdy Sambo mengakui perbuatannya salah. Dalam nota nota pembelaannya alias pleidoi, Sambo ingin bertobat dan mengaku menyesali peristiwa pembunuhan Brigadir J.
Bharada E kemudian diperintahkan Sambo untuk menjadi eksekutor pembunuhan terhadap Brigadir J. Sambo menjelaskan alasan tak ingin menjadi eksekutor pembunuh terhadap Brigadir J karena takut tidak ada yang melindungi para ajudannya yang lain.
"Menurut terdakwa kalau saksi yang membunuh terdakwa yang akan jaga saksi, tapi kalau terdakwa yang membunuh tidak ada yang menjaga kita semua," kata Wahyu.
Berdasarkan penilaian Hakim, Sambo juga sempat menjelaskan soal skenario adanya pemerkosaan di Rumah Dinas di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Sambo menguraikan skenario adanya peristiwa polisi tembak polisi yang dilatarbelakangi peristiwa pelecehan seksual.
"Kemudian terdakwa mengatakan kepada saksi lokasinya di 46, Putri Candrawathi dilecehkan oleh korban, kemudiam Putri Candrawathi teriak, kamu respons," papar Hakim Wahyu.
"Korban Nofriansyah ketahuan, korban Nofriansyah menembak, lalu kamu tembak balik korban Nofriansyah dan korban Nofriansyah yang meninggal," imbuhnya.
Diketahui sebelumnya, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut agar Ferdy Sambo dipidana dengan hukuman penjara seumur hidup. Jaksa menilai Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana turut serta merampas nyawa seseorang dengan perencanaan terlebih dahulu sebagai mana yang didakwakan.
Selain itu, Ferdy Sambo dianggap melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke (1) KUHP sebagai mana dakwaan primair. Tim jaksa menyatakan tidak menemukan adanya hal-hal yang meringankan dan hal pembenar serta pemaaf dalam diri terdakwa Ferdy Sambo. Oleh karenanya, jaksa meminta agar hakim menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup terhadap Ferdy Sambo.
Sementara itu, Ferdy Sambo mengakui perbuatannya salah. Dalam nota nota pembelaannya alias pleidoi, Sambo ingin bertobat dan mengaku menyesali peristiwa pembunuhan Brigadir J.
(abd)