Wakil AAKI: Cegah Krisis Berganda, Kebijakan Publik Indonesia Harus Diperbaiki
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Marcelino Pandin menilai, kebijakan publik Indonesia perlu dilakukan omni renovasi atau perbaikan dan peningkatan kualitas dalam satu kesatuan. Hal itu penting untuk mencegah kebijakan bias yang berujung pada krisis berganda.
Pernyataan itu disampaikan Marcelino Pandin dalam Policy Talk yang diselenggarakan di Lembaga Administrasi Negara (LAN). Marcel menjelaskan, ada tiga konteks penting dalam rumusan dan implementasi kebijakan Indonesia sekarang dan ke depan yaitu, konvergensi teknologi, kontrak sosial dan politik yang baru seperti ekonomi hijau atau biru, hidup yang seimbang dan keberlanjutan serta sistem ekonomi yang ditandai oleh inflasi tinggi dan pertumbuhan rendah.
“Banyaknya paradoks dalam sistem governansi Indonesia, lemahnya antisipasi kegagalan kebijakan serta kebijakan yang tidak didasari data sehingga memberi jalan banyaknya diskresi yang bias,” kata Komisaris Telkom Indonesia ini, Jumat (10/2/2023).
Selain itu, kata Marcel, kelembagaan yang tidak dibangun secara serius termasuk komunikasi publik yang bukan berdasarkan hak masyarakat mendapatkan informasi yang akurat dan relevan melainkan untuk kepentingan reputasi dan branding instansi pengolah data.
“Jika rumusan dan implementasi kebijakan yang bias ini terus dilakukan maka Indonesia akan menuju ke polycrisis (krisis berganda) dan bukan poly recovery (pemilihan berganda) yang kita semua sangat berharap,” katanya.
Untuk itu, kata Marcel diperlukan omni renovasi kebijakan publik Indonesia tidak hanyak regulasi tetapi juga pembangunan kapasistas lembaga dan SDM serta kombinasi pembiayaan tidak hanya dari APBN tetapi juga dana swasta dan kontribusi masyakat.
”Semua ini harus didasari rasa peduli terhadap apa yang dibutuhkan masyarakat dan bukan kepentingan elitis yang dirasa semakin jauh dari kepentingan bangsa dan negara,” ucapnya.
Pernyataan itu disampaikan Marcelino Pandin dalam Policy Talk yang diselenggarakan di Lembaga Administrasi Negara (LAN). Marcel menjelaskan, ada tiga konteks penting dalam rumusan dan implementasi kebijakan Indonesia sekarang dan ke depan yaitu, konvergensi teknologi, kontrak sosial dan politik yang baru seperti ekonomi hijau atau biru, hidup yang seimbang dan keberlanjutan serta sistem ekonomi yang ditandai oleh inflasi tinggi dan pertumbuhan rendah.
“Banyaknya paradoks dalam sistem governansi Indonesia, lemahnya antisipasi kegagalan kebijakan serta kebijakan yang tidak didasari data sehingga memberi jalan banyaknya diskresi yang bias,” kata Komisaris Telkom Indonesia ini, Jumat (10/2/2023).
Selain itu, kata Marcel, kelembagaan yang tidak dibangun secara serius termasuk komunikasi publik yang bukan berdasarkan hak masyarakat mendapatkan informasi yang akurat dan relevan melainkan untuk kepentingan reputasi dan branding instansi pengolah data.
“Jika rumusan dan implementasi kebijakan yang bias ini terus dilakukan maka Indonesia akan menuju ke polycrisis (krisis berganda) dan bukan poly recovery (pemilihan berganda) yang kita semua sangat berharap,” katanya.
Untuk itu, kata Marcel diperlukan omni renovasi kebijakan publik Indonesia tidak hanyak regulasi tetapi juga pembangunan kapasistas lembaga dan SDM serta kombinasi pembiayaan tidak hanya dari APBN tetapi juga dana swasta dan kontribusi masyakat.
”Semua ini harus didasari rasa peduli terhadap apa yang dibutuhkan masyarakat dan bukan kepentingan elitis yang dirasa semakin jauh dari kepentingan bangsa dan negara,” ucapnya.
(cip)