DPR Didorong Segera Sahkan RUU Daerah Kepulauan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022 DPR. Namun hingga awal 2023 ini belum ada perkembangan berarti.
Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC) Capt Marcellus Hakeng Jayawibawa memandang, kehadiran UU Daerah Kepulauan sangat penting untuk Indonesia. Sebab, wilayah Indonesia terdiri dari 17.504 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Rote. Total wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta kilometer persegi, terdiri dari 5.80 km2 atau 67% adalah lautan.
"UU Daerah Kepulauan sebagai infrastruktur kemaritiman perlu dijadikan poin utama dalam visi Indonesia maju 2045. Mewujudkan tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia lebih baik dan merata dengan kualitas manusia lebih tinggi, ekonomi Indonesia meningkat menjadi negara maju dan salah satu dari 5 kekuatan ekonomi terbesar dunia, serta pemerataan yang berkeadilan di semua bidang pembangunan," kata Hakeng dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/2/2023).
Baca juga: Urgensi UU Daerah Kepulauan
Presiden Jokowi, kata Hakeng, sejak awal memimpin Indonesia begitu kuat menyuarakan Indonesia Poros Maritim Dunia. Jokowi bahkan menerbitkan Perpres Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia. Poros Maritim Dunia adalah suatu visi Indonesia untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang berdaulat, maju, mandiri, kuat serta mampu memberikan kontribusi positif bagi keamanan dan pertahanan dan perdamaian kawasan dan dunia sesuai dengan kepentingan nasional.
Belum hadirnya UU Daerah Kepulauan, kata Hakeng, dapat menimbulkan beberapa kerugian. Pertama, kurangnya perlindungan. Tanpa undang-undang yang mengatur pengelolaan kepulauan, maka masyarakat pulau tidak memiliki perlindungan yang memadai terhadap hak-hak mereka dan lingkungan sekitarnya.
Kedua, konflik sumber daya. Tanpa regulasi yang jelas, dapat terjadi konflik antarmasyarakat atau antarpihak yang berkepentingan terkait dengan pemanfaatan sumber daya kepulauan yang berada di sekitarnya.
Ketiga, kurangnya pengembangan. Tanpa adanya UU yang memfasilitasi pengembangan ekonomi dan sosial, maka masyarakat pulau kurang berkesempatan memperoleh manfaat dari potensi pengembangan yang ada.
Baca juga: Ketua DPD Sampaikan 9 Substansi RUU Daerah Kepulauan
Keempat, kerusakan lingkungan. Tanpa adanya regulasi yang membatasi aktivitas, maka dapat terjadi kerusakan lingkungan yang besar dan sulit dikembalikan.
Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC) Capt Marcellus Hakeng Jayawibawa memandang, kehadiran UU Daerah Kepulauan sangat penting untuk Indonesia. Sebab, wilayah Indonesia terdiri dari 17.504 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Rote. Total wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta kilometer persegi, terdiri dari 5.80 km2 atau 67% adalah lautan.
"UU Daerah Kepulauan sebagai infrastruktur kemaritiman perlu dijadikan poin utama dalam visi Indonesia maju 2045. Mewujudkan tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia lebih baik dan merata dengan kualitas manusia lebih tinggi, ekonomi Indonesia meningkat menjadi negara maju dan salah satu dari 5 kekuatan ekonomi terbesar dunia, serta pemerataan yang berkeadilan di semua bidang pembangunan," kata Hakeng dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/2/2023).
Baca juga: Urgensi UU Daerah Kepulauan
Presiden Jokowi, kata Hakeng, sejak awal memimpin Indonesia begitu kuat menyuarakan Indonesia Poros Maritim Dunia. Jokowi bahkan menerbitkan Perpres Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia. Poros Maritim Dunia adalah suatu visi Indonesia untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang berdaulat, maju, mandiri, kuat serta mampu memberikan kontribusi positif bagi keamanan dan pertahanan dan perdamaian kawasan dan dunia sesuai dengan kepentingan nasional.
Belum hadirnya UU Daerah Kepulauan, kata Hakeng, dapat menimbulkan beberapa kerugian. Pertama, kurangnya perlindungan. Tanpa undang-undang yang mengatur pengelolaan kepulauan, maka masyarakat pulau tidak memiliki perlindungan yang memadai terhadap hak-hak mereka dan lingkungan sekitarnya.
Kedua, konflik sumber daya. Tanpa regulasi yang jelas, dapat terjadi konflik antarmasyarakat atau antarpihak yang berkepentingan terkait dengan pemanfaatan sumber daya kepulauan yang berada di sekitarnya.
Ketiga, kurangnya pengembangan. Tanpa adanya UU yang memfasilitasi pengembangan ekonomi dan sosial, maka masyarakat pulau kurang berkesempatan memperoleh manfaat dari potensi pengembangan yang ada.
Baca juga: Ketua DPD Sampaikan 9 Substansi RUU Daerah Kepulauan
Keempat, kerusakan lingkungan. Tanpa adanya regulasi yang membatasi aktivitas, maka dapat terjadi kerusakan lingkungan yang besar dan sulit dikembalikan.