GPK Tolak Diberlakukannya Pernikahan Beda Agama di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ka’bah (PP GPK) menegaskan pihaknya menolak diberlakukannya nikah beda agama di Indonesia. Hal tersebut diungkapkan Sekjen PP GPK Thobahul Aftoni seiring akan diputuskannya nikah beda agama diakomodasi negara atau tidak yang akan ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) awal pekan ini.
"Hal itu bertentangan dengan UUD 1945 bahwa pernikahan bukan hanya semata-mata menyatukan hubungan sesama manusia akan tetapi pernikahan merupakan bagian dari menjaga hubungan manusia dengan Tuhan," ujar Aftoni dalam keterangannya, Senin (30/1/2023).
Dikatakannya, ada unsur aqidah dalam sebuah pernikahan. Yang mana aqidah satu agama tidak bisa disatukan dengan aqidah agama lain.
"Seperti halnya keyakinan kami umat Islam, bagiku agamaku dan bagimu agamamu, “lakum dinukum waliyadin," tegas Aftoni menanggapi gugatan uji materiil Undang-Undang Pernikahan yang akan diputuskan oleh MK.
Dikatakan Aftoni, negara Indonesia didirikan dengan landasan agama dan budaya yang luhur, tidak bisa disamakan dengan negara-negara sekuler.
"Untuk itu GPK dengan tegas menolak diberlakukannya nikah beda agama di Indonesia, apalagi uji meteril terhadap undang-undang tersebut sebelumnya sudah pernah ditolak oleh MK," tegasnya.
Pihaknya juga meminta dengan tegas agar MK tetap konsisten dengan keputusan itu. "Jika MK mengabulkan gugatan tersebut sama halnya MK melanggar norma agama dan amanat UUD 1945," katanya.
Selain itu, tambahnya, hak asasi manusia juga bukan menjadi alasan yang kuat untuk memperbolehkan nikah beda agama.
"Karena pada dasarnya HAM berbeda-beda tiap negara disesuaikan dengan kondisi keberagaman budaya, agama, sosial, ekonomi, dan politik di negara tersebut. Sementara Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama," tutupnya.
"Hal itu bertentangan dengan UUD 1945 bahwa pernikahan bukan hanya semata-mata menyatukan hubungan sesama manusia akan tetapi pernikahan merupakan bagian dari menjaga hubungan manusia dengan Tuhan," ujar Aftoni dalam keterangannya, Senin (30/1/2023).
Dikatakannya, ada unsur aqidah dalam sebuah pernikahan. Yang mana aqidah satu agama tidak bisa disatukan dengan aqidah agama lain.
"Seperti halnya keyakinan kami umat Islam, bagiku agamaku dan bagimu agamamu, “lakum dinukum waliyadin," tegas Aftoni menanggapi gugatan uji materiil Undang-Undang Pernikahan yang akan diputuskan oleh MK.
Dikatakan Aftoni, negara Indonesia didirikan dengan landasan agama dan budaya yang luhur, tidak bisa disamakan dengan negara-negara sekuler.
"Untuk itu GPK dengan tegas menolak diberlakukannya nikah beda agama di Indonesia, apalagi uji meteril terhadap undang-undang tersebut sebelumnya sudah pernah ditolak oleh MK," tegasnya.
Pihaknya juga meminta dengan tegas agar MK tetap konsisten dengan keputusan itu. "Jika MK mengabulkan gugatan tersebut sama halnya MK melanggar norma agama dan amanat UUD 1945," katanya.
Selain itu, tambahnya, hak asasi manusia juga bukan menjadi alasan yang kuat untuk memperbolehkan nikah beda agama.
"Karena pada dasarnya HAM berbeda-beda tiap negara disesuaikan dengan kondisi keberagaman budaya, agama, sosial, ekonomi, dan politik di negara tersebut. Sementara Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama," tutupnya.
(kri)