Musim Kemarau Tahun Ini Lebih Kering, BMKG: Waspada Kebakaran Hutan dan Lahan

Jum'at, 27 Januari 2023 - 21:29 WIB
loading...
Musim Kemarau Tahun Ini Lebih Kering, BMKG: Waspada Kebakaran Hutan dan Lahan
BMKG memprediksi musim kemarau di 2023 akan lebih kering sehingga berpotensi memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG ) memprediksi musim kemarau di 2023 akan lebih kering jika dibandingkan dengan periode tiga tahun terakhir 2020-2022. Kondisi ini berpotensi memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, pencegahan karhutla harus dilakukan sejak dini sebagai bentuk antisipasi. "Kalau tiga tahun terakhir ini saat musim kemarau masih sering terjadi hujan, maka di tahun ini (2023-red), intensitas hujan akan jauh menurun. Kewaspadaan harus ditingkatkan, terutama daerah-daerah yang selama ini masuk dalam kategori rawan Karhutla seperti di Sumatera dan Kalimantan," ungkap dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (27/1/2023).

Berdasarkan hasil monitoring BMKG, suhu permukaan laut di Samudera Pasifik bagian tengah dan timur, saat ini menunjukkan intensitas La Nina yang terus melemah dengan indeks per Januari 2023 dasarian pertama sebesar -0,80 dan lpada dasarian kedua adalah sebesar -0.65.



Kondisi La Nina ini, kata dia, diprediksi akan terus melemah dan beralih menuju kondisi ENSO (El Nino - Southern Oscillation) Netral pada Februari – Maret 2023. Kondisi ENSO Netral diprediksi akan terus bertahan hingga pertengahan 2023.

Sedangkan untuk semester kedua 2023 yang akan datang, lanjut Dwikorita, terdapat peluang sekitar 40-50% kondisi ENSO Netral akan bertahan hingga akhir tahun. Di sisi lain, juga terdapat peluang yang relatif sama bahwa kondisi ENSO Netral akan berkembang menjadi El Nino lemah terutama setelah periode Juni-Juli-Agustus 2023.



"Berdasarkan catatan sejarah masa lalu, El Nino kategori lemah yang terjadi setelah pertengahan tahun umumnya berlangsung dengan durasi yang pendek. Hal ini senada dengan hasil konsensus para ahli iklim dari BMKG, ITB, IPB dan BRIN dalam National Climate Expert Forum (NCEF) yang dilaksanakan oleh BMKG, 27 Januari Pagi," tambahnya.

Pada Oktober 2022 lalu BMKG merilis bahwa saat itu dunia sedang mengalami fenomena iklim yang disebut Triple-Dip La Nina, yaitu kejadian La Nina yang berlangsung secara berurutan selama tiga tahun. Kondisi tersebut umumnya memberikan dampak terhadap relatif tingginya curah hujan pada tiga tahun terakhir.

Dwikorita menambahkan, hingga enam bulan ke depan, BMKG memprediksi bahwa curah hujan bulanan akan didominasi oleh kategori normal. Meskipun, secara volume curah hujan bulanan tahun ini relatif menurun dibandingkan curah hujan bulanan selama tiga tahun terakhir 2020-2022.

Adapun curah hujan bulanan kategori diatas normal berpeluang terjadi di Sumatra bagian utara, Kalimantan bagian timur dan utara pada Februari dan Maret 2023, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Maluku dan Maluku Utara pada Februari 2023 dan Papua bagian tengah dan selatan pada Juni 2023.

Sedangkan curah hujan kategori bawah normal berpeluang terjadi di sebagian Sumatra bagian tengah, sebagian Kalimantan bagian tengah, sebagian Sulawesi bagian tengah dan sebagian kecil Papua pada Februari-Maret 2023 dan sebagian besar Sumatera dan Jawa pada Mei dan Juni 2023.

Sementara itu, Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG Dodo Gunawan mengatakan pada Maret-April-Mei 2023 ini beberapa wilayah di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara akan mengalami periode transisi atau peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau.

Pada periode peralihan musim ini, kata dia, pemerintah daerah dan masyarakat perlu mewaspadai kemunculan fenomena cuaca ekstrem seperti hujan lebat, angin puting beliung, petir, dan angin kencang. Menurutnya, meskipun periodenya singkat namun tidak jarang memicu terjadinya bencana hidrometeorologi.

"Kewaspadaan yang lebih tinggi perlu dilakukan untuk mengantisipasi musim kemarau yang diprediksikan leb8h kering atau dengan jumlah curah hujan yang lebih rendah dibandingkan pada 3 tahun belakangan karena kondisi La Nina yg telah netral atau bahkan berubah menjadi El Nino Lemah," kata Dwikorita
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1563 seconds (0.1#10.140)