Kekayaan, Korupsi, dan Kesadaran Diri

Rabu, 25 Januari 2023 - 17:34 WIB
loading...
A A A
Budaya saling memberi dan menerima di Indonesia adalah hal yang lazim. Namun, hal itu bisa menjadi musibah juga. Gratifikasi dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatan dan atau berlawanan dengan kewajiban atau tugas seseorang. Karena penerima gratifikasi dapat menimbulkan konflik kepentingan dan berisiko pidana.

Misalkan saja seseorang memberi ikat pinggang luxury brand, bentuknya memang sederhana tetapi dampaknya ternyata negatif. Gratifikasi bisa diartikan sebagai “suap yang tertunda” atau “suap terselubung” karena sebenarnya lebih bersifat inventif (tanam budi) dan gratifikasi tidak membutuhkan kesepakatan.

Adapun dasar hukum yang mengatur tentang gratifikasi adalah UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Di pasal 16 disebutkan bahwa setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, dengan tata cara sebagai berikut: a. Laporan disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir sebagaimana ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan melampirkan dokumen yang berkaitan dengan gratifikasi. b. Formulir sebagaimana dimaksud pada huruf a sekurang-kurangnya memuat : 1) nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi; 2) jabatan pegawai negeri atau penyelenggara negara; 3) tempat dan waktu penerimaan gratifikasi; 4) uraian jenis gratifikasi yang diterima; dan 5) nilai gratifikasi yang diterima.

Dengan demikian, gratifikasi atau pemberian hadiah bisa menjadi suatu perbuatan pidana suap, khususnya pada seorang penyelenggara negara atau pegawai negeri ketika menerima pemberian hadiah yang berhubungan dengan jabatan atau pekerjaannya.

Korupsi dan Kesadaran Publik
Indeks korupsi yang setiap tahunnya diumumkan oleh Transparency International Indonesia (www.ti.or.id) apakah hanya sebuah formalitas belaka? Fokus dalam penanganan korupsi sebenarnya bukan hanya naik turunnya Indeks Persepsi Korupsi. Fokus yang perlu menjadi perhatian bersama adalah pertanyaan: bagaimana KPK dan instansi terkait yang memberantas korupsi bisa selangkah lebih maju dari motif korupsi yang dilakukan oleh para koruptor itu?

Salah satu strategi yang sudah dilakukan oleh KPK melalui Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat adalah melaksanakan berbagai program untuk mewujudkan lingkungan antikorupsi di berbagai tingkatan pendidikan.

Pada 2022, 72,5% pemerintah daerah telah memiliki regulasi pendidikan antikorupsi dan 22.138 sekolah telah mengimplementasikan pendidikan antikorupsi melalui pembelajaran yang interaktif (www.kpk.go.id).

Ke depan, perlu ada survei yang berkelanjutan tentang bagaimana perkembangan dari program pendidikan antikorupsi tersebut. Apakah sudah efektif atau belum, apa saja cara yang perlu dikembangkan atau ditingkatkan, semuanya perlu dievaluasi dan disurvei. Karena pendidikan antikorupsi adalah tindakan preventif yang hasilnya bisa dilihat dalam jangka waktu yang cukup lama.

Membangun budaya antikorupsi sungguh tidaklah mudah dan merupakan pekerjaan yang membutuhkan upaya sangat besar; bangsa kita, terutama para pejabat dan wakil rakyat, sudah terbiasa dengan korupsi sejak zaman Orde Baru.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1458 seconds (0.1#10.140)