Sejumlah Lembaga Desak Reformasi Kebijakan Pidana Terkait Lapas

Selasa, 14 Juli 2020 - 14:17 WIB
loading...
Sejumlah Lembaga Desak...
Cerita Surya Anta, mantan warga binaan Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, kembali menunjukkan buruknya kondisi pengelolaan lembaga pemasyarakatan (Lapas). Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Cerita Surya Anta, mantan warga binaan Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, kembali menunjukkan buruknya kondisi lembaga pemasyarakatan (Lapas). Hal itu memunculkan berbagai sorotan publik, di antaranya dari Koalisi Pemantau Peradilan.

(Baca juga: Dirjen PAS Ancam Petugas Terbukti Narkoba Dikurung di Nusakambangan)

Sejumlah lembaga yang tergabung dalam koalisi itu meminta pemerintah dan DPR untuk melakukan reformasi kebijakan pidana, termasuk perbaikan kondisi buruk Rutan dan Lapas. Mereka antara lain lembaga ICJR, IJRS, LeIP, LBH Masyarakat, KontraS, ELSAM, YLBHI, PBHI, LBH Jakarta, ICEL, ICW, PSHK, Imparsial, Puskapa, LBH Apik, dan PILNET Indonesia.

Anggota Advokasi Hukum ELSAM Sekar Banjaran menyatakan, ada tiga rekomendasi yang dinilai bisa menjadi solusi perbaikan dalam reformasi kebijakan pidana di Indonesia. Dalam hal ini, desakan itu mengarahkan pada kerja pemerintah dan DPR.

"Pemerintah dan DPR harus segera melakukan pembaruan KUHAP dan perbaikan sistem peradilan pidana, serta memastikan judicial control atau oversight yang lebih baik untuk mencegah penggunaan penahanan secara eksesif," terang Sekar dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (14/7/2020).

(Baca juga: Menkumham Minta Irjen Reynhard Bersihkan Lapas dari Narkoba)

Solusi berikutnya yaitu pemerintah harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap upaya reformasi hukum pidana. Hal itu menyangkut reformasi ketentuan pidana dalam RKUHP dan undang-undang (UU) terkait pidana di luar KUHP, mengefektifkan pidana denda dan bentuk alternatif pemidanaan non-pemenjaraan lainnya.

Selain itu lanjut Sekar, pemerintah segera mengubah kebijakan punitif menjadi kesehatan masyarakat untuk menangani narkotika dan menyelaraskan kebijakan pidana dengan semangat menghapuskan stigmatisasi bagi pengguna dan pecandu narkotika.

Menurut dia, temuan dari cerita Surya Anta tidak mengejutkan. Ia justru prihatin karena kondisi itu terjadi seiring dengan overcrowding Rutan dan Lapas yang terjadi terus menerus tanpa solusi yang komprehensif.

"Solusi atas permasalahan tersebut tidak komprehensif dan hilang timbul. Pemerintah tidak begitu memperhatikan bahwa pangkal permasalahan kondisi overcrowding adalah kebijakan pemidanaan di Indonesia," celetuknya.

Sebagai catatan, sebelum kebijakan pelepasan WBP untuk pencegahan penyebaran COVID-19, per Maret 2020 jumlah penghuni Rutan dan Lapas di Indonesia mencapai 270.466 orang. Padahal kapasitas Rutan dan Lapas hanya dapat menampung 132.335 orang. Kesimpulannya, beban Rutan dan Lapas di Indonesia mencapai 204%.

Sebelumnya diberitakan, Surya Anta yang pernah menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat menuliskan kisahnya melalui cuitan dalam Twitter miliknya. Ia membeberkan kondisi buruk pada Rutan Salemba mulai dari kondisi pemenuhan hak dasar WBP yang tidak memadai.

Hak tersebut antara lain hak atas makanan hingga hak atas kesehatan, juga terjadinya praktik perdagangan gelap narkotika hingga komodifikasi untuk pemenuhan fasilitas layak di dalam Lapas. Kondisi ini dilaporkan pada masa sebelum pandemi Covid-19, sebelum pihak Kementerian Hukum dan HAM memberlakukan kebijakan percepatan asimilasi dan pembebasan bersyarat pada WBP untuk pencegahan penyebaran Corona.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1233 seconds (0.1#10.140)