Spending Better
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
SEJARAH mengukir bahwa pada 1776, Adam Smith, seorang ekonom klasik, menerbitkan buku yang berjudul The Wealth of Nations, di mana salah satu prinsip yang ditawarkan adalah kebebasan pasar. Smith menyatakan bahwa dengan mengimplementasikan pasar bebas akan mendorong teralokasinya sumber daya dengan efektif dan efisien, di mana “tangan tak terlihat” (invisible hand) akan menstimulus pasar menunju keseimbangan. Prinsip ini menolak campur tangan pemerintah, karena hal itu akan mendistorsi pasar.
Akan tetapi bersama dengan berkembangnya revolusi industri, dan kemudian terjadi The Great Depression pada 1930, meluluh lantakkan kepercayaan pada prinsip ekonomi pasar tersebut.
Baca Juga: koran-sindo.com
Munculnya depresi tersebut, memaksa para ekonom menawarkan pemikiran ekonomi yang berbeda. John Maynard Keynes, ekonom dari Inggris memberikan pandangan betapa peran pemerintah dalam perekonomian, yang sedang tertekan, untuk merangsang permintaan dan menstimulus produksi, mampu menaikkan permintaan agregat melalui kebijakan stabilisasi, memperbaiki alokasi dan distribusi untuk mendorong kinerja perekonomian secara keseluruhan.
Selama pandemi 2,5 tahun terakhir, di mana perekonomian nasional sangat tertekan, pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berhasil membawa Indonesia keluar dari jurang resesi akibat pandemi. Kebijakan fiskal sebagai instrumen telah mampu menjaga daya beli masyarakat dan produksi terjaga untuk tetap menjaga pemenuhan kebutuhan masyarakat. Capaian pertumbuhan yang cukup tinggi, selama 2022, menandakan bahwa Indonesia berhasil keluar dari tekanan sebagai dampak pandemi.
Perbaikan Kualitas Belanja
Bentuk intervensi pemerintah dari sisi fiskal, salah satunya dilakukan melalui kebijakan pengeluaran/belanja pemerintah seperti belanja penyediaan infrastruktur, belanja subsidi, belanja pendidikan, dan lain-lain.Belanja negara merupakan bentuk realisasi rencana kerja pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan.
Tak sedikit hasil kajian telah menunjukkan bahwa peningkatan (anggaran belanja) dapat secara signifikan menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran para ekonom aliran Keynesian, di mana keynesian mendasari pemikiran bahwa variabel pemerintah (khususnya anggaran) dianggap sebagai salah satu variabel penggerak pertumbuhan ekonomi di suatu negara.
Variabel tersebut diyakini dapat menciptakan multiplier effect pada berbagai sektor ekonomi lainnya. Terlebih, angka multiplier effect pengeluaran pemerintah tersebut akan semakin besar jika asumsi bahwa belanja pemerintah yang digulirkan akan digunakan untuk kegiatan produktif.
Arah kebijakan fiskal dalam pengelolaan keuangan negara diformulasikan sebagai respons terhadap dinamika perekonomian negara. Arah kebijakan juga untuk menjawab tantangan dan isu strategis serta mendukung sasaran dan target pembangunan.
Oleh karena itu struktur dari belanja negara harus mencerminkan strategi stabilisasi makro dan pertumbuhan ekonomi, penyediaan barang publik, mencegah kegagalan pasar dan antisipasi ketidakpastian serta redistribusi pendapatan dan perlindungan sosial.
Di Indonesia, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen utama kebijakan fiskal untuk mendorong pencapaian berbagai target pembangunan yang telah ditetapkan. Peranan tersebut sejalan dengan salah satu fungsi APBN sebagai alat untuk menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja ekonomi, terutama ketika menghadapi guncangan ekonomi.
Selama pandemi, kinerja impresif APBN sebagai shock absorber (penahan kejut/schock) telah berhasil melindungi rakyat dalam proses pemulihan ekonomi nasional. Pun pada 2023 ini APBN masih diyakini mampu menjadi instrumen untuk menjaga momentum pemulihan.
Walaupun demikian pemerintah melihat bahwa kualitas belanja pemerintah (pusat maupun daerah) masih perlu terus ditingkatkan untuk bisa memberikan dampak positif yang lebih besar bagi ekonomi nasional.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan melaporkan bahwa sampai 31 Oktober 2022 realisasi belanja negara sebesar Rp2.351,09 triliun atau setara dengan 75,68% dari pagu yang ditetapkan dalam Penjabaran APBN 2022 sebesar Rp3.106,43 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan anggaran masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Anggaran yang seharusnya bisa lebih efisien, produktif dalam pencapaian ouput dan outcome, ternyata masih menghadapi beberapa kendala.
Kualitas anggaran sangat dipengaruhi oleh kualitas perencanaan, dengan kata lain perencanaan yang baik adalah kunci utama dalam setiap penyusunan anggaran. Artinya, anggaran harus disusun atas permasalahan dan kebutuhan yang terjadi dan mampu memberikan multiplier dampak yang lebih.
Output yang baik akan memberikan outcome dan benefit yang baik, sementara output yang buruk akan berakibat pada tidak optimalnya hasil sehingga belanja yang dikeluarkan pun tidak efektif.
Urgensi Koordinasi Pengelolaan Anggaran
Dalam rangka mendukung APBN 2023 yang merupakan instrumen pemulihan ekonomi nasional, diperlukan keja sama dari antara berbagai pihak terkait (pemerintah pusat maupun daerah) untuk bisa mengoptimalisasi peran belanja pusat dan daerah, terutama belanja yang tepat sasaran dan timing belanja yang sesuai.
Selama ini salah satu penyebab terjadinya inefisiensi adalah terjadinya tumpang tindih program antarkementerian baik di pusat maupun daerah. Termasuk juga, adanya kendala proses adminsitrasi dan syarat salur, yang seringkali menjadi hambatan.
Berkaca dari berbagai problematika tersebut, maka mutlak perlu adanya peningkatan koordinasi antar kementerian dan lembaga maupun antara pemerintah pusat dan termasuk syarat salur yang lebih mudah, walaupun tidak boleh mengurangi tata kelola yang sudah diatur.
Sejatinya, kinerja penyerapan anggaran yang sehat mutlak akan mampu menstimulus kegiatan-kegiatan ekonomi dan produksi di masyarakat. Kita yakin bahwa pembangunan infrastruktur, pengadaan barang, dan pelaksanaan pelayanan administrasi publik yang baik, akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Semoga.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
SEJARAH mengukir bahwa pada 1776, Adam Smith, seorang ekonom klasik, menerbitkan buku yang berjudul The Wealth of Nations, di mana salah satu prinsip yang ditawarkan adalah kebebasan pasar. Smith menyatakan bahwa dengan mengimplementasikan pasar bebas akan mendorong teralokasinya sumber daya dengan efektif dan efisien, di mana “tangan tak terlihat” (invisible hand) akan menstimulus pasar menunju keseimbangan. Prinsip ini menolak campur tangan pemerintah, karena hal itu akan mendistorsi pasar.
Akan tetapi bersama dengan berkembangnya revolusi industri, dan kemudian terjadi The Great Depression pada 1930, meluluh lantakkan kepercayaan pada prinsip ekonomi pasar tersebut.
Baca Juga: koran-sindo.com
Munculnya depresi tersebut, memaksa para ekonom menawarkan pemikiran ekonomi yang berbeda. John Maynard Keynes, ekonom dari Inggris memberikan pandangan betapa peran pemerintah dalam perekonomian, yang sedang tertekan, untuk merangsang permintaan dan menstimulus produksi, mampu menaikkan permintaan agregat melalui kebijakan stabilisasi, memperbaiki alokasi dan distribusi untuk mendorong kinerja perekonomian secara keseluruhan.
Selama pandemi 2,5 tahun terakhir, di mana perekonomian nasional sangat tertekan, pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berhasil membawa Indonesia keluar dari jurang resesi akibat pandemi. Kebijakan fiskal sebagai instrumen telah mampu menjaga daya beli masyarakat dan produksi terjaga untuk tetap menjaga pemenuhan kebutuhan masyarakat. Capaian pertumbuhan yang cukup tinggi, selama 2022, menandakan bahwa Indonesia berhasil keluar dari tekanan sebagai dampak pandemi.
Perbaikan Kualitas Belanja
Bentuk intervensi pemerintah dari sisi fiskal, salah satunya dilakukan melalui kebijakan pengeluaran/belanja pemerintah seperti belanja penyediaan infrastruktur, belanja subsidi, belanja pendidikan, dan lain-lain.Belanja negara merupakan bentuk realisasi rencana kerja pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan.
Tak sedikit hasil kajian telah menunjukkan bahwa peningkatan (anggaran belanja) dapat secara signifikan menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran para ekonom aliran Keynesian, di mana keynesian mendasari pemikiran bahwa variabel pemerintah (khususnya anggaran) dianggap sebagai salah satu variabel penggerak pertumbuhan ekonomi di suatu negara.
Variabel tersebut diyakini dapat menciptakan multiplier effect pada berbagai sektor ekonomi lainnya. Terlebih, angka multiplier effect pengeluaran pemerintah tersebut akan semakin besar jika asumsi bahwa belanja pemerintah yang digulirkan akan digunakan untuk kegiatan produktif.
Arah kebijakan fiskal dalam pengelolaan keuangan negara diformulasikan sebagai respons terhadap dinamika perekonomian negara. Arah kebijakan juga untuk menjawab tantangan dan isu strategis serta mendukung sasaran dan target pembangunan.
Oleh karena itu struktur dari belanja negara harus mencerminkan strategi stabilisasi makro dan pertumbuhan ekonomi, penyediaan barang publik, mencegah kegagalan pasar dan antisipasi ketidakpastian serta redistribusi pendapatan dan perlindungan sosial.
Di Indonesia, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen utama kebijakan fiskal untuk mendorong pencapaian berbagai target pembangunan yang telah ditetapkan. Peranan tersebut sejalan dengan salah satu fungsi APBN sebagai alat untuk menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja ekonomi, terutama ketika menghadapi guncangan ekonomi.
Selama pandemi, kinerja impresif APBN sebagai shock absorber (penahan kejut/schock) telah berhasil melindungi rakyat dalam proses pemulihan ekonomi nasional. Pun pada 2023 ini APBN masih diyakini mampu menjadi instrumen untuk menjaga momentum pemulihan.
Walaupun demikian pemerintah melihat bahwa kualitas belanja pemerintah (pusat maupun daerah) masih perlu terus ditingkatkan untuk bisa memberikan dampak positif yang lebih besar bagi ekonomi nasional.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan melaporkan bahwa sampai 31 Oktober 2022 realisasi belanja negara sebesar Rp2.351,09 triliun atau setara dengan 75,68% dari pagu yang ditetapkan dalam Penjabaran APBN 2022 sebesar Rp3.106,43 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa penyerapan anggaran masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Anggaran yang seharusnya bisa lebih efisien, produktif dalam pencapaian ouput dan outcome, ternyata masih menghadapi beberapa kendala.
Kualitas anggaran sangat dipengaruhi oleh kualitas perencanaan, dengan kata lain perencanaan yang baik adalah kunci utama dalam setiap penyusunan anggaran. Artinya, anggaran harus disusun atas permasalahan dan kebutuhan yang terjadi dan mampu memberikan multiplier dampak yang lebih.
Output yang baik akan memberikan outcome dan benefit yang baik, sementara output yang buruk akan berakibat pada tidak optimalnya hasil sehingga belanja yang dikeluarkan pun tidak efektif.
Urgensi Koordinasi Pengelolaan Anggaran
Dalam rangka mendukung APBN 2023 yang merupakan instrumen pemulihan ekonomi nasional, diperlukan keja sama dari antara berbagai pihak terkait (pemerintah pusat maupun daerah) untuk bisa mengoptimalisasi peran belanja pusat dan daerah, terutama belanja yang tepat sasaran dan timing belanja yang sesuai.
Selama ini salah satu penyebab terjadinya inefisiensi adalah terjadinya tumpang tindih program antarkementerian baik di pusat maupun daerah. Termasuk juga, adanya kendala proses adminsitrasi dan syarat salur, yang seringkali menjadi hambatan.
Berkaca dari berbagai problematika tersebut, maka mutlak perlu adanya peningkatan koordinasi antar kementerian dan lembaga maupun antara pemerintah pusat dan termasuk syarat salur yang lebih mudah, walaupun tidak boleh mengurangi tata kelola yang sudah diatur.
Sejatinya, kinerja penyerapan anggaran yang sehat mutlak akan mampu menstimulus kegiatan-kegiatan ekonomi dan produksi di masyarakat. Kita yakin bahwa pembangunan infrastruktur, pengadaan barang, dan pelaksanaan pelayanan administrasi publik yang baik, akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Semoga.
(bmm)