Kejagung Banding Vonis Nihil Benny Tjokro
Jum'at, 13 Januari 2023 - 10:44 WIB
JAKARTA - Kejaksaan Agung ( Kejagung ) mengajukan banding vonis nihil terdakwa tindak pidana korupsi PT Asabri (Persero), Benny Tjokrosaputro. Vonis nihil dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Kamis (12/1/2023).
"Ya, kami pasti banding," kata Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, Jumat (13/1/2023).
Menurutnya, vonis tersebut telah mencederai rasa keadilan. Harapannya, Benny Tjokro bisa dihukum sesuai tuntutan jaksa, yang meminta terdakwa dihukum mati.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menambahkan, Benny seharusnya dihukum maksimal karena telah dinyatakan bersalah melakukan perbuatan korupsi sebanyak dua kali. Dalam kasus ini, Benny Tjokro pun terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana. Namun, hakim malah menjatuhkan vonis nihil kepada yang bersangkutan.
"Hal ini bertentangan dengan undang-undang tindak pidana korupsi dengan ancaman minimal empat tahun penjara, sementara kerugian Negara mencapai puluhan triliun," kata Ketut dalam keterangan tertulis, Jumat (13/1/2023).
Benny Tjokro merupakan terpidana seumur hidup dalam perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Namun, Komisaris PT Hanson Internasional itu masih memiliki upaya hukum peninjauan kembali. Apabila, peninjauan kembali menurunkan hukuman Benny Tjokro menjadi 10 tahun penjara, hal ini membuat terdakwa tak mendapatkan hukuman yang setimpal dari tindak pidana yang dilakukannya. Padahal Benny terlibat dua kasus korupsi ini telah membuat negara merugi hingga Rp38 triliun.
Baca juga: Dinyatakan Bersalah dalam Kasus Korupsi Asabri, Benny Tjokro Divonis Nihil
"Hal itulah yang semestinya menjadi perspektif hakim dalam memutus perkara tersebut," imbuh Ketut.
Dalam perkara ini, majelis hakim menilai putusan itu tepat karena Benny telah dihukum seumur hidup atau maksimal dalam kasus Jiwasraya, sehingga vonis nihil sejalan dengan Pasal 67 KUHP. Dalam Pasal 67 tersebut tertulis jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, dan pengumuman putusan hakim.
Meski demikian, majelis hakim tetap memerintahkan terdakwa membayar uang pengganti sekitar Rp5,7 triliun. Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar paling lama sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah, maka harta benda Benny Tjokro dapat disita dan dilelang atau diganti dengan pidana kurungan penjara.
Majelis hakim yang dipimpin IG Eko Putranto menyatakan, Benny bersalah melakukan korupsi seperti dalam dakwaan kesatu primer, yakni Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP, dengan pemberatan secara bersama-sama dan melakukan pencucian uang dalam pengelolaan dana dan investasi di BUMN itu. Perbuatan terdakwa yang merugikan negara itu dilakukan bersama mantan Dirut Asabri Adam Damiri dan Sonny Widjaja hingga merugikan negara sebesar Rp22,8 triliun.
"Ya, kami pasti banding," kata Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, Jumat (13/1/2023).
Menurutnya, vonis tersebut telah mencederai rasa keadilan. Harapannya, Benny Tjokro bisa dihukum sesuai tuntutan jaksa, yang meminta terdakwa dihukum mati.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menambahkan, Benny seharusnya dihukum maksimal karena telah dinyatakan bersalah melakukan perbuatan korupsi sebanyak dua kali. Dalam kasus ini, Benny Tjokro pun terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana. Namun, hakim malah menjatuhkan vonis nihil kepada yang bersangkutan.
"Hal ini bertentangan dengan undang-undang tindak pidana korupsi dengan ancaman minimal empat tahun penjara, sementara kerugian Negara mencapai puluhan triliun," kata Ketut dalam keterangan tertulis, Jumat (13/1/2023).
Benny Tjokro merupakan terpidana seumur hidup dalam perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Namun, Komisaris PT Hanson Internasional itu masih memiliki upaya hukum peninjauan kembali. Apabila, peninjauan kembali menurunkan hukuman Benny Tjokro menjadi 10 tahun penjara, hal ini membuat terdakwa tak mendapatkan hukuman yang setimpal dari tindak pidana yang dilakukannya. Padahal Benny terlibat dua kasus korupsi ini telah membuat negara merugi hingga Rp38 triliun.
Baca juga: Dinyatakan Bersalah dalam Kasus Korupsi Asabri, Benny Tjokro Divonis Nihil
"Hal itulah yang semestinya menjadi perspektif hakim dalam memutus perkara tersebut," imbuh Ketut.
Dalam perkara ini, majelis hakim menilai putusan itu tepat karena Benny telah dihukum seumur hidup atau maksimal dalam kasus Jiwasraya, sehingga vonis nihil sejalan dengan Pasal 67 KUHP. Dalam Pasal 67 tersebut tertulis jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, dan pengumuman putusan hakim.
Meski demikian, majelis hakim tetap memerintahkan terdakwa membayar uang pengganti sekitar Rp5,7 triliun. Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar paling lama sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah, maka harta benda Benny Tjokro dapat disita dan dilelang atau diganti dengan pidana kurungan penjara.
Majelis hakim yang dipimpin IG Eko Putranto menyatakan, Benny bersalah melakukan korupsi seperti dalam dakwaan kesatu primer, yakni Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP, dengan pemberatan secara bersama-sama dan melakukan pencucian uang dalam pengelolaan dana dan investasi di BUMN itu. Perbuatan terdakwa yang merugikan negara itu dilakukan bersama mantan Dirut Asabri Adam Damiri dan Sonny Widjaja hingga merugikan negara sebesar Rp22,8 triliun.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda