Survei Kepuasan Penanganan Corona, Publik Belum Puas Kinerja Pusat

Senin, 13 Juli 2020 - 08:09 WIB
“Angka ini tidak membuat kita happy karena sebelumnya survei terhadap optimisme publik selalu di atas 70%, bahkan pernah 80%. Ini perlu dijaga agar tingkat optimisme ini tidak turun. Tingkat optimisme itu semakin tinggi semakin baik karena di situ roda ekonomi akan bergerak,” katanya.

Hasan mengatakan sejak terjadi pandemi Covid-19 di Indonesia awal Maret 2020, Alvara rutin melakukan riset untuk melihat pandangan masyarakat terkait Covid-19 dan dampaknya yang dirasakan secara riil oleh masyarakat.

Survei ini dilakukan pada 22 Juni-1 Juli 2020 dengan melibatkan 1.225 responden. Metode yang digunakan adalah Online Survey dan Mobile Assisted Phone Interview dengan wilayah survei seluruh Indonesia. Namun, ada beberapa provinsi di wilayah Indonesia timur seperti Papua, Papua Barat, dan Maluku yang karena terkendala jaringan internet dan coverage sehingga tidak masuk survei. Margin of error berkisar 2,86%.

Hasil survei ini juga menunjukkan kondisi perekonomian masyarakat yang tertekan. Hal ini bisa dilihat dari perubahan alokasi pengeluaran. Pada 2020 ini alokasi pengeluaran kebutuhan sehari-hari turun signifikan dari sebelumnya 49,8% pada 2019, kini tinggal 38,1%.

Sementara pengeluaran untuk kebutuhan internet justru naik signifikan dari 6,1% menjadi 8,1%. “Pengeluaran kebutuhan dasar sehari-hari turun drastis, larinya ke cicilan. Pendapatan kita turun, sementara untuk kebutuhan tetap seperti cicilan tidak bisa berkurang,” ujar Hasan. (Lihat videonya: Penjaga Masjid Lakukan Aksi Heroik Selamatkan Kotak Amal)

Dalam survei tersebut juga dipaparkan jenis kebutuhan yang diinginkan masyarakat. Pertama paling diinginkan adalah bantuan tunai sebesar 65,6%, disusul bantuan sembako 58,9%, subsidi listrik 900 watt 28,7%, program kemandirian pangan 28,1%, Kartu Prakerja 22,8%, subsidi listrik 450 watt 22,1%, dan 4,6% tidak menjawab.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan kepada menterinya tentang pentingnya memiliki sense of crisis di masa pandemi. Dia mengkritik kinerja menterinya yang selama masa work from home seolah dijadikan seperti waktu cuti. Jokowi terutama menyoroti kinerja jajarannya yang biasa-biasa saja di era krisis yang dibuktikan dengan tidak ada percepatan belanja anggaran.

“Tiga bulan yang lalu kita menyampaikan bekerja dari rumah, work from home. Yang saya lihat ini kayak cuti malahan. Padahal, pada kondisi krisis kita harusnya kerja lebih keras lagi,” katanya pada pembukaan rapat terbatas sebagaimana diunggah Biro Pers Setpres, Kamis (9/7/2020). (Abdul Rochim)
(ysw)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More