Survei Kepuasan Penanganan Corona, Publik Belum Puas Kinerja Pusat
Senin, 13 Juli 2020 - 08:09 WIB
JAKARTA - Sejumlah kebijakan pemerintah pusat dalam penanganan pandemi Covid-19 turut memengaruhi tingkat kepuasan publik. Tingkat kepuasan atas kinerja pemerintah pusat dalam menangani Covid-19 paling rendah.
Ini berbanding terbalik dengan kinerja Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang mendapat poin paling tinggi. Hal ini tergambar melalui survei Alvara Research Center yang dirilis secara virtual kemarin.
CEO Alvara Hasanuddin Ali mengatakan, indeks kepuasan publik terhadap Gugus Tugas mencapai 72,7%, disusul gubernur di masing-masing tempat tinggal responden sebesar 70,0%. Berikutnya bupati/wali kota 67,7% dan terakhir pemerintah pusat 60,2%.
“Ada perbedaan antara tingkat kepuasan terhadap gugus tugas dan pemerintah pusat. Ini berarti publik melihat bahwa penanganan atas dampak dari Covid-19 tidak terlalu diapresiasi positif oleh publik. Sementara gugus tugas lebih pada penanganan Covid-19 dan pemerintah pusat lebih pada dampak Covid-19,” ucap Hasan.
Sementara gubernur dan bupati/wali kota mendapatkan apresiasi tinggi karena mereka dalam bekerja berhadapan langsung dengan masyarakat sehingga aktivitas mereka bisa lebih dirasakan langsung oleh masyarakat. (Baca: Ahli Virus China Melarikan Diri ke AS, Klaim Beijing Menutup-nutupi Corona)
Aspek kepuasan ini diukur dari beberapa parameter. Antara lain mayoritas publik mengaku puas dengan informasi protokol kesehatan mencapai 73,3%, disusul perawatan pasien Covid-19 sebesar 72,3%, dan bantuan sosial 56,2%. Berikutnya pemulihan ekonomi hanya diapresiasi 48,2%, ketegasan bagi yang melanggar protokol kesehatan 47,3%, Kartu Prakerja 39,2%, dan penanganan pemutusan hubungan kerja (PHK) hanya 31,9%.
“Ternyata tingkat kepuasan publik terhadap program Kartu Prakerja rendah. Penanganan PHK juga rendah karena banyak masyarakat yang terkena. Bagi mereka yang melanggar protokol kesehatan juga belum ada ketegasan. Soal pemulihan ekonomi juga belum diapresiasi,” paparnya.
Bahkan, kata Hasan, tingkat optimisme publik terhadap kondisi ekonomi Indonesia juga turun, hanya berada di angka di atas 50%, tepatnya 63,5%. Kondisi ini turun dibanding survei pada Oktober 2019 yang berada di angka 71,0%.
Rinciannya, sangat optimistis sekali 2,9%, sangat optimistis 8,4%, optimistis 52,2%, pesimistis 28,1%, sangat pesimistis 4,7%, dan sangat pesimistis sekali 3,8%. (Baca juga: 36 ekor Penyu Langka Diselundupkan ke Bali)
Ini berbanding terbalik dengan kinerja Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang mendapat poin paling tinggi. Hal ini tergambar melalui survei Alvara Research Center yang dirilis secara virtual kemarin.
CEO Alvara Hasanuddin Ali mengatakan, indeks kepuasan publik terhadap Gugus Tugas mencapai 72,7%, disusul gubernur di masing-masing tempat tinggal responden sebesar 70,0%. Berikutnya bupati/wali kota 67,7% dan terakhir pemerintah pusat 60,2%.
“Ada perbedaan antara tingkat kepuasan terhadap gugus tugas dan pemerintah pusat. Ini berarti publik melihat bahwa penanganan atas dampak dari Covid-19 tidak terlalu diapresiasi positif oleh publik. Sementara gugus tugas lebih pada penanganan Covid-19 dan pemerintah pusat lebih pada dampak Covid-19,” ucap Hasan.
Sementara gubernur dan bupati/wali kota mendapatkan apresiasi tinggi karena mereka dalam bekerja berhadapan langsung dengan masyarakat sehingga aktivitas mereka bisa lebih dirasakan langsung oleh masyarakat. (Baca: Ahli Virus China Melarikan Diri ke AS, Klaim Beijing Menutup-nutupi Corona)
Aspek kepuasan ini diukur dari beberapa parameter. Antara lain mayoritas publik mengaku puas dengan informasi protokol kesehatan mencapai 73,3%, disusul perawatan pasien Covid-19 sebesar 72,3%, dan bantuan sosial 56,2%. Berikutnya pemulihan ekonomi hanya diapresiasi 48,2%, ketegasan bagi yang melanggar protokol kesehatan 47,3%, Kartu Prakerja 39,2%, dan penanganan pemutusan hubungan kerja (PHK) hanya 31,9%.
“Ternyata tingkat kepuasan publik terhadap program Kartu Prakerja rendah. Penanganan PHK juga rendah karena banyak masyarakat yang terkena. Bagi mereka yang melanggar protokol kesehatan juga belum ada ketegasan. Soal pemulihan ekonomi juga belum diapresiasi,” paparnya.
Bahkan, kata Hasan, tingkat optimisme publik terhadap kondisi ekonomi Indonesia juga turun, hanya berada di angka di atas 50%, tepatnya 63,5%. Kondisi ini turun dibanding survei pada Oktober 2019 yang berada di angka 71,0%.
Rinciannya, sangat optimistis sekali 2,9%, sangat optimistis 8,4%, optimistis 52,2%, pesimistis 28,1%, sangat pesimistis 4,7%, dan sangat pesimistis sekali 3,8%. (Baca juga: 36 ekor Penyu Langka Diselundupkan ke Bali)
tulis komentar anda