PBH Peradi Berikan Bantuan Hukum Gratis bagi Masyarakat Tidak Mampu
Jum'at, 23 Desember 2022 - 22:13 WIB
Peradi di bawah Ketum Otto Hasibuan telah memberikan probono melalui advokat dan PBH Peradi yang saat ini mempunyai 152 cabang di berbagai kota di Tanah Air. Ini merupakan bukti bahwa Peradi di bawah kepengurusan Otto, sebagai wadah tunggal organisasi advokat (single bar) karena PBH Peradi lahir dari Pasal 22 UU Advokat.
Pasal tersebut, kata Asido, mewajibkan advokat memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Ini kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 83 Tahun 2008 tanggal 31 Desember 2008 yang mewajibkan organisasi advokat membentuk unit kerja yang secara khusus untuk melaksanakan program Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma paling lambat 6 bulan sejak Peraturan Pemerintah diundangkan.
“Pada tanggal 11 Mei 2009, PBH Peradi telah dirikan sebagai unit kerja dimaksud, di mana saat ini sudah ada 152 PBH Peradi Cabang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan data yang saya peroleh, mungkin unit kerja bantuan hukum probono yang terbesar di Indonesia dimiliki oleh Peradi,” katanya.
Program bantuan hukum probono menjadi kewajiban pelayanan dan pengabdian Peradi. Kalau di sebuah perusahaan, probono PBH Peradi seperti halnya tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibilit (CSR).“Meskipun probono, namun kualitas tetap harus diutamakan, perlakuan yang sama dengan yang bayar honorarium,” katanya.
Asido mengungkapkan, Rakornas bertajuk “Peran PBH Peradi Dalam Mewujudkan Akses Keadilan Yang Merata Bagi Masyarakat Yang Tidak Mampu” yang dihadiri oleh lebih dari 150 orang peserta. Tidak hanya itu, acara ini juga dihadiri oleh juga Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Sekretaris BPHN, Audy Murfi mewakili Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Audy Murfi mengatakan, terdapat kesamaan antara probono dan bantuan hukum, yakni sama-sama bertujuan untuk membantu setiap orang yang tidak mampu atau miskin atau marjinal yang berhadapan dengan hukum secara cuma-cuma. Sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, bantuan hukum terdapat biaya yang disediakan oleh pemerintah.
Namun demikian, anggaran dalam APBN dan APBD memiliki keterbatasan sehingga prinsip probono yang dimaksud sebagai kewajiban dalam UU Advokat harus tetap dikedepankan, agar perluasan akses bantuan hukum tetap terwujud demi memberikan akses terhadap keadilan.
Ia mengungkapkan, jika dikaitkan dengan peran dan fungsi organisasi induk advokat dalam melakukan pengawasan probono, praktik di lapangan masih menunjukan lemahnya peran DPC, yakni kewenangannya hanya terbatas pada urusan administrative, seperti terlibat dalam PKPA, pengangkatan sumpah, hingga perpanjangan kartu anggota.
DPC, kata dia, tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan sanski kepada advokat anggotanya yang tidak memberikan probono. Ini perlu menjadi perhatian DPN Peradi karena DPC merupakan garda terdepan dalam pengawasan praktik probono advokatnya di wilayahnya.
Atas dasar itu, Audy Murfi mengharapkan adanya ketegasan DPN Peradi dalam melakukan evaluasi kepada masing-masing advokat untuk wajib melaksanakan probono pada setiap perpanjangan kartu advokat.
Pasal tersebut, kata Asido, mewajibkan advokat memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Ini kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 83 Tahun 2008 tanggal 31 Desember 2008 yang mewajibkan organisasi advokat membentuk unit kerja yang secara khusus untuk melaksanakan program Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma paling lambat 6 bulan sejak Peraturan Pemerintah diundangkan.
“Pada tanggal 11 Mei 2009, PBH Peradi telah dirikan sebagai unit kerja dimaksud, di mana saat ini sudah ada 152 PBH Peradi Cabang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan data yang saya peroleh, mungkin unit kerja bantuan hukum probono yang terbesar di Indonesia dimiliki oleh Peradi,” katanya.
Program bantuan hukum probono menjadi kewajiban pelayanan dan pengabdian Peradi. Kalau di sebuah perusahaan, probono PBH Peradi seperti halnya tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibilit (CSR).“Meskipun probono, namun kualitas tetap harus diutamakan, perlakuan yang sama dengan yang bayar honorarium,” katanya.
Asido mengungkapkan, Rakornas bertajuk “Peran PBH Peradi Dalam Mewujudkan Akses Keadilan Yang Merata Bagi Masyarakat Yang Tidak Mampu” yang dihadiri oleh lebih dari 150 orang peserta. Tidak hanya itu, acara ini juga dihadiri oleh juga Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Sekretaris BPHN, Audy Murfi mewakili Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Audy Murfi mengatakan, terdapat kesamaan antara probono dan bantuan hukum, yakni sama-sama bertujuan untuk membantu setiap orang yang tidak mampu atau miskin atau marjinal yang berhadapan dengan hukum secara cuma-cuma. Sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, bantuan hukum terdapat biaya yang disediakan oleh pemerintah.
Namun demikian, anggaran dalam APBN dan APBD memiliki keterbatasan sehingga prinsip probono yang dimaksud sebagai kewajiban dalam UU Advokat harus tetap dikedepankan, agar perluasan akses bantuan hukum tetap terwujud demi memberikan akses terhadap keadilan.
Ia mengungkapkan, jika dikaitkan dengan peran dan fungsi organisasi induk advokat dalam melakukan pengawasan probono, praktik di lapangan masih menunjukan lemahnya peran DPC, yakni kewenangannya hanya terbatas pada urusan administrative, seperti terlibat dalam PKPA, pengangkatan sumpah, hingga perpanjangan kartu anggota.
DPC, kata dia, tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan sanski kepada advokat anggotanya yang tidak memberikan probono. Ini perlu menjadi perhatian DPN Peradi karena DPC merupakan garda terdepan dalam pengawasan praktik probono advokatnya di wilayahnya.
Atas dasar itu, Audy Murfi mengharapkan adanya ketegasan DPN Peradi dalam melakukan evaluasi kepada masing-masing advokat untuk wajib melaksanakan probono pada setiap perpanjangan kartu advokat.
tulis komentar anda