Belajar Makna Menang, Imbang, Kalah, dan Mengalah melalui Sepakbola
Jum'at, 16 Desember 2022 - 18:10 WIB
Menonton sepak bola pada laga Piala Dunia ini memang beragam dampaknya. Ada yang sangat terhibur sehingga mereka betul-betul merencakan dan menikmati di setiap pertandingan, dan ada pula yang sekadar ikut-ikutan yang penting bisa kumpul ngopi bareng dengan kawan-kawan. Dan kita semua yakin bahwa di setiap kompetisi dan pertandingan pasti ada hikmah dan pelajaran bagi mereka yang bisa membuka akal dan pikiran.
Menang, Kalah, Berimbang dan Mengalah
Mari sama-sama belajar dan merenungkan, dalam laga World Cup 2022 tahun ini, kita bisa menyaksikan semua tim sepak bola bekerja keras untuk memenangkan pertandingan. Tim manapun akan bergembira dan menerima bila dinyatakan sebagai pemenang. Tetapi jika kalah atau seri, terkadang tidak ikhlas dan bahkan mencari kesalah-kesalahan pihak lain. Bisa wasit yang disalahkan atau musuh yang dianggap melakukan kecurangan.
Padahal, kalau saja mau ikhlas menerima kekalahan dan berupaya bersikap jujur untuk melakukan koreksi yang komprehensif, bisa jadi akan mengubah posisi berbalik menjadi pemenang pada laga yang akan datang.
Kita yakin kompetisi kelas dunia seperti ini pasti fair, tidak ada rekayasa atau ditentukan pemenangnya di awal permulaan. Namun terkadang masih ada juga orang yang menduga laga-laga pertandingan isinya hanya permainan, masih dicurigai ada sutradara yang bisa mengatur kemenangan. Kalau kondisi ini masih terjadi, dipastikan ada salah satu klub ada yang diminta ngalah.
Kapan kondisi atau istilah ngalah muncul? Pertanyaan ini mengingatkan saya pada peristiwa beberapa tahun silam. Di sela-sela hadir sebagai pengunjung acara Muktamar NU di Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya Jawa Barat pada 1994, saya menyempatkan berkunjung ke Pondok Pesantren al-Inabah yang diasuh oleh Syeikh Ahmad Shahibul Wafa Tajul Arifin atau yang dikenal dengan panggilan Abah Anom.
Saya tertarik berkunjung ke pondok pesantren ini karena mendengar cerita teman-teman dan pelbagai sumber yang saya baca terkait proses penyembuhan dengan metode inabah bagi eks pengguna dan pecandu narkoba. Alhamdulillah saya bisa sowan ke Abah Anom dan bisa bertemu cukup lama.
Ketika itu saya dapat penjelasan dari beliau mengenai makna gerakan zikir yang biasa diamalkan oleh pengamal Thariqah Qadiriyah Naqshabandiyah. Beliau menjelaskan makna-makna simbolik di balik gerakan-gerakan penganut thariqah ini ketika melafalkan kalimat la ilaaha iIlallah dengan menggelengkan kepalanya ke depan belakang, kiri kanan, dan atas bawah.
Setelah mendapat wejangan seputar thariqah, saya diizinkan menginap di kediaman beliau. Saya dipersilakan menuju barak di lantai dua. Betapa gagetnya, di ruang ini sudah banyak penghuni sebelumnya. Bukan banyaknya yang mengagetkan tetapi di antara mereka adalah orang-orang yang kurang waras secara fisik karena mereka adalah para korban pengguna narkoba yang masih dalam proses rehabilitasi. Ada yang ngomel-ngomel sendiri dan ada juga yang berteriak-teriak. Yang sebenarnya menjadi pertanyaan dalam hati saya adalah kenapa Abah Anom menempatkan saya tidur bersama mereka. Saya terus merenung-renung dan bertanya dalam hati.
Sebelumnya saya sering dengar ungkapan “yang waras ngalah”dan saya kurang memahami maknanya. Setelah saya bertemu kondisi ini baru saya menyadari. Dalam kondisi tertentu atau kondisi yang tidak normal yang waras memang harus ngalah.
Menang, Kalah, Berimbang dan Mengalah
Mari sama-sama belajar dan merenungkan, dalam laga World Cup 2022 tahun ini, kita bisa menyaksikan semua tim sepak bola bekerja keras untuk memenangkan pertandingan. Tim manapun akan bergembira dan menerima bila dinyatakan sebagai pemenang. Tetapi jika kalah atau seri, terkadang tidak ikhlas dan bahkan mencari kesalah-kesalahan pihak lain. Bisa wasit yang disalahkan atau musuh yang dianggap melakukan kecurangan.
Padahal, kalau saja mau ikhlas menerima kekalahan dan berupaya bersikap jujur untuk melakukan koreksi yang komprehensif, bisa jadi akan mengubah posisi berbalik menjadi pemenang pada laga yang akan datang.
Kita yakin kompetisi kelas dunia seperti ini pasti fair, tidak ada rekayasa atau ditentukan pemenangnya di awal permulaan. Namun terkadang masih ada juga orang yang menduga laga-laga pertandingan isinya hanya permainan, masih dicurigai ada sutradara yang bisa mengatur kemenangan. Kalau kondisi ini masih terjadi, dipastikan ada salah satu klub ada yang diminta ngalah.
Kapan kondisi atau istilah ngalah muncul? Pertanyaan ini mengingatkan saya pada peristiwa beberapa tahun silam. Di sela-sela hadir sebagai pengunjung acara Muktamar NU di Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya Jawa Barat pada 1994, saya menyempatkan berkunjung ke Pondok Pesantren al-Inabah yang diasuh oleh Syeikh Ahmad Shahibul Wafa Tajul Arifin atau yang dikenal dengan panggilan Abah Anom.
Saya tertarik berkunjung ke pondok pesantren ini karena mendengar cerita teman-teman dan pelbagai sumber yang saya baca terkait proses penyembuhan dengan metode inabah bagi eks pengguna dan pecandu narkoba. Alhamdulillah saya bisa sowan ke Abah Anom dan bisa bertemu cukup lama.
Ketika itu saya dapat penjelasan dari beliau mengenai makna gerakan zikir yang biasa diamalkan oleh pengamal Thariqah Qadiriyah Naqshabandiyah. Beliau menjelaskan makna-makna simbolik di balik gerakan-gerakan penganut thariqah ini ketika melafalkan kalimat la ilaaha iIlallah dengan menggelengkan kepalanya ke depan belakang, kiri kanan, dan atas bawah.
Setelah mendapat wejangan seputar thariqah, saya diizinkan menginap di kediaman beliau. Saya dipersilakan menuju barak di lantai dua. Betapa gagetnya, di ruang ini sudah banyak penghuni sebelumnya. Bukan banyaknya yang mengagetkan tetapi di antara mereka adalah orang-orang yang kurang waras secara fisik karena mereka adalah para korban pengguna narkoba yang masih dalam proses rehabilitasi. Ada yang ngomel-ngomel sendiri dan ada juga yang berteriak-teriak. Yang sebenarnya menjadi pertanyaan dalam hati saya adalah kenapa Abah Anom menempatkan saya tidur bersama mereka. Saya terus merenung-renung dan bertanya dalam hati.
Sebelumnya saya sering dengar ungkapan “yang waras ngalah”dan saya kurang memahami maknanya. Setelah saya bertemu kondisi ini baru saya menyadari. Dalam kondisi tertentu atau kondisi yang tidak normal yang waras memang harus ngalah.
tulis komentar anda