Vonis Bebas Pelanggaran HAM Berat Paniai, Komnas HAM Desak Jaksa Agung Banding
Jum'at, 09 Desember 2022 - 09:05 WIB
JAKARTA - Terdakwa kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat Paniai, Mayor Inf (Purn) Isak Sattu divonis bebas. Merespons hal tersebut, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) khususnya Jaksa Agung ST Burhanuddin selaku penuntut untuk mengambil upaya hukum banding.
"Kami juga mendorong agar Jaksa Agung mengambil upaya hukum terkait putusan di PN hari ini (Kamis 8 Desember 2022)," kata Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM , Abdul Haris Semendawai kepada wartawan, Kamis (8/12/2022).
Selain melakukan upaya hukum lanjutan, Haris juga meminta agar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) lebih proaktif kepada korban pelanggaran HAM berat dalam memberi perlindungan.
LPSK kata Haris, juga harus lebih proaktif lagi dalam melindungi saksi-saksi pada kasus tersebut. Apalagi, Haris menilai, terdapat proses pembuktian yang tidak berjalan maksimal, lantaran partisipasi aktif dari para saksi korban dan keluarga yang kerap kali tidak hadir di persidangan.
"Terakhir kami juga mendorong dalam perkara pelanggaran ham berat ini, sesuai dengan mandatnya agar LPSK ini lebih proaktif untuk memberikan perlindungan, memberikan hak-hak perlindungan korban pelanggaran HAM berat dan melindungi saksi-saksinya," ucapnya.
"Yang hadir itu adalah dari aparat anggota TNI maupun Polri. Dari saksi-saksi masyarakat sipilnya yang melihat peristiwa itu tidak hadir secara langsung. Kalaupun ada itu dibacakan BAP-nya," sambungnya.
Lebih lanjut Haris menilai, proses pengusutan kasus tidak maksimal, hal itu terlihat dengan hanya Mayor Inf (Purn) Isak Sattu yang terseret dalam perkara pelanggaran HAM Berat selaku perwira penghubung dari Kodim Paniai 1705.
Padahal, kata Haris, berdasarkan rekomendasi sebelumnya ada beberapa komandan dan pelaku lapangan yang direkomendasikan untuk diproses, namun hanya Isak yang dijadikan tersangka.
"Ini terbukti. Jadi ada kekhawatiran sejak awal bahwa hanya ditetapkannya satu tersangka dan terdakwa saja dalam kasus ini. Sementara rekomendasi sebelumnya ada beberapa komandan dan beberapa pelaku lapangan yang direkomendasikan untuk diproses namun hanya satu yang dijadikan tersangka. Itu memang sejak awal sudah menimbulkan kekhawatiran," katanya.
"Hari ini terbukti dengan putusan pengadilan ham Nomor 1/Pidsus HAM 2022 tanggal 8 Desember yang memutuskan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran ham yang berat dan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan karena tidak terbuktinya unsur pertanggungjawaban komando," sambungnya.
"Kami juga mendorong agar Jaksa Agung mengambil upaya hukum terkait putusan di PN hari ini (Kamis 8 Desember 2022)," kata Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM , Abdul Haris Semendawai kepada wartawan, Kamis (8/12/2022).
Selain melakukan upaya hukum lanjutan, Haris juga meminta agar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) lebih proaktif kepada korban pelanggaran HAM berat dalam memberi perlindungan.
LPSK kata Haris, juga harus lebih proaktif lagi dalam melindungi saksi-saksi pada kasus tersebut. Apalagi, Haris menilai, terdapat proses pembuktian yang tidak berjalan maksimal, lantaran partisipasi aktif dari para saksi korban dan keluarga yang kerap kali tidak hadir di persidangan.
"Terakhir kami juga mendorong dalam perkara pelanggaran ham berat ini, sesuai dengan mandatnya agar LPSK ini lebih proaktif untuk memberikan perlindungan, memberikan hak-hak perlindungan korban pelanggaran HAM berat dan melindungi saksi-saksinya," ucapnya.
"Yang hadir itu adalah dari aparat anggota TNI maupun Polri. Dari saksi-saksi masyarakat sipilnya yang melihat peristiwa itu tidak hadir secara langsung. Kalaupun ada itu dibacakan BAP-nya," sambungnya.
Lebih lanjut Haris menilai, proses pengusutan kasus tidak maksimal, hal itu terlihat dengan hanya Mayor Inf (Purn) Isak Sattu yang terseret dalam perkara pelanggaran HAM Berat selaku perwira penghubung dari Kodim Paniai 1705.
Padahal, kata Haris, berdasarkan rekomendasi sebelumnya ada beberapa komandan dan pelaku lapangan yang direkomendasikan untuk diproses, namun hanya Isak yang dijadikan tersangka.
"Ini terbukti. Jadi ada kekhawatiran sejak awal bahwa hanya ditetapkannya satu tersangka dan terdakwa saja dalam kasus ini. Sementara rekomendasi sebelumnya ada beberapa komandan dan beberapa pelaku lapangan yang direkomendasikan untuk diproses namun hanya satu yang dijadikan tersangka. Itu memang sejak awal sudah menimbulkan kekhawatiran," katanya.
"Hari ini terbukti dengan putusan pengadilan ham Nomor 1/Pidsus HAM 2022 tanggal 8 Desember yang memutuskan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran ham yang berat dan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan karena tidak terbuktinya unsur pertanggungjawaban komando," sambungnya.
(maf)
tulis komentar anda