Aksi Bom Bunuh Diri Bukan Bagian dari Amalan Jihad
Kamis, 08 Desember 2022 - 20:24 WIB
JAKARTA - Sekretaris Umum (Sekum) Darud Da'wah Wal Irsyad (DDI) KH Suaib Tahir mengecam aksi bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/12/2022). Menurutnya, tak satu pun ajaran agama yang membolehkan kekerasan, apalagi sampai membunuh orang lain.
Suaib Tahir menjelaskan, harakah istishadiyah (amalan jihad) dan harakah intihariyah (bom bunuh diri) adalah dua istilah yang mirip dan hampir sama makna dan tujuannya tapi konteksnya berbeda. Sebagian ulama menganggap bahwa harakah istishadiyah dibolehkan, sementara harakah intihariyah tidak dibolehkan.
"Sebagian pihak lagi menganggap bahwa harakah intihariyah adalah istilah yang digunakan oleh kelompok dan media anti-Islam agar umat Islam sepakat bahwa harakah intihariyah adalah sesuatu yang haram hukumnya. Pasalnya jika menggunakan kata harakah istishadiyah sulit untuk menetapkan hukumnya bahkan cenderung dibenarkan dalam agama dengan berbagai dalil," kata Suaib Tahir di Jakarta, Kamis (8/12/2022).
Menurutnya, aksi bunuh diri yang dilakukan oleh seseorang terhadap musuh seperti yang dilakukan rakyat Palestina dalam menghadapi musuhnya, Israel, dianggap sebagai harakah istishadiyah atau aksi mati syahid. Jika menganggap aksi tersebut adalah mati syahid, maka itu boleh-boleh saja. Dasarnya, sahabat-sahabat nabi juga dulu pernah melakukan hal itu ketika dikepung musuh dan sudah tidak ada tempat untuk mengamankan diri. Mereka masuk di tengah-tengah musuh dengan pedangnya untuk menunjukkan keberaniannya dan bersedia mati demi membela agama.
"Istilah ini memang sangat tipis perbedaannya dengan istilah harakah intihariyah yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris saat ini. Kalangan teroris juga menganggap bahwa apa yang dilakukan adalah harakah istishadiyah bukan harakah intihariyah," terangnya.
Ia melanjutkan, persoalannya kemudian jika pemahaman aksi bunuh diri yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris menjadi tren di kalangan anak-anak muda bahwa itu adalah harakah istishadiyah sementara konteksnya sangat berbeda.
Baca juga: Bom di Polsek Astana Anyar, Wapres Ingatkan Bibit Terorisme Masih Ada
Harakah istishadiyah bisa saja dilakukan jika dalam kondisi peperangan sebagaimana yang dialami oleh sahabat-sahabat Nabi saat dikepung oleh musuh. Akan tetapi, jika tidak dalam kondisi peperangan seperti saat ini, apalagi di tengah-tengah umat Islam, maka harakah istishadiyah tidak bisa ditolerir karena negara bukan dalam suasana perang. Di samping itu mereka yang dianggap musuh bukanlah musuh yang dianggap dalam Islam.
Musuh dalam Islam adalah mereka yang memerangi Islam. Sementara tidak ada bukti satu pun yang bisa ditunjukkan bahwa Indonesia adalah musuh Islam. Pasalnya, Indonesia adalah negara Islam yang menjalankan sebagian besar aturan hukum dengan hukum Islam khususnya yang terkait dengan ahwalul syahsiyah dan hukum-hukum lainnya.
Suaib Tahir menjelaskan, harakah istishadiyah (amalan jihad) dan harakah intihariyah (bom bunuh diri) adalah dua istilah yang mirip dan hampir sama makna dan tujuannya tapi konteksnya berbeda. Sebagian ulama menganggap bahwa harakah istishadiyah dibolehkan, sementara harakah intihariyah tidak dibolehkan.
"Sebagian pihak lagi menganggap bahwa harakah intihariyah adalah istilah yang digunakan oleh kelompok dan media anti-Islam agar umat Islam sepakat bahwa harakah intihariyah adalah sesuatu yang haram hukumnya. Pasalnya jika menggunakan kata harakah istishadiyah sulit untuk menetapkan hukumnya bahkan cenderung dibenarkan dalam agama dengan berbagai dalil," kata Suaib Tahir di Jakarta, Kamis (8/12/2022).
Menurutnya, aksi bunuh diri yang dilakukan oleh seseorang terhadap musuh seperti yang dilakukan rakyat Palestina dalam menghadapi musuhnya, Israel, dianggap sebagai harakah istishadiyah atau aksi mati syahid. Jika menganggap aksi tersebut adalah mati syahid, maka itu boleh-boleh saja. Dasarnya, sahabat-sahabat nabi juga dulu pernah melakukan hal itu ketika dikepung musuh dan sudah tidak ada tempat untuk mengamankan diri. Mereka masuk di tengah-tengah musuh dengan pedangnya untuk menunjukkan keberaniannya dan bersedia mati demi membela agama.
"Istilah ini memang sangat tipis perbedaannya dengan istilah harakah intihariyah yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris saat ini. Kalangan teroris juga menganggap bahwa apa yang dilakukan adalah harakah istishadiyah bukan harakah intihariyah," terangnya.
Ia melanjutkan, persoalannya kemudian jika pemahaman aksi bunuh diri yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris menjadi tren di kalangan anak-anak muda bahwa itu adalah harakah istishadiyah sementara konteksnya sangat berbeda.
Baca juga: Bom di Polsek Astana Anyar, Wapres Ingatkan Bibit Terorisme Masih Ada
Harakah istishadiyah bisa saja dilakukan jika dalam kondisi peperangan sebagaimana yang dialami oleh sahabat-sahabat Nabi saat dikepung oleh musuh. Akan tetapi, jika tidak dalam kondisi peperangan seperti saat ini, apalagi di tengah-tengah umat Islam, maka harakah istishadiyah tidak bisa ditolerir karena negara bukan dalam suasana perang. Di samping itu mereka yang dianggap musuh bukanlah musuh yang dianggap dalam Islam.
Musuh dalam Islam adalah mereka yang memerangi Islam. Sementara tidak ada bukti satu pun yang bisa ditunjukkan bahwa Indonesia adalah musuh Islam. Pasalnya, Indonesia adalah negara Islam yang menjalankan sebagian besar aturan hukum dengan hukum Islam khususnya yang terkait dengan ahwalul syahsiyah dan hukum-hukum lainnya.
tulis komentar anda