Ekstradisi Maria Lumowa, Pemerintah Diminta Tangkap Buron Kakap Lain
Jum'at, 10 Juli 2020 - 07:19 WIB
Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria disidangkan di Belanda.
Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019. "Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham," kata Yasonna.
Keseriusan pemerintah ditunjukkan dengan permintaan percepatan proses ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa. Di sisi lain, pemerintah Serbia juga mendukung penuh permintaan Indonesia berkat hubungan baik yang selama ini dijalin kedua negara.
"Dengan selesainya proses ekstradisi ini, berarti berakhir pula perjalanan panjang 17 tahun upaya pengejaran terhadap buronan bernama Maria Pauline Lumowa. Ekstradisi ini sekaligus menunjukkan komitmen kehadiran negara dalam upaya penegakan hukum terhadap siapa pun yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia," ucap Yasonna. (Baca juga: Kapal Esa Windu dan 3 Nelayan Hilang di Legok Jawa Pangandaran)
Pengamat hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad menyatakan, keberhasilan pemerintah mengekstradisi Maria patut diacungi jempol. Namun, Suparji mengingatkan masih banyak yang masih berstatus buron yang tanpa publik ketahui.
Dia menyarankan, agar seluruh buronan negara yang telah merugikan keuangan negara dikejar secara serius dan ditangkap. Dengan begitu, keberhasilan ekstradisi atau menangkap buronan tak menjadi kepentingan politik suatu lembaga. Terlebih, kata Suparji, beberapa waktu lalu Presiden Jokowi telah mengeluarkan peringatan reshuffle kabinet dan kepala lembaga. "Data tentang buronan harus diperjelas. Jangan sampai status buron ternyata ada yang dicabut, baru kemudian keluarkan status buron lagi," katanya.
Ketua Komisi III DPR Herman Herry berpendapat, proses ekstradisi tak lepas dari sinergi yang baik antara sesama lembaga penegak hukum, termasuk Kemenkumham. "Kita harus mengapresiasi pendekatan yang dilakukan Menteri Yasonna yang melakukan diplomasi hukum terhadap otoritas Serbia sehingga ekstradisi ini terwujud. Proses ekstradisi ini kan tidak mudah dan bahkan sempat ditolak oleh Belanda," tutur Herman.
Dia mengatakan, keberhasilan mengekstradisi Maria merupakan bukti komitmen dan kehadiran negara dalam penegakan hukum. "Ini sekaligus memberi pesan bahwa negara tidak akan berhenti melakukan penindakan terhadap siapa pun yang melakukan tindak pidana di negeri ini," kata politikus PDI Perjuangan ini.
Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mengingatkan pemerintah masih punya banyak buronan kakap lain yang mesti dibekuk. Sebut saja dalam kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra, dan suap kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Harun Masiku, dan lain-lainnya. Dua kasus itu masih menjadi pekerjaan rumah bagi Kemenkumham. (Baca juga: The Rolling Stones Perlihatkan Potongan Video Lagu Baru)
"Melihat keberhasilan ini, tentu kita berharap dan punya keyakinan, selama ada political will yang kuat dari pemerintah, seharusnya akan lebih banyak lagi DPO atau buronan yang lari ke luar negeri bisa dipulangkan," kata Didik.
Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019. "Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham," kata Yasonna.
Keseriusan pemerintah ditunjukkan dengan permintaan percepatan proses ekstradisi terhadap Maria Pauline Lumowa. Di sisi lain, pemerintah Serbia juga mendukung penuh permintaan Indonesia berkat hubungan baik yang selama ini dijalin kedua negara.
"Dengan selesainya proses ekstradisi ini, berarti berakhir pula perjalanan panjang 17 tahun upaya pengejaran terhadap buronan bernama Maria Pauline Lumowa. Ekstradisi ini sekaligus menunjukkan komitmen kehadiran negara dalam upaya penegakan hukum terhadap siapa pun yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia," ucap Yasonna. (Baca juga: Kapal Esa Windu dan 3 Nelayan Hilang di Legok Jawa Pangandaran)
Pengamat hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad menyatakan, keberhasilan pemerintah mengekstradisi Maria patut diacungi jempol. Namun, Suparji mengingatkan masih banyak yang masih berstatus buron yang tanpa publik ketahui.
Dia menyarankan, agar seluruh buronan negara yang telah merugikan keuangan negara dikejar secara serius dan ditangkap. Dengan begitu, keberhasilan ekstradisi atau menangkap buronan tak menjadi kepentingan politik suatu lembaga. Terlebih, kata Suparji, beberapa waktu lalu Presiden Jokowi telah mengeluarkan peringatan reshuffle kabinet dan kepala lembaga. "Data tentang buronan harus diperjelas. Jangan sampai status buron ternyata ada yang dicabut, baru kemudian keluarkan status buron lagi," katanya.
Ketua Komisi III DPR Herman Herry berpendapat, proses ekstradisi tak lepas dari sinergi yang baik antara sesama lembaga penegak hukum, termasuk Kemenkumham. "Kita harus mengapresiasi pendekatan yang dilakukan Menteri Yasonna yang melakukan diplomasi hukum terhadap otoritas Serbia sehingga ekstradisi ini terwujud. Proses ekstradisi ini kan tidak mudah dan bahkan sempat ditolak oleh Belanda," tutur Herman.
Dia mengatakan, keberhasilan mengekstradisi Maria merupakan bukti komitmen dan kehadiran negara dalam penegakan hukum. "Ini sekaligus memberi pesan bahwa negara tidak akan berhenti melakukan penindakan terhadap siapa pun yang melakukan tindak pidana di negeri ini," kata politikus PDI Perjuangan ini.
Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mengingatkan pemerintah masih punya banyak buronan kakap lain yang mesti dibekuk. Sebut saja dalam kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra, dan suap kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Harun Masiku, dan lain-lainnya. Dua kasus itu masih menjadi pekerjaan rumah bagi Kemenkumham. (Baca juga: The Rolling Stones Perlihatkan Potongan Video Lagu Baru)
"Melihat keberhasilan ini, tentu kita berharap dan punya keyakinan, selama ada political will yang kuat dari pemerintah, seharusnya akan lebih banyak lagi DPO atau buronan yang lari ke luar negeri bisa dipulangkan," kata Didik.
tulis komentar anda